Info Harian Laduni.ID: 18 April 2024

 
Info Harian Laduni.ID: 18 April 2024

Laduni.ID, Jakarta - Hari ini Kamis, 18 April 2024 bertepatan hari lahir KH. Imam Shonhaji, Nyai Hj. Rofiqoh Dharto Wahab dan hari wafat KH. Achmad Damanhuri Ya’qub, KH. Warson Munawwir.

KH. Imam Shonhaji
KH. Atang atau yang akrab dengan sapaan KH. Imam Shonhaji lahir di Subang pada tanggal 18 April 1942. Beliau merupakan anak ketiga dari pasangan H. Muhyiddin dan Hj Nuraenah.

KH. Imam Shonhaji menikah dengan Nyai Hj. Raden Maemunah Haedar, putri Pengasuh Ponpes Sukamiskin KH. Raden Haedar Dimyati.

KH. Imam Shonhaji wafat pada Desember 2009. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga besar Pondok Pesantren Sukamiskin, Bandung.

KH. Imam Shonhaji memulai pendidikannya dengan belajar di Sekolah Rakyat (SR), setelah selesai beliau meneruskan ke Madrasah Ibtidaiyah di Babakan Ciwaringin Cirebon. Kemudian melanjutkan pendidikannya lagi ke MTs dan MA Ponpes Lirboyo di Kediri, Jawa Timur. Setelah menuntut ilmu di Jawa Timur selesai, beliau merantau ke Bandung sambil belajar ngaji di Pondok Pesantren Sukamiskin Bandung.

KH. Imam Sonhaji merupakan pemimpin keempat yang meneruskan kepemimpinan dari KH. R. Haedar Dimyati. Pada tahun 1965 KH. Imam Shonhaji mulai menginjakan kaki di Sukamiskin sebagai santri, sampai pada akhirnya KH. Imam Shonhaji menikah dengan anak pertama KH. R. Haedar Dimyati yaitu Hj. Memunah Haedar.

Peranan KH. Imam Shonhaji di Nahdlatul Ulama (NU) beliau diangkat menjadi Rais Syuriah di NU. Beliau mengisi bidang keagamaan yaitu dakwah dan pengajian di sekitar lingkungan rumah, sedangkan dalam bidang sosial kegiatan yang dilaksanakan ialah adanya “santri raksa moral, santri raksa desa, santri nyaah ka kolot, santri raksa usaha, santri raksa pangan”.

Simak biografi lengkapnya di: KH. Imam Shonhaji

Nyai Hj. Rofiqoh Dharto Wahab
Nyai Hj. Rofiqoh Dharto Wahab, lahir 18 April 1945, di Kranji, Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Ayah beliau, KH. Ahmad Munawwir adalah pengasuh Pesantren Munawwirul Anam Kabupaten Pekalongan.

Hj. Rofiqoh Dharto Wahab wafat pada Rabu, 12 Juli 2023 pukul 08.45 WIB di RS Haji Pondok Gede Jakarta. Jenazah terlebih dahulu disemayamkan di kediaman beliau, di Jalan H Nawi 45, Jatimakmur, Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat. 

Di Pesantren Buntet Cirebon beliau banyak belajar dan mengasah kemampuan beliau membaca Al-Qur’an secara tepat dan indah, yang kelak menjadi modal penting beliau menjadi penyanyi Qasidah. Sejak muda Hj. Rofiqoh telah menekuni dan mengikuti lomba tilawatil Qur'an dari tingkat kecamatan hingga provinsi.

Sejak suami beliau wafat tahun 1997, Hj. Rofiqoh mengurangi intensitas kegiatan luar rumah. Hj. Rofiqoh mengelola dan memimpin kelompok pengajian Ittihadul Ummahat (Persatuan Ibu-ibu) di kawasan kota legenda di Bekasi Timur, mengelola kelompok pengajian Romuna (akronim dari Rofiqoh, Munawwir, dan Munadzorah), dan Yayasan Gadi Fi Muna yang membawahi majlis taklim, taman kanak-kanan dan sejumlah kegiatan sosial.

Perjalanan karir beliau beberapa kali mengalami ketidakstabilan. Karya beliau pernah diklaim oleh kelompok Manikebu (seniman dan sastrawan sayap kanan) dalam sengketa melawan Lekra (seniman dan sastrawan sayap kiri) karena pada masa ini Islam dianggap sesuatu yang bertentangan dengan PKI.

