Biografi KH. Ahmad Nahrawi, Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong

 
Biografi KH. Ahmad Nahrawi, Pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru Beliau
2.3  Menjadi Pengasuh Pesantren

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak Beliau

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.3  Karier Beliau

5.   Karomah
5.1  Merubah Daun menjadi Uang

6.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Ahmad Nahrawi merupakan anak pertama (sulung) dari pasangan KH. Moh. Hasan dan Nyai Ruwaidah. Masa kecil beliau banyak dihabiskan di lingkungan komplek pesantren Genggong.

KH. Moh. Hasan menginginkan anak sulungnya ini mengikuti jejaknya dengan berguru kepada KH. Kholil Bangkalan yang sudah masyhur kealiman dan kekaromahannya. Bahkan KH. Moh. Hasan sendiri nyantri pada gurunya ini kurang lebih hampir 32 Tahun.

1.2 Wafat
Pada hari Rabu Kliwon 16 Rabius Tsana 1362 H/ 2 Januari 1942 M beliau Wafat menghadap Ilahi Robbi. Beliau dimakamkan di komplek pemakaman keluarga besar pesantren Zainul Hasan Genggong.

1.3 Riwayat Keluarga
Semasa hidupnya, KH. Ahmad Nahrawi mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Nyai Marfuah, yang merupakan anak dari saudara Ibunya sendiri. Dan beliau kemudian dikarunia 11 anak putra-putri. Nama anak beliau adalah:

  1. Moh. Chozin
  2. Yahya Nahrawi
  3. Abdullah, yang kemudian kita kenal dengan sebutan KH. Ahmad Taufiq Hidayatullah
  4. Maryamah
  5. Abdurrahman
  6. KH. Muhammad Tuhfah
  7. Khodijah
  8. Nun Abdul Jalil
  9. Abdul Kalim, atau yang dikenal dengan Non kalim
  10. Sufiyah
  11. Fashihah.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Ketika menginjak tumbuh dewasa, berangkatlah beliau bersama ayahnya ke pesantren KH. Kholil Bangkalan. Sebagai orang tua yang melihat anaknya mau menuruti keinginannya, KH. Moh. Hasan begitu gembira. Sehingga setelah memasrahkan beliau kepada KH. Kholil, KH. Hasan kemudian berpamitan dan kembali pulang ke Genggong.

Dalam perjalanan pulang, tidak ada firasat apapun dalam hatinya. Namun betapa terkejutnya ayahnya, ketika sampai dirumah, anaknya yang belum lama ia pasrahkan sudah duduk disebelah istrinya (Nyai Ruwaidah). Raut wajah kecewa terlihat dimatanya. Tapi sebelum lontaran kata kecewa menyeruak keluar dari lisan beliau, Nyai Ruwaidah menenangkan hati KH. Moh Hasan dengan mengatakan bahwa Syamsuri sudah melahap habis ilmu Kiai Moh. Hasan.

Menurut Syafuddin, yang mengutip dari Non Abdul Jalil, keikhlasan KH. Moh. Hasan menerima kepulangan anak sulungnya ( KH. Ahmad Nahrawi ) dari Bangkalan, disebabkan pengetahuannya akan ilmu mukasyafah yang dimiliki nyai Ruwaidah, yang tak lain istrinya sendiri.

Setelah mendapatkan rejeki lebih dari Allah, KH.Moh. Hasan dan Nyai Ruwaidah menyuruh beliau pergi beribadah haji ke tanah suci. Dan awal mula kekaromahan Non Syamsuri yang berganti nama H.Ahmad Nahrawi ini terjadi selepas kepulangannya dari tanah suci Mekkah.

Diceritakan oleh Kiai Non Abdul jalil, sebelum berangkat haji, Kiai Ahmad Nahrawi tidak pernah mengajar kitab Ihya ulumuddin yang terbilang sulit dalam memahaminya. Namun tidak demikian dengan Kiai. Ahmad Nahrawi muda ini. Ketika abahnya (ayah) berhalangan mengajar, beliau dengan yakin menggantikannya.

2.2 Guru-Guru Beliau

  1. KH. Mohammad Hasan
  2. KH. Kholil Bangkalan

2.3 Mengasuh Pondok Pesantren

Beliau mengasuh pesantren Zainul Hasan Genggong mendampingi ayahnya KH. Moh. Hasan. Selain kealiman dan kedermawanannya yang tersebar luas, Kiai Ahmad Nahrawi tergolong anak yang benar-benar memikirkan perkembangan masa depan pesantren ayahnya. Hal ini terlihat dari usahanya membuat bangunan yang kurang layak dirubah menjadi bangunan yang lebih kokoh. Salah satu dari usahanya ini adalah bangunan tembok pesantren yang sebelumnya terbuat dari pring (bambu), ia rubah menjadi tembok pada tahun 1939.

Dalam melakuan perombakan bangunan, Kiai Ahmad Nahrawi selalu melakukan musyawarah dengan ayahnya sebagai pengasuh. Termasuk  pembangunan madrasah pertama yang dilakukan pada tahun 1934. Bahkan Kiai Ahmad Nahrawi adalah penggagas perluasan pesantren Genggong hingga mencapai area 10 hektar.

3. Penerus Beliau

3.1 Anak-anak Beliau

  1. Kiai Abdul Jalil
  2. Kiai Tuhfah Nahrawi
  3. Kiai Sholeh Nahrawi, yang biasa dipanggil Non Kalim.

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Semasa hidupnya, KH. Ahmad Nahrawi adalah sosok ulama dermawan dan alim.

“Ada 41 masjid yang tersebar di daerah Probolinggo dan Bondowoso hasil inisiatif KH. Ahmad Nahrawi. Beberapa hasil bangunan Masjid hasil inisiatifnya adalah Masjid Berani Wetan,  Condong, Jurang jero, kaliacar, Kalimojo, Tiris, Bettek, Besuk, Bondowoso, Masjid Jami’ Kraksaaan,” Ujar alumni PP. Zainul Hasan, Ustad Saifuddin Zuhri, yang semasa nyantri pernah menjadi khadam pribadi Kiai Abdul Jalil yang tak lain adalah anak KH. Ahmad Nahrawi.

Kemampuan menginsiatifi pembangunan puluhan masjid tidak menjadikan Kiai Ahmad Nahrawi meminta bantuan pada warga sekitar, dimana masjid didirikan. Menurut Saifuddin yang mendengar langsung dari penuturan Kiai Abdul Jalil, bahwa Kiai Ahmad Nahrawi mampu merubah daun Manyong yang banyak dijumpai dipinggir sungai menjadi uang.

4.3 Karier Beliau

Pengasuh pesantren Zainul Hasan Genggong

5. Karomah

5.1 Merubah Daun menjadi Uang

KH. Ahmad Nahrowi semasa hidupnya terkenal zuhud walaupun beliau memiliki banyak karomah diantaranya bisa mengubah daun manyong dipinggir sungai menjadi Uang.

6. Referensi

https://www.pzhgenggong.or.id

 

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya