Pahala Meneladani Sifat Maha Pengasih Allah

 
Pahala Meneladani Sifat Maha Pengasih Allah
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam akidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, kita meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang indah sebagaimana Allah pun menyukai hal-hal yang indah, hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a:

إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ

"Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan"

Salah satu sifat indah yang dinisbatkan pada Allah SWT adalah sifat "ar-rahman" dan “ar-rahim" yang keduanya berasal dari kata rahmatun” yang mengandung makna menyayangi atau mengasihi. Dua sifat itu terdapat dalam kalimat basmalah yang biasanya kita gunakan kalimat itu untuk mengawali segala aktifitas positif kita.

Meskipun memiliki makna yang sama namun ke dua lafaz itu memiliki perbedaan dalam hal cakupannya, makna lafaz "ar-rahman"  lebih umum cakupannya dari pada lafaz "ar-rahim" yang hanya meliputi kasih sayang Allah hanya kepada orang-orang muslim di akhirat kelak saja. Sementara "ar-rahman" mengandung makna kasih sayang Allah untuk semua mahluknya tanpa melihat status, jabatan maupun ras tertentu yang kemudian termanfestasikan dalam bentuk pemberian nikmat-nikmat di dunia maupun ahirat yang tidak bisa diakumulasi jumlahnya.

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا

“Dan jika kalian ingin mengakumulasi nikmat Allah, maka kalian tidak akan sanggup mengakumulasinya.” (QS. An-Nahl Ayat 53)

Di sisi lain, Allah juga menganjurkan orang-orang Islam untuk memiliki sifat penyayang kepada sesama mahluk dengan janji siapa yang bisa melakukannya maka Allah akan memberi jaminan kasih sayang-Nya kepada orang tersebut. Dan jika Allah menyayangi seorang hamba maka penduduk langit pun akan menyayanginya, Nabi Muhammad SAW bersabda:

الرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمنُ إِرْحَمُوْا مَنْ فِي الْارْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاء

"Para pengasih, mereka akan dikasihi oleh Allah yang maha pengasih, maka kasihanilah mahluk di bumi maka kalian akan dikasihani oleh mahluk langit."

Jaminan kasih sayang itu-lah yang kelak menjadi penyelamat di hari perhitungan amal nanti. Dalam kitab Al-Mawa'idh Al-'Ushfuriyyah dijelaskan bahwa setelah Sahabat Umar bin Khottob wafat, ada seorang sahabat bermimpi berjumpa dengan beliau, kemudian sahabat itu bertanya pada Umar:

"Wahai Amirul Mu’minin, apa kabar dirimu?"

"Alhamdulillah saya baik  Jawab sahabat Umar

"Apa yang Allah perbuat pada dirimu, wahai Amirul Mu'minin"  Kejar sahabat itu lantaran merasa penasaran akan kondisi Umar setelah wafatnya.

Dengan gembira Umar pun menjawab "Aku dimasukkan ke dalam surga Allah dan dikumpulkan dengan Nabi Muhammad SAW."

Sahabat itu masih penasaran berharap mendapat kisi-kisi dari Umar yang kelak bisa dia ikuti supaya mendapatkan anugerah seperti yang didapat oleh Umar, "Sebab apa engkau mendapatkan kenikmatan itu? apa karena sifat zuhudmu, ataukah karena ibadahmu, ataukah karena amal shalehmu, atau karena engkau adalah sahabat Nabi Muhammad?" Cecar sahabat itu.

"Bukan karena itu semua." Jawab Sahabat Umar dengan senyuman yang selalu mengembang sambil menikmati raut penasaran dari wajah sahabat itu yang terlihat jelas.

"Kalau demikian, lalu karena sebab apa engkau mendapatkan anugerah yang luar biasa itu?" Kejar sahabat itu yang belum juga mendapatkan jawaban yang dia mau.

Tak tega melihat sahabat itu yang harap-harap cemas menanti jawaban Sahabat Umar. Ahirnya, Umar menjelaskan "Karena suatu hari saat diriku sedang berkeliling kota melihat situasi rakyatku dulu, aku bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang memainkan seekor burung di tangannya, aku merasa kasihan pada burung itu, lalu aku beli burung itu, kemudian aku membebaskannya, itulah alasan kenapa aku mendapatkan kenikmatan ini." Jelas Sahabat Umar panjang lebar.

Begitulah keistimewaan menjadi seorang penyayang dan pengasih di hadapan Allah SWT. Dalam kasus Sahabat Umar, pahala rasa kasih sayangnya pada seekor burung telah mengalahkan seluruh ibadah dan amal shaleh yang pernah Sahabat Umar lakukan semasa hidupnya. Masyaallah Tabarakallah.

Jadi, marilah menjadi penyayang sebagaimana Sahabat Umar, jangan pernah menyakiti, menghina, mencaci atau bahkan menganiaya orang lain, dengan begitu semoga Allah juga memberi kita seperti apa yang Allah beri kepada Sahabat Umar setelah wafatnya. Amin. Wallahu A’lam bis Shawab. []


Penulis: Ahmad Syahroni

Editor: Hakim