Berkat kegigihan Hj. Rofiqoh, yang berperan aktif dalam dunia kesenian dalam seni qasidah dan gambus tersebut. Selain mendapat julukan sebagai bintang qasidah yang bersinar. Hj. Rofiqoh juga mendapat penghargaan HAS atas kategori “Tokoh Sejarah” dalam perjalanan berkesenian warga NU.

Simak biografi lengkapnya di: Nyai Hj. Rofiqoh Dharto Wahab

KH. Achmad Damanhuri Ya’qub
KH. Achmad Damanhuri Ya’qub terlahir dengan nama Achmad Dzahabi di Kemiri Barat pada tanggal 3 Juni 1938. Ayahnya bernama Ya’qub adalah seorang petani tembakau yang sangat ulet dan ibunya bernama Siti Habibah. Dan KH. Achmad Damanhuri Ya’qub wafat pada tanggal 18 April 2011.

KH. Achmad Damanhuri memulai pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Gunung Pring dan lulus tahun 1952, karena begitu besar minat belajar yang beliau miliki sehingga mendorong beliau untuk melanjutkan pendidikan di Madrasah Diniyah Wustho Subah sekaligus nyantri di pondok pesantren yang diasuh oleh Kyai Sobari. Pada tahun 1956 beliau pindah ke Pesantren Mentosari Gringsing selama beberapa bulan, beliau juga tercatat pernah mondok di Pesantren Catak Gayam Jombang serta mondok di Pesantren Tebuireng Jombang.

Setelah menikah, berbekal ilmu dan pengalaman berdakwah semasa mondok beliau terjun ke masyarakat. Pada saat itu kondisi perkembangan Desa Kemiri baik material maupun spiritual mengalami kelambanan bahkan dapat dikatakan statis, begitupun kesadaran masyarakat terhadap pendidikan relatif masih rendah.

Dalam upaya memajukan keagamaan dan pendidikan beliau bersama rekan-rekannya pada tahun 1971 mendirikan Yayasan Wakaf Darussalam yang awalnya berupa wakaf minyak untuk masjid. Berkat dorongan dari KH. Muhaiminan Gunardo melalui pesannnya “Mulai dino iki Mbah Daman kudu ngaji, aku wis weruh panggonan kene kimplang-kimplang”.

Simak biografi lengkapnya di: KH. Achmad Damanhuri Ya’qub
Simak chart silsilah sanad ilmu KH. Achmad Damanhuri Ya’qub

KH. Warson Munawwir
KH. Ahmad Warson Munawwir lahir pada hari Jum’at Pon tanggal 20 Sya’ban 1353 H atau 30 November 1934 M di Pondok Pesantren Al Munawwir. KH. Ahmad Warson Munawwir merupakan putra dari pasangan KH. Munawwir dengan Nyai Hj. Khusnul Khotimah.

KH. Ahmad Warson Munawwir wafat pukul 06.00 WIB hari Kamis, 8 Jumadil Akhir 1434 H atau 18 April 2013. Beliau meninggal dunia karena sakit serangan jantung. Jenazah beliau dimakamkan di pemakaman keluarga Pondok Pesantren Al Munawwir Dongkelan, Bantul, Yogyakarta.

KH. Ahmad Warson Munawwir kecil, beliau memulai pendidikannya dengan belajar segala keilmuan yang ada di pesantren langsung kepada kakak iparnya, yaitu KH. Ali Maksum.

Sebelum mendirikan kompleks Pesantren Putri, KH. Ahmad Warson Munawwir membuka pengajian terbuka untuk takhosshus bagi setiap santri kompleks manapun di rumahnya setiap hari, pukul 07.00 hingga pukul 11.00 Pelajaran yang dibahas adalah Pelajaran Bahasa Arab. 

Menurut penuturan KH. Habib Syakur, santri alumni Pondok Pesantren Krapyak, mengatakan salah satu karya fenomenal KH. Ahmad Warson Munawwir adalah dengan Kamus Al-Munawwir, kamus tersebut dicetak pertama kali pada 1976 masih dengan tulisan tangan dan baru sampai dengan huruf dzal.

Sebagai pengajar, KH. Warson muda menjadi guru yang simpatik karena kecakapan dan keramahannya di mata para santrinya. Di usia belia, beliau telah memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran. Di luar kelas pun, beliau menjadi kawan bermain yang egaliter bagi segenap santri.

Simak biografi lengkapnya di: KH. Warson Munawwir
Simak chart silsilah sanad ilmu KH. Warson Munawwir

Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.

Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.