Khutbah Jumat: Mawas Diri atas Kecenderungan Pamer Nikmat

 
Khutbah Jumat: Mawas Diri atas Kecenderungan Pamer Nikmat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

KHUTBAH I

إنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وأصحابه. وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ،

فَيَاعِبَادَالله أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ وَافْعَلُوا الْخَيْرَاتِ وَاجْتَنِبُوا السَّيِّئَاتِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

قَالَ الله تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيم،أَعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan kepada kita semua. Kita bisa melaksanakah ibadah shalat Jumat bersama dalam keadaan yang sebaik-baiknya.

Mari kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan bersungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena dengan ketakwaan itu Allah SWT akan menunjukkan jalan terbaik dalam hidup yang kita jalani, hingga kelak menghadap-Nya dalam keadaan beriman.

Setiap kita memang tidak bisa terlepas dari dosa. Tetapi sebaik-baik hamba adalah yang senantiasa bertaubat dan mengakui kesalahan yang kemudian diiringi dengan permohonan maaf dan amal sholeh.

Shalawat serta salam senantiasa terhaturkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebenaran yang diridhoi oleh Allah SWT. Shalawat dan salam semoga juga terhaturkan kepada keluarga nabi dan segenap sahabatnya beserta orang-orang yang beriman hingga akhir zaman.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Ketahuilah bahwa di dalam diri manusia terdapat ruh yang memiliki sifat suci, cenderung kepada kesejatian (hakikat) dan lebih dekat dengan Allah SWT.

Allah SWT juga menganugerahi kita akal. Dengan akal ini manusia dapat berpikir dan membedakan hal yang haq dan yang bathil.

Manusia juga mempunyai hati yang berfungsi untuk meyakini (beriman), mencintai, membenci, berempati, dan hal-hal yang berhubungan dengan rasa.

Selain itu semua, manusia juga mempunyai nafsu yang merupakan energi jiwa yang berpotensi pada kesenangan dan kemarahan (Nafs Ammarah). 

Demikianlah struktur kita yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai manusia. Jika semua bekerja sesuai porsinya, manusia akan mendapatkan derajat yang mulia. Namun perlu diwaspadai, bahwa hal itu juga bisa terjadi sebaliknya. Manusia bisa menjadi makhluk yang paling hina dari yang lainnya.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Segala hal yang sepertinya kita miliki di dunia ini, sejatinya bukanlah milik kita. Rumah, kendaraan, kesehatan, anak, istri dam kemewahan hidup lainnya bahkan diri kita sendiri bukanlah milik kita. Semua itu tidak lain hanyalah titipan, boleh kapan saja Sang Penitip mengambilnya kembali.

Pada dasarnya kita semua tahu hal itu, namun sering kali kita terlena dan lupa. Terlalu menikmati titipan hingga merasa memilikinya dan tak rela jika diambil kembal. Dan inilah benih-benih hubbud dunya yang tumbuh subur dalam jiwa tanpa kita sadari.

Jika kita bisa menyadari bahwa hingga jiwa kita ini pun hakikatnya merupakan titipan, maka kita akan tahu kalau di sana terdapat amanah yang harus ditunaikan dan menjadi tanggung jawab. Kelak, kita akan menjumpai waktu penagihan dan laporan pertanggungjawaban itu semua.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Amanah yang kita emban dari segala bentuk titipan tersebut, pada hakikatnya adalah sifat menghambakan diri kepada Allah SWT. Dan orientasi segala tindak-tanduk kita tidak lain hanyalah kepada-Nya. Demikianlah sikap dan sifat sebagai seorang hamba yang seharusnya.

Namun dalam kenyataannya, kita terus diintai dengan bahaya penyakit hati, seperti hasud atau iri dengki dengan anugerah yang Allah berikan kepada teman atau saudara kita. Tetapi yang perlu diperhatikan dan yang tak kalah membahayakan, adalah juga penyakit ujub, membanggakan diri sendiri maupun potensi-potensi yang ada dalam diri, seperti harta, anak, jabatan atau pangkat dan sebagainya.

