Khutbah Jumat: Memperhatikan Tiga Perkara yang Diharamkan Menyangkut Seorang Muslim

 
Khutbah Jumat: Memperhatikan Tiga Perkara yang Diharamkan Menyangkut Seorang Muslim
Sumber Gambar: creativemarket.com, Ilustrasi: Laduni.ID

KHUTBAH I

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ، وَ نَسْتَعِيْنُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ الهُدَى، أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللَّهِ...

أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا ۙيُّصْلِحْ لَكُمْ اَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Alhamdulillah, segala puji kita haturkan selalu kepada Allah SWT, yang telah menganugerahi berbagai nikmat kepada kita, khususnya nikmat sebagai umat Islam dan sebagai orang yang beriman.

Shalawat serta salam selalu tersanjungkan untuk Baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan jalan kebenaran menuju Allah SWT. Demikian pula tersampaikan kepada keluarganya dan para sahabat yang setia menemani perjuangan menyebarkan kebenaran.

Semoga kelak kita termasuk bagian dari umat yang mendapatkan syafaat agung Baginda Nabi Muhammad SAW.

Dalam kesempatan yang penuh dengan berkah ini, tidak lupa saya menyampaikan wasiat kepada diri saya khususnya, dan izinkan pula secara umum saya sampaikan kepada hadirin sekalian yang dimuliakan oleh Allah SWT. Mari kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan berusaha secara sungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan dasar tuntunan dan ajaran yang benar, bersumber dari Al-Qur’an danHadis.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Salah satu di antara wasiat Baginda Nabi Muhammad SAW yang beliau sampaikan pada saat Haji Wada' di tahun terakhir sebelum beliau wafat adalah:

فَإِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا

“Sungguh Allah telah mengharamkan darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini." (HR. Bukhari)

Sabda beliau tersebut disampaikan kepada kaum Muslimin yang saat itu mereka berbondong-bondong ikut berhaji bersama Nabi setelah mereka mendengar kabar bahwa Nabi hendak melaksanakan ibadah haji setelah selama kurang lebih sembilan tahun beliau tidak menunaikannya.

 Artinya, sabda beliau tersebut bermakna bahwa seorang Muslim itu dilindungi nyawanya, hartanya dan juga kehormatannya. Satupun tidak halal dari tiga perkara tersebut untuk direnggut kecuali disebabkan hak agama Islam. Sebagaimana sabda beliau dalam kesempatan yang lain berikut ini:

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

“Setiap Muslim atas Muslim yang lainnya adalah haram darahnya, hartanya dan juga kehormatannya. (HR. Muslim)

Kedua Hadis di atas kurang lebih menjelaskan tentang tiga perkara yang syariat melarangnya untuk direnggut dari seorang Muslim.

Perkara yang pertama adalah darahnya. Yang dimaksud dengan darah di sini adalah nyawa. Merenggut nyawa seorang Muslim tanpa hak merupakan salah satu dosa terbesar setelah melakukan kemusyrikan. Bahkan Imam Abdullah ibn Abbas r.a, berfatwa bahwasannya seorang yang sengaja melakukan pembunuhan terhadap seorang Mukmin, maka taubatnya tidak akan diterima oleh Allah SWT.

Dikisahkan pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada serombongan kaum Muslimin yang sedang melakukan perjalanan. Di dalam perjalanannya tersebut mereka bertemu dengan seorang laki-laki dari golongan kaum Musyrikin yang sedang membawa sedikit harta jarahan. Kemudian laki-laki tersebut mengucapkan salam kepada mereka dengan salam yang menjadi ciri khas ajaran agama Islam. Ia juga mengucapkan Kalimat Tauhid Laa ilaaha illallah. Namun, tanpa disangka salah seorang dari rombongan kaum Muslimin tersebut, yakni sahabat Muhallam bin Jutsamah justru memeranginya. Bahkan ia sampai membunuh dan mengambil harta yang dibawa oleh laki-laki Musyrik yang telah menjadi Muslim tersebut.

Lalu, ketika rombongan kaum Muslimin tersebut telah sampai di kota Madinah, mereka menceritakan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW. Mendengar cerita tersebut, Baginda Nabi SAW menjadi murka dan marah besar kepada sahabat Muhallam bin Jutsamah. Bahkan ketika ia memohon kepada Baginda Nabi agar beliau berkenan untuk memintakan ampun kepada Allah SWT, beliau malah berkata, "Pergilah! Semoga Allah tidak mengampunimu."

