Biografi Abuya Dimyati Cilongok

 
Biografi Abuya Dimyati Cilongok

Daftar IsiBiografi Abuya Dimyati Cilongok 

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Guru-guru
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Awal Perjalanan dan Dakwah Abuya Dimyati Cilongok
3.2  Kisah Abuya Dimyati Cilongok Dengan Tiga Orang Perampok
4.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Abuya Dimyati lahir dari pasangan H. Romli dan Hj. Ruqayah sekitar tahun 1928 di kampung Doyong Tangerang.

1.2 Wafat
Abuya Ahmad Dimyati meninggal pada 1 Januari 2001, beliau dimakamkan di depan masjid yang pertama beliau bangun di Cilongok

2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan
Ayah beliau Kyai Romli meninggal pada usia muda bersama istrinya. Abuya dan adik-adik beliau dawing dan Hj.Diyong di angkat anak oleh H.Sidik dan Hj. Ilot org nomor dua terkaya di cilongok waktu itu. Cucu dari Kyai Khaerun Doyong inipun akhirnya lebih banyak menghabiskan waktunya utk belajar dipondok pesantren.

Bahkan saat mondok beliau mendapat julukan  ” Sibangbara” karna hampir setiap waktu dikamar beliau selalu terdengar suara beliau yang berdengung” karna membaca kitab. Beliau pertama kali mondok di KH. Muhidin Kosambi lalu diteruskan ke Abuya Prawira Sekong lalu dilanjutkan  Kyai Dahlan Tanjakan lalu ke Mama Bakri Purwakarta dan beberapa tempat lain.

2.1 Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau selama hidupnya adalah sebagai berikut:

  1. KH. Muhidin Kosambi
  2.  Abuya Prawira Sekong
  3. Kyai Dahlan Tanjakan
  4. Mama Bakri Purwakarta

3.  Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Awal Perjalanan dan Dakwah Abuya Dimyati Cilongok

Abuya Dimyati Cilongok merupakan pendiri pondok pesantren Al Istiqlaliyah yang berdiri sejak tahun 1957 M. Abuya Dimyati Cilongok merupakan seorang ulama besar di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten dan seorang ulama yang memiliki komitmen kuat menjaga tradisi pesantren.

Setelah beliau menghabiskan waktu 15 tahun untuk menuntut ilmu dan  merasa cukup dalam menuntut ilmu, akhirnya beliau kembali menetap di cilongok. Dan beliau pun didirikan pondokan oleh H.Sidik yang begitu menyayanginya. Cilongok dahulu bukan seperti Cilongok saat ini. Dulunya bernama Ciwedari. Dulunya sarang Jawara dan Dukun atas perjuangan Abuya sekarang menjadi sarangnya Kyai dan Santri.

Kalo dulu di Gelam ada Jawara paling Jago gurunya pasti dari Cilongok. Kalo Dulu di Cikupa ada ahli santet paling Jago gurunya pasti dari Cilongok. Bahkan H.Sidik dulunya adalah Jawara dan Raja panggung karena menyediakan alat” panggung. Semua berkat syareat perjuangan berat Abuya sehingga menjadi seperti sekarang.

Banyak cobaan dan rintangan dalam berdakwah yang harus dihadapi Abuya bahkan Nyawapun menjadi taruhannya. Bagaimana tidak?semua pada terkejut dan tidak senang dengan berdirinya pesantren terutama para Jawara,para Dukun dan kroni-kroni nya.

Bahkan Pondok yang pertama dibuat ,dibakar mereka sampai 4 kali. Tiap kali dibakar Abuya selalu menerimanya dengan tersenyum dan kembali membangunnya. Banyak sekali para jawara yang suka menghina beliau saat ketemu tapi beliau hanya diam tersenyum. Banyak juga para ahli ilmu hitam yang mengirimkan santet tapi selalu mental dan tak pernah dibalas. para jawara dan dukun kebingungan sendiri. Menghadapi Abuya yang selalu mereka hina dan ejek agar terjadi perkelahian. Tapi Abuya tdk pernah marah bahkan selalu baik dan ramah kepada mereka. Akhirnya suatu ketika mereka mendapat kesempatan utk itu.

