Konflik Habil dan Qabil: Tindak Kriminal Pertama di Dunia

 
Konflik Habil dan Qabil: Tindak Kriminal Pertama di Dunia
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Surat Al-Baqarah ayat 214 menceritakan tindak kriminal yang pertama kali terjadi di dunia:

كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ٢١٣

“Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).

Manusia berasal dari Adam AS kemudian darinya Allah SWT menciptakan Hawa sebagai pasangan hidupnya, dan dari keduanyalah manusia berkembang biak dari 2 jenis, pria dan wanita. Bahkan Allah tidak hanya berhenti sampai di sini, dari Adam dan keluarganya ini Allah memproses manusia menjadi berbagai macam bangsa dan suku, agar berpacu untuk saling mengenal dan bertukar informasi, serta berlomba-lomba menjadi manusia yang paling berkualitas dan mulia di sisi-Nya. Bukan saja dengan berbagai bahasa dan warna kulit, tetapi kesemuanya bertujuan agar lebih mengenal kebesaran/kekuasaan Allah.

Terkait dengan ayat di atas, Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azim menyatakan bahwa pada awalnya manusia mengikuti syari’at Adam AS sampai akhirnya mereka menyembah berhala. Lalu Allah mengutus Nuh AS, maka ia adalah Rasul pertama yang diutus Allah kepada penduduk bumi. Adalah hal yang mungkin disebabkan kesederhanaan syari’at Nabi Adam AS, Nabi Syits AS, dan berakhir dengan penyembahan berhala, sehingga Ibn Katsir menyatakan Nuh AS adalah Rasul mula-mula yang diutus Allah untuk segenap manusia.

Hal senada juga disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Yunus ayat 19:

وَمَا كَانَ النَّاسُ اِلَّآ اُمَّةً وَّاحِدَةً فَاخْتَلَفُوْاۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيْمَا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ١٩

“Manusia itu dahulunya hanya umat yang satu (dalam ketauhidan), lalu mereka berselisih. Seandainya tidak karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu pastilah di antara mereka telah diberi keputusan (azab di dunia) tentang apa yang mereka perselisihkan itu.”

Menurut Ibn Katsir keseluruhan manusia dulunya beragama yang sama yaitu Islam. Kemudian terjadi perselisihan di antara mereka lalu ada yang menyembah berhala, maka Allah mengutus para Rasul dengan membawa tanda-tanda kerasulan dan penjelasan-penjelasannya, alasan-alasan yang nyata serta bukti-bukti yang tidak dapat dibantah.  Maksud ayat tersebut menurut al-Suyuti adalah bahwa manusia pada mulanya hidup rukun, bersatu dalam satu agama, sebagai satu keluarga. Tetapi setelah mereka berkembang biak dan mempunyai kepentingan yang berbedabeda, timbullah berbagai kepercayaan yang menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu Allah mengutus Rasul yang membawa wahyu dan untuk memberi petunjuk kepada mereka. Sedangkan menurut Al-Tabari kurun waktu antara Adam dan Nuh sekitar 10 abad, semua anak-anak Adam waktu itu beragama satu yang benar yaitu Islam. Pandangan Ibnu Katsir, Al-Suyuti maupun Al-Tabari tentang penafsiran ayat 19 Surat Yunus tersebut ternyata tidak ada perbedaan.

Di bumi, pasangan Adam dan Hawa bekerja keras mengembangkan keturunan. Keturunan pertama mereka ialah pasangan kembar Qabil dan Qalima, kemudian pasangan kedua Habil dan Labuda. Setelah keempat anaknya dewasa, nabi Adam AS mendapat petunjuk agar menikahkan keempat anaknya secara bersilang, Qabil dengan Labuda, Habil dengan Qalima. Namun Qabil menolak karena Qalima lebih cantik dari Labuda. Adam kemudian menyerahkan persoalan ini kepada Allah SWT dan Allah SWT memerintahkan kedua putra Adam untuk berkurban. Siapa yang kurbannya diterima, ialah yang berhak memilih jodohnya. Untuk kurban itu, Habil mengambil seekor kambing yang paling disayangi diantara hewan peliharaannya, sedang Qabil mengambil sekarung gandum yang paling jelek dari yang dimilikinya. Allah SWT menerima kurban Habil, dengan demikian Habil berhak menentukan pilihannya.

Nabi Adam mengajak keturunannya untuk menyembah Allah SWT. Nabi Adam menyaksikan kecenderungan anaknya yang pertama terhadap kejahatan, sehingga terjadilah pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 27:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ٢٧

“Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.”

Menurut Ibn Katsir tiadanya kurban Habil disebabkan adanya api yang turun lalu memakan kurbannya dan meninggalkan kurban Qabil dalam keadaan utuh, maka Qabil pun marah dan berkata: “Aku pasti akan membunuhmu sehingga kamu tidak bisa mengawini saudara perempuanku”. Maka Habilpun berkata: “Sesungguhnya Allah menerima kurban orang-orang yang bertakwa”. Sedangkan menurut al-Sabuni pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap Habil disebabkan oleh rasa dengki karena kurbannya tidak diterima Allah, sedangkan kurban Habil diterima oleh-Nya.

Inilah yang merupakan tindak kriminal manusia pertama kali yang dilakukan anak Adam AS yang disebabkan oleh sifat iri hati (dengki) terhadap kenikmatan yang diperoleh adik kandungnya sendiri serta membebaskan nafsu dalam jiwanya karena ambisi yang lewat batas untuk menikahi Qalimah yang nampak lebih cantik daripada adik kandungnya yaitu Labuda.

Menurut al-Razi dalam buku tafsirnya menyatakan bahwa kisah Habil dan Qabil dalam Surat Al-Maidah tersebut diungkapkan Tuhan adalah merupakan hiburan kepada Nabi Muhammad Saw. karena beliau mendapatkan kenikmatan yang paling agung berupa agama yang haq.

Ditambahkan pula oleh Ibn Katsir bahwa ayat 27 Surat al-Maidah tersebut merupakan penjelasan Tuhan tentang jeleknya akibat suatu perbuatan yang aniaya, dengki serta kezaliman dari kisah kedua anak Adam AS yaitu Qabil dan Habil. Salah seorang (Qabil) membunuh yang lain (Habil) secara aniaya disebabkan sifat dengki, karena Allah memberi kenikmatan kepada Habil dengan diterimanya qurbannya yang dilakukan secara ikhlas, maka berbahagialah yang terbunuh (Habil) dengan hilangnya semua dosa-dosanya karena harus ditanggung pembunuhnya, serta ia akan masuk ke dalam surga.

Sedangkan pembunuhnya (Qabil) kecewa dan takkan putus dirundung malang selamanya di dunia maupun di akhirat. Kisah ini diceritakan oleh ulama salaf maupun ulama khalaf, sifat aniaya dan dengki tersebut dinyatakan pula sebagaimana sifat kaum Yahudi dan yang menyerupainya.  Pernyataan Ibn Katsir tersebut valid karena sifat iri berakibat kaum Yahudi dan Nasrani tidak mau menerima seruan nabi Muhammad SAW untuk masuk Islam. Kaum Nasrani umumnya tetap dalam kekafiran mereka karena keimanan mereka yang disebut dengan trinitas, sesuai dengan hasil Konsili Necea tahun 325 M. Wallahu A’lam. []


Penulis: Kholaf Al Muntadar
Editor: Lisantono