Kemudian, tujuh hari setelah kejadian tersebut, sahabat Muhallam bin Jutsamah meninggal dunia. Tatkala para sahabat menguburkannya, terjadilah sebuah kejadian aneh. Bumi seolah tidak mau menerima jasadnya. Setiap kali para sahabat menguburnya, jasadnya selalu muncul lagi ke permukaan tanah. Dan hal ini terulang sampai tiga kali, sehingga para sahabat memindahkan jasad tersebut dan meletakkannya di antara dua bukit, kemudian mereka menumpukinya dengan batu. Rasulullah SAW lalu bersabda:

إنَّ الأرضَ لتقبلُ مَنْ هُوَ شَرٌّ مِنْهُ وَلَكِنَّ اللهَ أَحَبَّ أَنْ يُرِيَكُمْ تَعْظِيْمَ حُرْمَةِ لا إلهَ إلَّا الله

“Sebenarnya bumi masih mau menerima orang yang lebih buruk daripada teman kalian (ini), hanya saja Allah hendak menampakkan kepada kalian akan keharaman Laa ilaaha illallah (darah seorang Muslim). (HR. Ibnu Majah)

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Perkara yang kedua adalah hartanya. Haram hukumnya harta seorang Muslim untuk diambil tanpa hak yang jelas.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ اقْتَطَعَ حَقَّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِيَمِينِهِ فَقَدْ أَوْجَبَ اللَّهُ لَهُ النَّارَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

“Barang siapa yang mengambil suatu barang yang merupakan hak dari seorang muslim, maka sungguh Allah telah mewajibkan neraka bagi orang tersebut da haram baginya surga.

Kemudian, ada salah seorang sahabat yang bertanya:

وَإِنْ كَانَ شَيْئًا يَسِيرًا يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Apakah hal ini juga berlaku jikalau apa yang ia ambil hanya sedikit, wahai Rasulullah?

Nabi menjawab:

وَإِنْ قَضِيبًا مِنْ أَرَاكٍ

“Meskipun yang ia ambil hanya setangkai kayu arok. (HR. Muslim)

Hadis di atas menunjukkan betapa kita harus sangat berhati-hati dengan harta orang lain. Kita tidak diperbolehkan menganggap remeh hal tersebut. Jangan-jangan sesuatu yang kita remehkan akan membawa petaka kelak di Hari Kiamat. Na’udzu billahi min dzalik.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Kita harus senantiasa mengingat kalau Tuhan tak akan pernah lalai akan kezaliman kita. Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللّٰهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظّٰلِمُوْنَ ەۗ اِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيْهِ الْاَبْصَارُۙ

Jangan sekali-kali engkau menyangka kalau Allah itu lalai atas apa yang diperbuat oleh orang-orang zalim. Sesungguhnya Allah hanyalah hendak menangguhkan mereka sampai hari yang pada saat itu mata mereka terbelalak (karena kedahsyatan hari tersebut). (QS. Ibrahim: 42)

Adapun perkara ketiga adalah kehormatan seoang Muslim. Dan hal inilah yang tanpa terasa paling sering dilanggar oleh banyak orang pada umumnya.

Di era modern ini, sebuah berita akan dengan mudah tersebar luas. Media informasi seperti halnya televisi, surat kabar, maupun internet menjadikan kita lebih cepat dan mudah dalam menerima dan menyebarkan sebuah informasi.

Namun akhir-akhir ini, seiring dengan mudahnya mengakses dunia maya muncul orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang menggunakan dunia maya sebagai sarana untuk menyebarkan hoax yang berisi tuduhan-tuduhan maupun caci maki.

Mereka yang memiliki kepentingan politik akan menjatuhkan lawan politiknya lewat media-media sosial seperti Facebook, Whats App, Twitter, Instagram, Youtube dan lain sebagainya. Begitu pula orang yang memiliki kepentingan ekonomi dan kepentingan-kepentingan yang lain. Ujung-ujungnya, media sosial hanyalah tempat untuk saling menjatuhkan harga diri, saling hujat, dan saling tuduh-menuduh satu sama lain. Memang di zaman yang serba terbuka ini, semuanya bisa membuat apapun yang disuka, sulit dibedakan antara berita yang benar-benar fakta dan berita yang palsu.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Jika kita tidak mengetahui secara pasti akan sebuah peristiwa, maka hendaknya kita tidak menyebarluaskan berita peristiwa tersebut. Demikian pula jika sebenarnya kita tahu betul akan duduk permasalahan peristiwa tersebut, namun peristiwa itu menyangkut harga diri orang lain, maka alangkah baiknya jika kita tidak ikut dalam menyebarkan hal itu.

Demikianlah seharusnya sikap baik seorang Muslim sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

 مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang rela menutupi cela dari seorang Muslim, maka Allah kelak akan menutupi celanya di Hari Kiamat. (HR. Ahmad)

Terkait permasalahan ini, marilah kita bersama-sama mengambil hikmah dari sebuah peristiwa yang terjadi di zaman tabi'in.

Alkisah, suatu ketika terdapat seorang wanita dari kota Madinah yang meninggal dunia. Lalu didatangkanlah seorang perawat untuk memandikan jenazah wanita tersebut. Di saat memandikannya, si perawat ini meletakkan tangannya pada kemaluan wanita itu seraya berkata, "Sering kali kemaluan ini bermaksiat kepada Allah."

Tiba-tiba tangan si perawat tadi menempel di kemaluan jenazah wanita tersebut dan ia tidak mampu untuk melepaskannya walaupun telah berusaha. Akhirnya, kejadian ini dilaporkan kepada para ulama setempat.

