Misteri Lima Kyai Sepuh “Back Up” Gus Dur sebagai Presiden

 
Misteri Lima Kyai Sepuh “Back Up” Gus Dur sebagai Presiden
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Reformasi yang bergolak sampai pada puncaknya pada tahun 1998. Ketika itu terjadi kerusuhan di berbagai tempat yang diinisiasi oleh para aktivis kampus dan intelektual yang berseberangan dengan Pemerintahan Presiden Soeharto.

Peristiwa Mei 1998 merupakan tonggak penting dalam sejarah Panjang Indonesia. Peristiwa ini menjadi titik nol perbaikan demokrasi dan kebebasan berpendapat yang “terbungkam” selama 32 tahun.

Sebagaimana dilansir dari kompas.id dalam artikel Sejarah Peristiwa Mei 1998: Titik Nol Reformasi Indonesia, dikabarkan bahwa demonstrasi masa saat itu tidak bisa terbendung. Setelah mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR Soeharto sempat berdialog dengan tokoh-tokoh nasional seperti Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, Emha Ainun Nadjib, KH. Alie Yafie, Malik Fajar, Soemarsono, KH. Cholil Baidowi, Ahmad Bagja, dan KH. Ma’ruf Amien. Dalam pertemuan 19 Mei 1998 itu ia menyatakan akan tetap menjabat sebagai presiden sampai pemilu dipercepat dan berjanji tidak akan bersedia dipilih kembali.

Massa saat itu masih belum kondusif. Suasana semakin panas ketika mahasiswa dan rakyat turun ke jalan di berbagai kota pada 20 Mei 1998. Sekitar 500.000 massa memadati alun-alun utara Kraton Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan siap berdiri di barisan depan Bersama rakyat untuk memperjuangkan reformasi. Sementara itu 50.000 mahasiswa masih menduduki Gedung MPR/DPR di Jakarta.

Presiden Soeharto semakin terdesak setelah 14 menteri bidang Ekuin yang dipimpin oleh Ginandjar Kartasasmita selaku Menko Ekuin/Kepala Bappenas mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas dan menyatakan pengunduran diri dari kabinet dalam bentuk surat. Pada 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, Soeharto menyatakan mundur. Pernyataan ini sekaligus menutup era Orde Baru dan membuka tirai era reformasi melalui masa pemerintahan transisi.

Setelah Presiden Soeharto “legowo” mengundurkan diri dari jabatan presiden, BJ. Habibie yang saat itu masih sebagai Wakil Presiden akhirnya dilantik sebagai Presiden menggantikan Soeharto. Namun, kepemimpinannya tidak berlangsung lama karena para aktivis mendesak agar segera dilaksanakannya Pemilu.

Pada tahun 1999 dilaksanakanlah pemilihan umum pertama di Era Demokrasi Indonesia. Dan melalui pemilihan umum yang mengusung asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil (LUBER JURDIL), Gus Dur menjadi presiden terpilih menggantikan tongkat kepemimpinan BJ. Habibie.

Tepat pada tanggal 20 Oktober 2000 KH. Abdurrahman Wahid dilantik secara resmi sebagai Presiden Ke-4 Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Tidak ada yang menyangka Gus Dur berhasil menjadi Presiden Indonesia. Sebab saat itu dari berbagai kemungkinan, kesempatan Gus Dur mengalahkan jumlah suara Megawati Soekarno Putri yang diusung oleh partai pemenang, PDI P, sangatlah kecil. Apalagi Gus Dur berangkat dari partai yang baru berdiri dan bukan merupakan partai pemenang, PKB.

Berbagai berita, baik nasional maupun internasional menyampaikan peristiwa yang sangat mengejutkan itu. Tetapi demikianlah takdir Tuhan yang menyiapkan Gus Dur sebagai Presiden ke-4 saat Indonesia masih sangat rentan dalam masa transisi reformasi, yang hampir di berbagai daerah dikhawatirkan muncul disintegrasi dan chaos.

Gus Dur menjadi presiden bukan karena keinginannya sendiri. Di balik keberhasilan tersebut, ada sejumlah kyai yang menjadi “back up” atas majunya Gus Dur sebagai presiden. Ada lima kyai khos yang diakui Gus Dur telah memerintahkannya untuk menjadi presiden. Tetapi sampai saat ini lima kyai khos itu tidak pernah diketahui oleh publik. Gus Dur pun enggan menyampaikan lima identitas kyai yang juga dianggap layaknya sebagai orang tua sendiri itu. Meski ada beberapa kyai yang oleh masyarakat dianggap sebagai bagian dari lima kyai khos itu karena mempunyai hubungan dekat dengan Gus Dur, tetapi tidak ada yang berani memastikannya. Lima kyai khos itu masih menjadi misteri dan rahasia Gus Dur dengan Tuhannya. 

KH. Abdurrahman Wahid menjadi presiden secara resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2000, tetappi akhirnya dimakzulkan pada tanggal 23 Juli 2001, melalui Sidang Istimewa MPR yang diinisiasi oleh Amien Rais. Padahal Amien Rais juga lah orang yang dulu mengajukan dan mendukung agar Gus Dur maju sebagai presiden, bahkan juga telah berjanji kepada para kyai akan tetap mendukung Gus Dur, tetapi apalah mau dikata, ia mengkhianati janji itu sendiri. Gus Dur dilengserkan, lalu digantikan oleh wakilnya, Megawati.

Meski masa kepemimpinan Gus Dur tidak cukup lama, namun banyak pakar mengakui banyak kebijakannya yang sangat berpihak kepada masyarakat secara umum, meski tidak sedikit pula kontroversinya.

Keberanian Gus Dur dalam membela rakyat kecil sangat terasa sekali. Bahkan Gus Dur juga sempat mengesahkan Hari Raya Imlek menjadi salah satu bagian perayaan resmi negara, dan menjadi Hari Libur Nasional. Gus Dur juga melakukan negosiasi secara humanis di Papua, sehingga rakyat Papua sangat berterima kasih atas kebijakan tersebut. Sebagaimana keinginan rakyat Papua yang menghendaki agar Irian Jaya (nama yang ditetapkan Soekarno) diganti menjadi Papua, akhirnya juga dikabulkan oleh Gus Dur, bahkan bendera Kejora rakyat Papua diizinkan untuk dikibarkan asal tidak lebih tinggi dari bendera Merah Putih Indonesia.

Penyelesaian konflik secara humanis dalam berbagai hal telah dilakukan oleh Gus Dur. Sehingga, kelak Gus Dur, tidak saja dikenal sebagai Presiden Indonesia, melainkan juga dikenal sebagai Bapak Bangsa, Bapak Humanisme dan Bapak Pluralisme Indonesia.

Betapapun terjadi gesekan di antara para kyai mengenai kebijakan-kebijakan Gus Dur yang dianggap kontroversial, tetapi Gus Dur selalu hormat dan ta’dhim kepada para kyai. Jiwa santri Gus Dur tidak pernah luntur, tetapi Gus Dur bukanlah sekadar seorang santri, melainkan lebih dari itu. Gus Dur adalah santri Par Excellence yang tidak pernah kehilangan akar tradisinya, tetapi pada saat yang sama pandangannya maju ke depan, jauh melampaui zamannya. []


Penulis: Abd. Hakim Abidin

Editor: Ahmad Syahroni