Mengenai hal ini, Allah SWT telah memperingatkan kita dalam Al-Qur’an Surat Al Munafiqun ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

 “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah SWT. Barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Jika tubuh kita ini terkena penyakit, maka segala hal akan kita curahkan untuk kesembuhannya, berapa pun harus dibayar dan ke manapun perjalanan akan ditempuh. Namun sayang, sedikit dari kita yang memedulikan penyakit-penyakit yang menjangkiti hati. Padahal jumlah penyakit hati ini tak kalah banyak dengan penyakit yang mengenai fisik kita. Justru penyakit hati lebih membahayakan diri, sebab dampaknya akan terus terbawa hingga di alam akhirat jika tidak segera disadari dan disembuhkan.

Berbeda dengan penyakit yang menyerang fisik. Ini bisa dideteksi dengan kasat mata dan banyak ahli yang mampu mendiagnosis. Selain itu sakitnya hanya dirasakan di dunia, bahkan ada pahala yang menanti jika kita mampu menghadapinya dengan sabar.

Tetapi berbeda dengan penyakit yang menyerang hati. Tidak ada istilah bersabar karena sedang menderita penyakit hati. Saking lembutnya penyakit hati, kita hampir-hampir tidak merasakan kalau sedang mengidapnya. Sehingga kita butuh seorang ahli yang sholeh yang bisa mendiagnosis penyakit ini. Merekalah yang memiliki nur atau cahaya hati dan dekat dengan Allah SWT.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Agama memerintahkan kita agar bersyukur atas segala anugerah hidup ini dan menjanjikan akan melipatkangandakan pemberian Allah SWT jika kita senantiasa bisa bersyukur.

Allah SWT berfirrman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ  

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.’” (QS. Ibrahim: 7)

Luapan syukur kita adalah dengan memanfaatkan semua nikmat ini demi kebaikan dan penghambaan. Bukan justru menjadikannya sebagai alat dan media untuk bermaksiat, pamer, berbangga diri dan menyombongkan diri kepada orang lain yang kurang beruntung. Alih-alih yang demikian itu disebut nikmat, justru hal itu dapat menjadi penyebab kebinasaan dan hinanya seseorang di hadapan Allah SWT.

Karena itu, jangan terkejut jika kita menjumpai seseorang yang berperilaku kurang baik namun bergelimangan dengan nikmat dan hidup yang tenang, boleh jadi itu adalah istidraj atau cobaan dari Allah, apakah bisa menyadarinya ataukah justru semakin jauh.

Jamaah Jumat Rahimakumullah,

Meski begitu, kita tidak boleh menaruh prasangka buruk kepada orang lain. Mari kita tetap mawas diri, introspeksi diri, bahwa diri kita sendiri bisa jadi masih terlalu jauh dari kata baik. Dengan demikian kita akan terus berupaya untuk selalu berbenah.

Sebagai penutup, baik kiranya mengutip sebuah pepatah yang berbunyi:

النَاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا اِنْتَبَهُوا

“Manusia itu tengah lelap dalam tidur, ketika mati mereka akan tersadar.”

Kita harus sadar, di saat itu, di saat kematian itu menjelang, tidak ada lagi kesempatan. Saat itu yang ada hanyalah penyesalan belaka, sebab terlena dari tidur yang terlalu lama itu.

Semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah dalam setiap lini hembusan nafas kehidupan kita. Amin.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ

فيَآايُّهاالنّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تَعَالَى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَةً ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيامَةِ.

 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ والمُشْركِينَ، ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ، اَللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ، اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ.

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ. رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

***

عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسان وإِيتاءَ ذِي الْقُرْبَى  ويَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ على نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


Oleh Abd. Hakim Abidin, M.A.
(Rais ‘Amm Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik 2014-2015, dan Pendiri Zawiyah Ar-Rifaiyah, Ciputat)
___________

Editor: Kholaf