Tahun 644 M: Mengenang Kehilangan Khalifah Umar bin Khattab

 
Tahun 644 M: Mengenang Kehilangan Khalifah Umar bin Khattab
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq berpulang, Umar bin Khattab mengambil alih kepemimpinan sebagai khalifah pada tahun 634 M, menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan kekhalifahan. Kepemimpinannya ditandai oleh ekspansi wilayah yang luar biasa, termasuk penaklukan Persia dan Bizantium, yang merubah peta politik dan sosial dunia Islam.

Umar dikenal karena keadilan dan kebijaksanaannya dalam menegakkan hukum Islam, menciptakan landasan bagi sistem peradilan yang adil dan meresapi prinsip-prinsip keadilan. Namun, di balik ketegasannya, Umar juga menunjukkan kepedulian dan keberpihakan kepada rakyatnya, mengembangkan berbagai program sosial dan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam.

Selama pemerintahannya, Umar berusaha keras untuk menegakkan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam administrasi dan hukum. Sistem birokrasi yang disusunnya menjadi landasan bagi berfungsinya negara, sementara kode hukum yang ia rancang mencerminkan nilai-nilai etika dan moral Islam.

Namun, kebijaksanaannya tak lepas dari tantangan internal, termasuk ketegangan sosial dan politik di dalam kekhalifahan. Pada tahun 644 M, Umar bin Khattab menghadapi takdir tragis saat terbunuh oleh seorang penyerang yang memiliki motif yang belum sepenuhnya dipahami.

Peristiwa ini bukan hanya mengguncang dunia Islam, tetapi juga memunculkan berbagai pertanyaan dan spekulasi tentang latar belakang, motif, dan implikasi politik dari kematian Khalifah Umar bin Khattab.

Di umur yang ke 60-an, Khalifah Umar sudah mulai merasakan gejala-gelaja jasmaninya, makanya beliau ingin segera berjumpa dengan tuhannya. Tanda-tanda itu terlihat saat beliau melaksanakan haji tahunan.

Khalifah Umar mempunyai sebuah kebiasaan, setiap tahun beliau haji dengan membawa istri-istri Rasulullah SAW. Kegiatan itu juga membersamai pemanggilan ajudan, panglima, gubernur dan pemimpin-pemimpin daerah yang dikuasai oleh Islam untuk melakukan rapat tahunan.

Pada tahun 23 H setelah melaksanakakn haji beliau berdoa kepada Allah SWT

"Ya Allah, umurku kini telah bertambah, tulangku telah rapuh, kekuatanku pun berkurang, dan rakyatku tersebar di mana-mana. Maka, kembalikanlah aku kepada-Mu dalam keadaan tidak lemah ataupun bersalah."

Sekembalinya beliau dari ibadah haji, dalam salah satu khutbah ada sesuatu pembicaaran dalam khutbah yang dinilai dari beberapa kalangan merupakan sebuah wangsit dari khalifah. Beliau berpesan

"Saudara-saudara, saya bermimpi, menurut pandangan saya, menandakan bahwa saat kematian saya sudah dekat. Dalam mimpi itu, saya melihat seekor ayam jantan mematuk saya dua kali." Lalu, ia menambahkan, "Saudara-saudara, saya telah menetapkan berbagai ketentuan untuk kalian dan telah membuat semuanya jelas, kecuali jika ada keinginan untuk membagi-bagikan harta ke kanan dan ke kiri."

Peristiwa tragis ini terjadi setelah haji terakhir beliau pada tahun 23 Hijriah. Saat itu di suatu Subuh, seperti biasa Khalifah Umar memimpin shalat pada hari itu. Ketika beliau selesai dari membereskan shaf di belakang beliau, munculah sesosok laki-laki yang berjalan maju sampai kedepan.

Ia mengeluarkan pisau lalu menikam Khalifah Umar sebanyak 3 atau 6 kali sampai menembus perutnya. Khalifah langsung jatuh karna tidak bisa menahan rasa sakitnya.

Setelah menusuk Khalifah Umar, ia langsung berlari. Banyak dari kalangan muslim saat itu mencoba menghentikannya namun naas, laki-laki itu berlari sambil mengayunkan pisau ke kanan dan kekiri agar terbukanya jalan kabur. Sebuah pendapat menyatakan bahwa korban dari ayunan pisau tersebut memakan belasan orang, ada juga yang berpendapat Sembilan orang.

Namun dari ayunan pisau tersebut membuat korbannya mengalami luka yang sangat serius, bahkan ada beberapa yang meninggal dunia. Siapakah sosok dari laki-laki yang dengan tega melakukan aksi tersebut kepada Amirul mukminin dan juga kepada orang-orang muslim lainnya? Dia bernama Abu Lu’lu’ah.

