Cerita Ziarah ke Makam Imam Al-Ghazali

Memperoleh Donasi Sebesar : Rp 0. Donasi Sekarang
 
Cerita Ziarah ke Makam Imam Al-Ghazali

LADUNI.ID, Jakarta - Imam al-Ghazali dalam sejarah wafat pada tahun 1111 M di tanah kelahirannya, Parsia kota tua Tus. Informasi terkait keberadaan bukti fisik tempat persemayaman terakhir Sang Imam sangat terbatas.

Catatan para akademik Sang Imam al-Ghazali hanya wafat di kampung kelahirannya setelah lama mengembara. Tus merupakan kota tua yang letaknya dekat dengan kota besar Mashad, provinsi Khurasan Rezavi, Iran. Provinsi ini berbatasan langsung dengan Herat di Afganistan.

Menuju ke kota kelahiran Sang Imam al-Ghazali, dari Teheran naik bus atau kereta tujuan Mashad. Sampai di Mashad, naik angkutan kota atau taksi yang dapat ditempuh sekitar 1 jaman. Lalu berhenti di halte Ferdowsi, sebagai halte terakhir dari trayek bus tersebut.

Ziarah ke Makam Imam Al-Ghazali

Saat melakukan ziarah ke makam Imam Al-Ghazali, Ulummudin menceritakan bahwa dari halte Ferdowsi dapat berjalan kaki menyusuri rumah-rumah penduduk sampai ke ladang-ladang warga. Di tengah ladang itu, peziarah akan menemukan sebuah bangunan yang dikelilingi oleh kawat besi dan beratapkan asbes. Di tempat itulah, sang Imam al-Ghazali dimakamkan.

“Makamnya masih sangat sederhana, hanya gundukan tanah tanpa ada variasi lain sebagai ornamen untuk memperindah seperti pada makam tokoh lainnya,” cerita Ulummudin, sebagaimana dikutip Laduni.id dari laman alif.id pada Selasa (3/2).

“Di sana hanya ada papan  informasi yang mengabarkan bahwa ini adalah makam yang diduga kuat milik Imam al-Ghazali. Berdasarkan informasi yang tertulis, makam ini ditemukan pada tahun 1995 oleh petani yang sedang menggarap ladangnya,” jelasnya.

Ulummudin juga menceritakan bahwa di sekitar makam sang Imam al-Ghazali adalah ladang gandum yang luas. Ketika mengolah lahan, si petani menemukan bangunan kuno yang tertimbun tanah. Si petani kemudian melaporkannya ke pemerintah. Setelah dilakukan penggalian, di dalam bangunan tersebut ditemukan peti yang berisi kitab karangan Imam al-Ghazali.

Di tempat itu, ada empat makam yang saling berdekatan. Menurut penuturan juru kunci makam, makam yang paling besar adalah makam Imam  al-Ghazali. Di sampingnya terdapat makam istri, anak, dan muridnya.

“Suasana makam Imam al-Ghazali terlihat sepi tanpa pengunjung. Boleh dikata makam Imam al-Ghazali belum terawat secara maksimal. Keadaannya sangat kontras dengan ketokohan sang imam sebagai ulama yang sangat disegani pada masanya,” terang Ulummudin.

Tentang Imam Al-Ghazali

Nama Imam al-Ghazali sudah tidak asing di kaum pesantren dan akademik muslim Indonesia. Nama sang Imam al-Ghazali sangat harum melalui karya-karyanya yang mengagumkan. Imam al-Ghazali terkenal di kalangan pesantren dan akademik muslim lewat karya masterpiecenya Ihya Ulumuddin. Serta karya lainnya yang mengawinkan tasawuf dan syariat.

Imam al-Ghazali lahir di Persia kota Tus, Khurasan, Iran, 1058 M dan wafat di tahun 1111 M. Kehidupan Imam al-Ghazali sangat menginspirasi kaum intelektual muslim. Sejak kecil bersama adik bernama Ahmad Ghazali dan sang ibu.

Sebagaimana dilansir dari laman matamaduranews.com,  Sejak kecil, Sang Imam al-Ghazali dititipkan kepada salah seorang teman ayahnya untuk dididik. Pencarian ilmunya dilanjutkan ke Jurjan atau Gorgon, yang sekarang terletak dekat laut Kaspia.

Dari Jurjan, ia meneruskan pendidikannya ke madrasah Nidzamiyah cabang Nishapur di bawah bimbingan guru besar Imam Juwaini atau yang dikenal dengan Imam Haramain.

Di sana namanya mulai dikenal karena kecerdasannya, hingga terbiasa menggantikan Imam Haramain ketika beliau berhalangan mengajar. Berita ini terdengar oleh wazir atau Perdana Menteri Nizhamul muluk dari dinasti Seljuk.

Ia kemudian diminta untuk mengajar di Madrasah Nizhamiyah yang berpusat di Baghdad  sampai memegang jabatan rektor. Setelah cukup lama mengajar, Sang Imam al-Ghazali merasakan keresahan yang luar biasa. Ilmu yang dipelajarinya selama ini tidak mampu membuat hatinya tenang.

Penguasan ilmu teologi, mantiq, fikih, sampai filsafat belum menenangkan bathinnya. Kegelisahan Sang Imam al-Ghazali mendorong untuk meninggalkan semua jabatan struktural di madrasah. Lalu mencari kebenaran untuk mengenal sang rabb, Allah Swt.

Sang Imam al-Ghazali kemudian mengembara ke negeri Islam di bagian barat. Beliau pergi ke Yerusalem, Damaskus, Mesir, hingga menunaikan haji ke Mekkah. Di Damaskus Sang Imam al-Ghazali tinggal lama dan bermeditasi di salah satu menara masjid di sana.

Beliau menempuh jalan seorang sufi untuk menemukan hakikat kebenaran. Sang Imam al-Ghazali terjun total ke dunia tasawuf. Melalui olah hati, ruh dan rasa akhirnya Sang Imam al-Ghazali menemukan apa yang dicarinya.

Bagi para pembaca yang ingin berziarah ke sana tidak perlu khawatir dengan keamanan karena masyarakatnya sangat ramah.