Biografi KH. Anas Abdul Jamil Buntet, Muqaddam Pertama Tarekat Tijaniyah Indonesia

 
Biografi KH. Anas Abdul Jamil Buntet, Muqaddam Pertama Tarekat Tijaniyah Indonesia

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2 Wafat
1.3 Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Anak-anak
3.2  Murid-murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Mendirikam Pesantren
4.2  Karier Beliau

6.    Referensi

 

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
KH. Anas Abdul Jamil terlahir dengan nama Muhammad Anas. Ibu beliau bernama Nyai Qori’ah dan ayah beliau bernama Kyai Abdul Jamil. Beliau adalah putra kedua dari empat bersaudara yang dilahirkan pada tahun 1883 M di Desa Pekalangan Cirebon. Kakaknya bernama KH. Abbas dan kedua adiknya bernama KH. Ilyas dan KH. Akyas. Keempat kakak adik ini sejak usia muda sudah memimpin pesantren secara estafet dari para pemimpin sebelumnya. Ayah beliau, KH. Abdul Jamil adalah putra KH. Muta’ad yang tak lain adalah menantu pendiri pesantren Buntet, Kiai Muqayyim.

1.2 Wafat
Beliau wafat pada tahun 1945, jenazah beliau dimakamkan di selatan pondok pesantren (ponpes) Buntet Cirebon Jawa Barat.

1.3 Riwayat Keluarga
Beliau menikahi seorang wanita sholehah dari pernokajan itu dikaruniai beberapa anak.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu

KH. Anas Abdul Jamil menempuh jenjang pendidikan kepesantrenannya setelah terlebih dahulu dibekali dasar agama yang cukup oleh ayahnya sendiri, KH. Abdul Jamil. Pendidikan pesantrennya dimulai di pesantren Sukanasari Plered Cirebon di bawah pimpinan Kyai Nasuha selama empat tahun. Kemudian beliau pindah ke pesantren di Tegal di bawah asuhan Kyai Sa’id. Setelah itu, beliau pindah ke pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur di bawah asuhan KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947), tokoh kharismatik pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Pengenalan KH. Anas Abdul Jamil terhadap Tarekat Tijaniyah, dilakukannya pada saat beliau menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 1924. Kepergiannya ini menuruti anjuran kakaknya, Kyai Abbas, yang terlebih dahulu berjumpa dengan Syekh Ali tetapi tidak mengambil baiat Tarekat Tijaniyah tersebut meskipun sudah menyenangi tarekat ini. Hal yang disebabkan tanggung jawabnya sebagai mursyid Tarekat Syattariyah di Pesantrennya.

Atas perintah Kyai Abbas, pada 1924. KH. Anas Abdul Jamil pergi ke Tanah Suci untuk mengambil talqin Tarekat Tijaniyah dan bermukim di sana selama tiga tahun. Pada bulan Muharram 1346 H/Juli 1927 M, KH. Anas Abdul Jamil pulang kembali ke Cirebon. Kemudian, pada Bulan Rajab 1346H/Desember 1927, atas izin Kyai Abbas kakaknya, KH. Anas Abdul Jamil menjadi guru Tarekat Tijaniyah.

2.2 Guru-Guru:

  1. Kyai Abdul Jamil
  2. Kyai Nasuha
  3. Kyai Sa’id
  4. KH. Hasyim Asy’ari
  5. Syekh Alfa Hasyim Madinah
  6. Syekh Ali al-Thayyib

3. Penerus Perjuangan

3.1  Anak-anak

KH. Abdul Hamid Anas

3.2 Murid-murid

  1. Kyai Akyas dan adik iparnya
  2. Kyai Hawi
  3. Kyai Murtadha
  4. Kyai Abdul Khair (Buntet, Cirebon),
  5. Kyai Muhammad Shalih (Pesawahan, Cirebon)
  6. Kyai Bakri (Kesepuhan, Cirebon)
  7. Kyai Muhammad Rais (Cirebon)
  8. Kyai Ismail Badruzzaman (Garut, Jawa Barat),
  9. Kyai Muhammad (Brebes, Jawa Tengah)
  10. Kyai Sya’rani
  11. Syekh Ali Basalamah (Jati Barang, Brebes)
  12. Kyai Jauhari (Prenduan Sumenep, Jawa Timur)
  13. Kyai Khazin (Banyuanyar, Probolinggo).

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

KH. Anas Abdul Jamil juga pribadi yang sederhana, rendah hati, wibawa, ulet, tekun dan tidak menampakkan kekerasan dalam setiap tindakannya serta selalu berpandangan jauh ke depan.