Latar belakang Abu Lu’lu’ah merupakan sebuah budak dari Al-Mughiroh, yang ia dapatkan dari penaklukan bersama Saad bin Abi Waqosh di wilayah Persia dalam Perang Qodisiyah tahun 637 M. Setelah melarikan diri cukup jauh, ia dikepung oleh orang-orang muslim. Melihat keadaannya yang terdesak itu, Abu Lu’lu’ah memutuskan bunuh diri dengan pisau yang ia gunakan untuk menikam Khalifah Umar.

Masyarakat Kota Madinah menjadi gaduh dengan berita penusukan Khalifah Umar. Dari perempuan, anak-anak, dan orangtua keluar rumah saat subuh itu untuk mendengar keadaan Khalifah Umar. Bersamaan dengan evakuasi khalifah ke rumahnya yg didekat masjid, Abdurrahman bin Auf maju sebagai imam menggantikan khalifah, dengan bacaan surah yang pendek.

Setelah sadar, pertanyaan yang pertama kali ia ucapkan adalah, “Apakah manusia sudah shalat?”.

“Sudah”, jawab mereka semua.

“Segala puji bagi Allah, sesungguhnya tak dianggap Islam orang yang meninggalkan shalat,” seru Khalifah Umar.

Setelah khalifah sedikit siuman, beliau menanyakan

“Siapa yang menikamku?”

Ibnu Abbas menyampaikan kalau Abu Lu’lu’ah yang menikam dan juga menusuk beberapa orang.

Mendengar itu Khalifah Umar sangat bersyukur bahwa yang menikammnya bukan dari kalangan orang muslim. Tabib pun datang untuk mengecek keadaan khalifah. Kondisi beliau sudah sangat parah, terlihat saat beliau disuguhkan air susu untuk diminum, namun susu tersebut keluar lagi dari luka yang terbuka.

Tabib menyarankan khalifah untuk segera menulis wasiat dan segera menunjuk pemimpin umat muslim selanjutnya. Kandidat saat itu yang disarankan ada 6 tokoh: Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubadah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqas.

Sebelum Khalifah Umar wafat, ia membuat permintaan terakhir yaitu dimaqamkan disamping Rasulullah SAW. Beliau menyuruh anaknya utuk menyampaikan pesan kepada Aisyah.

“Wahai Abdullah, pergilah engkau kepada Aisyah lalu sampaikan salamku atas nama Umar bin Khattab, janganlah engkau memakai kata Amirul Mukminin”

Aisyah mengizinkan hal tersebut, tak lama setelah mendapat izin, khalifah yang sudah tidak mempunyai kekuatan lalu tubuhnya melemah dan beliau menghadapi Sakaratul Maut dan Meninggal. Khalifah Umar dikubur di samping dua Sahabatnya yaitu Rasulullah dan Abu Bakar.

Selesailah masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau memimpin umat Islam kurang lebih 10 tahun sekian bulan. Selama itu pula Islam memulai kejayaan-kejayaan sampai ke wilayah yang sangat jauh.

Islam mulai sangat kuat, terbukti di zaman beliau mampu membuat Raja Heraklius dari Romawi cabut selama-lamanya dari bumi Suriah. Mengalahkan tentara Persia yang sangat kuat. Dua Negara yang mempunyai sejarah panjang dikalahkan oleh kekuatan baru dari Arab.

Menguasai daerah Mesir, dan bahkan merebut kota Alexandria. Tidak lupa juga, di zaman beliau secara administratif terbukti mengalami kemajuan. Semua urusan hidup telah diatur dengan undang-undang yang baik.

Tentu, berikut adalah paragraf akhir yang menekankan pada pencapaian-pencapaian Khalifah Umar semasa masa kepemimpinannya:

Dengan wafatnya Khalifah Umar, dunia Islam kehilangan sosok pemimpin yang luar biasa. Namun, warisan dan pencapaian beliau akan terus mengilhami generasi-generasi berikutnya. Selama masa kepemimpinannya, Khalifah Umar berhasil menegakkan keadilan, memperluas wilayah kekhalifahan, dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang mengukuhkan fondasi Islam.

Inovasi dan reformasi yang diperkenalkan oleh beliau membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi umat Islam. Dedikasinya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan menciptakan landasan kokoh bagi kemajuan peradaban Islam. Meskipun perjalanan hidupnya berakhir, warisan luar biasa Khalifah Umar akan terus bersinar, mengingatkan kita akan kebutuhan akan kepemimpinan yang adil, tegas, dan penuh dedikasi dalam membawa kebaikan bagi umat dan masyarakat. []


Catatan: Tulisan ini diolah dan dikembangkan dari berbagai sumber otoritatif, khususnya dari Buku Umar bin Khattab: Sebuah Telaah Mendalam tentang Pertumbuhan Islam dan Kedaulatannya Masa Itu karya Muhammad Husain Haekal (Terjemah oleh Ali Audah).

___________

Penulis: Muhammad Iqbal Rabbani

Editor: Kholaf Al Muntadar