Mendengar hal itu, para ulama berselisih pendapat mengenai solusi dari kejadian tersebut. Sebagian berpendapat bahwa tangan si perawat itu harus dipotong agar jenazah wanita itu segera dikuburkan. Sebagian yang lain berpendapat bahawa kemaluan dari jenazah wanita tersebutlah yang harus dipotong karena menyelamatkan orang yang hidup lebih didahulukan daripada orang yang sudah mati.

Akhirnya, mereka sepakat membawa permasalahan ini kepada Imam Malik bin Anas r.a. Setelah mendapatkan laporan itu, kemudian Imam Malik bin Anas r.a pun berkenan mendatangi jenazah perempuan Madinah tersebut dan beliau bertanya kepada si perawat dari balik hijab, "Apakah engkau telah mengatakan sesuatu terkait hak dari mayat perempuan ini?"

Lalu si perawat tersebut menjawab, "Aku telah menuduhnya berzina".

Setelah mengetahui duduk permasalahannya, kemudian Imam Malik bin Anas r.a memerintahkan beberapa wanita untuk mencambuknya sebanyak 80 kali sebagaimana ketentuan Allah SWT terhadap orang-orang yang menuduh berbuat zina, sebagaimana dilandaskan dalam firman Allah SWT:

وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِاَرْبَعَةِ شُهَدَاۤءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمٰنِيْنَ جَلْدَةً

“Orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan muhson berbuat zina kemudian mereka tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka dengan delapan puluh kali cambukan. (QS. An-Nur: 4)

Sebagaimana yang diperintahkan Imam Malik bin Anas r.a, kemudian para wanita itu segera melaksanakannya, dan pada saat mereka menyelesaikan cambukan yang kedelapan puluh kalinya, atas kuasa Allah SWT, tiba-tiba tangan si perawat tersebut dapat terlepas dari kemaluan jenazah perempuan Madinah yang dituduh berbuat buruk oleh si perawat tersebut.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari uraian di atas. Kita harus menjadi lebih berhati-hati dalam bersikap, bertindak, maupun bertutur kata, sehingga pada akhirnya kita ditakdirkan Allah SWT menjadi bagian dari golongan hamba-Nya yang sholeh dan bertakwa. Amin.

بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمُ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَإيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَذِكْرِ الحَكِيم وَتَقَبَّل الله مِنِّي وَمِنكُمُ تِلَاوَتَهُ، اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

أَقولُ قَوْلى هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرُ المُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤمِنينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 

KHUTBAH II

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ

فيَآايُّهاالنّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمُعَةِ والْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ  فِيه بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلائكةِ قُدْسِهِ. فَقالَ تَعَالَى ولَمْ يَزَلْ قائِلاً عَلِيمًا: إِنَّ اللهَ وَملائكتَهُ يُصَلُّونَ على النَّبِيِّ يَآ أَيّها الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا اللَّهمَّ صَلِّ وسَلِّمْ على سيِّدِنا محمَّدٍ وعلى آلِ سيِدِنَا محمَّدٍ  كَما صَلَّيْتَ على سيِّدِنا إِبراهِيمَ وعلى آلِ سيِّدِنَا إِبراهِيمَ في الْعالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهمَّ وَارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرّاشِدِينَ الَّذينَ قَضَوْا بِالْحَقِّ وَكانُوا بِهِ يَعْدِلُونَ أَبي بَكْرٍ وعُمرَ وعُثْمانَ وعلِيٍّ وَعَنِ السَتَّةِ الْمُتَمِّمِينَ لِلْعَشْرَةِ الْكِرامِ وعَنْ سائِرِ أَصْحابِ نَبِيِّكَ أَجْمَعينَ وَعَنِ التَّابِعِينَ وتَابِعِي التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ. اللَّهمَّ لا تَجْعَلْ لِأَحَدٍ مِنْهُمْ فِي عُنُقِنَا ظَلَامَةً ونَجِّنَا بِحُبِّهِمْ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيامَةِ.

 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ والمُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ والمُشْركِينَ، ودَمِّرْ أَعْداءَ الدِّينِ، اَللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ، اللَّهمَّ آمِنَّا فِي دُوْرِنَا وأَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلَايَتَنا فِيمَنْ خافَكَ وَاتَّقَاكَ.

اللَّهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْياءِ مِنْهُمْ والْأَمْواتِ بِرَحْمَتِكَ يَا وَاهِبَ الْعَطِيَّاتِ. اللَّهمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ والوَباءَ والزِّنا والزَّلَازِلَ وَالمِحَنَ وَسُوءَ الفِتَنِ ما ظَهَرَ مِنْها وما بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا هَذا خاصَّةً وعَنْ سائِرِ بِلَادِ الْمُسلمينَ عامَّةً يا رَبَّ الْعَالَمِينَ.رَبَّنا آتِنا في الدّنيا حَسَنَةً وَفي الآخرة حَسَنَةً  وقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

***

عِبادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسان وَإِيتاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشاءِ والْمُنْكَرِوَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ


Oleh Abd. Hakim Abidin, M.A.
(Rais ‘Amm Pesantren Mambaus Sholihin, Gresik 2014-2015, dan Pendiri Zawiyah Ar-Rifaiyah, Ciputat)
___________

Editor: Roni