KH. Anas Abdul Jamil inilah yang membawa, merintis dan memperkenalkan pertama kali Tarekat Tijaniyah di Cirebon. Beliau mengajarkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari Tanah Suci, terutama kitab-kitab pegangan pokok Tijaniyah, seperti kitab Jawâhir al-Ma’âni, Bugyah al-Mustafid, dan Munyah al-Murid. Kiai Anas mengambil talqin dari Syekh Alfa Hasyim di Madinah.

Dalam Tarekat Tijaniyah dikenal istilah muqaddam min muqaddam artinya seorang ikhwan Tijaniyah bisa melakukan bai’at lebih dari sekali kepada muqaddam lainnya dengan alasan ketakwaan, senioritas usia, ataupun disiplin ilmu yang dimiliki muqaddam senior tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa KH. Anas Abdul Jamil melakukan bai’at tarekatnya dua kali yaitu dari Syekh Alfa Hasyim di Madinah dan dari dari Syekh Ali al-Thayyib, murid dari Syekh Alfa Hasyim ketika ia datang ke Indonesia tahun 1937.

Langkah pertama yang dilakukan KH. Anas Abdul Jamil setelah kepulangannya dari Makkah adalah menyebarkan ajaran Tarekat Tijaniyah di lingkungan Buntet, Cirebon, Jawa Barat, sehingga pada akhirnya berkembanglah dua tarekat secara bersamaan; Tarekat Syathariyah dipimpin oleh Kyai Abbas dan Tarekat Tijaniyah oleh Kiai Anas.

Sementara kedua tarekat itu terus berkembang, tiba pula saat yang tepat bagi Kyai Abbas, kakaknya Kyai Anas untuk mengambil bai’at Tarekat Tijaniyah bukan dari adiknya, melainkan dari Syekh Ali At-Thayyib sendiri sewaktu Syekh Ali berkunjung ke Bogor pada tahun 1937.

Sementara jalur sanad Tarekat Tijaniyah Syekh Ali at-Thayyib ialah, Syekh Ali menerima dari Syekh Muhammad Alfa Hasyim, dari Syekh Al-Haj Sa’id, dari Syekh Umar ibn Sa’id (al-Futi), dari Muhammad Al-Ghali, dari Syekh Ahmad At-Tijani.

Keberadaan tarekat ini mendapat sambutan baik, sehingga pengikutnya bukan saja dari Cirebon, Jawa Barat, tetapi juga dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa ulama diangkat muqaddam oleh KH. Anas Abdul Jamil, seperti adiknya sendiri, Kyai Akyas dan adik iparnya, Kyai Hawi, Kyai Murtadha, Kyai Abdul Khair (Buntet, Cirebon), Kyai Muhammad Shalih (Pesawahan, Cirebon), Kyai Bakri (Kesepuhan, Cirebon), Kyai Muhammad Rais (Cirebon), Kyai Ismail Badruzzaman (Garut, Jawa Barat), Kyai Muhammad (Brebes, Jawa Tengah), Kiai Sya’rani dan Syekh Ali Basalamah (Jati Barang, Brebes), Kyai Jauhari (Prenduan Sumenep, Jawa Timur) dan Kyai Khazin (Banyuanyar, Probolinggo).

Pesantren Buntet, Cirebon, tetap menjadi pusat penyebaran Tijaniyah di Jawa. Setelah generasi pertama muqaddam tarekat ini meninggal dunia yaitu KH. Anas Abdul Jamil, Kyai Abbas dan Kyai Akyas dan Kyai Hawi, maka dilanjutkan oleh generasi penerusnya. Kyai Hawi telah mengangkat sekurang-kurangnya tujuh muqaddam, yaitu putranya sendiri, Kyai Fahim Hawi (Buntet), Kyai Junaid ibn Kyai Anas (Sidamulya, Cirebon), KH. Abdullah Syifa (Buntet), Kyai Muhammad Yusuf (Surabaya), Kyai Muhammad Basalamah (Brebes), Kyai Baidhawi (Sumenep) dan Kyai Rasyid (Pesawahan, Cirebon), dan Ny. Hamnah (Kuningan). Muqaddam terakhir ini membentuk kelompok Tijaniyah dari kalangan wanita di Kecamatan Lebakwangi, Kuningan, Jawa Barat pada 1988 M, kemudian dilanjutkan oleh Ny. Hanifah, pengganti Ny. Hamnah.

4.1 Mengasuh Pesantren
KH. Anas Abdul Jamil bersama saudara-saudaranya sejak usia muda sudah memimpin pesantren Buntet secara estafet dari para pemimpin sebelumnya.

4.2 Karier

  1. Pengasuh pesantren Buntet
  2. Pemimpin Tarekat Tijaniyah

6. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs:

  1. Holistik
  2. https://jabar.nu.or.id

 

 

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya