Ahmad Dhani, Wali, dan Mi’roj; Sebuah Kisah Reflektif

 
Ahmad Dhani, Wali, dan Mi’roj; Sebuah Kisah Reflektif

LADUNI.ID, Jakarta - Awal-awalnya, Dhani ingin jadi DKI 1. Saya mendengar itu semua dari media lalu saya tanya sendiri. Tapi foto perjumpaan ini, adalah pada saat peresmian Kedai Kopi Elite, dia ingin mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Bekasi setelah gagal dicalonkan DKI 1. Inilah percakapannya.

"Kenapa kamu ingin ikut-ikutan nyalon?" kataku.

"Ya aku ingin punya kebijakan," jawab Dhani.

"Kamu gak perlu gitu," kataku.

"Kenapa?"

"Kamu itu sudah menjadi wali Allah (di bidang seni). Wali itu kalau mau apa-apa tinggal bisikin Malaikat, maka akan ada perubahan jika itu kebaikan datang dari-Nya, kehendak-Nya, do'anya akan diijabah. Kalau kamu ikut partai, kamu turun kelas. Birokrasi diatur oleh sistem yang dibuat oleh manusia, mana ada Wali tunduk pada sistem selain ketentuan Al-Qur’an?" kataku padanya.

"Tapi…," katanya. Akupun langsung memotong dengan berkata:

"...buatlah karya yang menggugah, yang menginspirasi, yang mempengaruhi, yang menyadarkan, kamu disitu! Maqom kita disitu!" ucapku.

"Tidak tidak tidak," beliau menyanggah.

Percakapan kita terhenti, karena aku harus manggung dan Dhani duduk bersama pemilik kedai kopi. Aku menghiburnya.


Catatan:

Dhani dan aku satu guru, tapi rupa-rupanya dia telah kehilangan gurunya (yang sulit ditemui dan tidak ingin ditemui/bersembunyi/sengaja, saya tahu alasannya), dan Dhani kehilangan arahannya, izinnya, do'anya, restunya, sehingga Dhani tak tahu menentukan jalan pijakan ke depan.

Kerena bagi Dhani mau apa lagi hidup di seni. Dia sudah di ujung pencapaian, penghargaan, sudah semua, kecuali dunia baru (mungkin). Maka menjadi pemimpin yang punya kebijakan adalah pilihannya, sekali lagi, mungkin lho (menurutku).

Dhani itu jenius (akhir-akhir kala itu dia baru menyadari) dan dicintai pemirsa (kala itu) akibat perceraian. Terbukti anak-anaknya ikut semua padanya, pemirsa pro padanya.

Dhani tetap Dhani. Dia terlahir memang harus jadi orang besar, dan orang besar ujiannya besar. Meski dia dikucilkan di jeruji besi. Dia tetap akan menjadi besar! (dia cuma kena UU ITE, siapapun Nitizen bisa kena).

Dhani di penjara malah justru baik baginya, dengan begitu dia kini banyak waktu untuk merenung dan dijadikan lagu-lagu baru. Sementara kalau di luar. Dhani banyak dimanfaatkan, banyak pembisik, banyak yang dompleng, ngeri aku membayangkan SETAN POLITIK dan kroni-kroninya!

Sekarang Dhani tahu mana teman mana lawan sejati (hayooo yang merasa teman sejati tidurlah bersamanya di jeruji besi agar Dhani tidak pernah sepi, apa ada yang mau???) atau bela Dhani sampai mati! Sekali lagi, tidak ada TEMAN SEJATI dalam politik. Yang ada hanyalah KEPENTINGAN ABADI.

Ayo Dhani saatnya NAIK KELAS (mi'roj). Saatnya mencari hidayah dari-Nya. Jeruji itu adalah goa kamu, tempat persembunyianmu dari dunia luar, seperti goa-goa para Nabi. Goa Tsur, goa Ashabul Kaffi, Gua Hira. Allah Ya Jabbar yang memaksamu masuk ke dalam gua! Jangan melihat masalahnya, jangan melihat yang lain, kecuali Allah!

Alfatihah…

(Ditulis oleh Dik Doank, Majelis go'A. Judul awal: "Pertemuan Penting yang Dianggap Tidak Penting")