Saat seorang Jawara paling jago bahkan rajanya para jawara Cutak Asmaran mendengar bahwa Rambut Abuya nggak bisa digunting situkang cukur. Membatinlah Sang Jawara ini.

“Kurang ajar ternyata dimyati mau pamer ilmu,ternyata senyumnya selama ini palsu,sok Tawadhu,mau nantangin gua,gua habisin lu malam ini juga Dimyati!!!” membatin sang jawara dan saat itu juga beliau mendatangi rumah Abuya.

Padahal Abuya saat mengetahui rambutnya tak mempan dicukur malah masuk kedalam kamar dan menangis. Karna bukan itu yang beliau inginkan. Cutak asmaran sebelumnya minta izin dulu dengan ayah angkat Abuya utk berduel dengan Abuya.

Jawara tempo dulu walaupun jawara tapi masih memakai adab yang tinggi. Kalo zaman sekarang terkadang seorang santri pun ada yang suka menghina orang lain karna lupa dengan adab nya.

“Mau pake cara apapun ente gak bakal bisa ngalahin si Dimyati” Tegas H.Sidik Ayah angkat Abuya Dimyati Cilongok kepada Cutak Asmaran yang menantang Abuya untuk berduel.

Dengan santai dan penuh keanggunan Abuya berjalan keluar rumah utk menghadapi Cutak Asmaran. Mereka berduel di depan rumah, saat sudah saling berhadapan dalam jarak 5 meter  Saat sudah keduanya benar dalam posisi siap pertarungan pun dimulai.

Kemudian keduanya hanya duduk diam semedi tapi terdengar suara pukulan saling pukul,suara perkelahian. Mereka berdua memakai ilmu meraga sukma, akhirnya selang beberapa lama perkelahian selesai tanpa ada yang bersimbah darah.

Dua duanya sama sama kuat. Akhirnya perkelahianpun berubah menjadi ajang perlombaan meraga sukma kedalam benda. Cutak kasmaran mengaku kalah karna Abuya bisa masuk kedalam telur ayam sedangkan Cutak Asmaran bisanya cuma didalam botol.

Sejak saat itu Abuya agak sedikit tenang. Tiada lagi yang berani menganggu beliau selain Cutak Asmaran. Emang bagaimanapun jawara tetaplah jawara sebelum mati tetap saja gak menerima kekalahannya. Akhirnya untuk mencegah pertarungan yang tiada akhir, H.Sidik pun memakai siasat menikahkan Hj. diyong dengan adik Cutak Asmaran.

Setelah menjadi keluarga. Cutak Asmaran berubah menjadi pelindung Abuya dalam berdakwah, semakin kuatlah perjuangan Dakwah Abuya. Generasi beliau-beliau inilah yang menjadikan Cilongok seperti sekarang. Pesantren Cilongok pun berkembang pesat berkat Bantuan para Jawara dan Tokoh masyarakat Cilongok. Mungkin tanpa dukungan dan bantuan dari beliau-beliau inilah Cilongok tak sebesar sekarang. Abuya Dimyati, H.Sidik, H.Gozali Cutak Asmaran, dan H.Ahmad adalah Tokoh Empat Pilar Cilongok. Makam para pilar ini berada didepan masjid pertama yang dibangun Abuya.

3.2 Kisah Abuya Dimyati Cilongok Dengan Tiga Orang Perampok

Dikisahkan di akhir tahun 80-an suatu malam saat pondok pesantren sudah mulai sepi, datanglah tiga orang ke kediaman Abuya Dimyati Cilongok yang ternyata adalah perampok. Seperti biasa, apabila ada yang bertamu Abuya Dimyati selalu membukakan pintu dan menyuruh masuk, kapanpun waktunya.

Kemudian perampok itu masuk dengan mengucapkan salam. “Waalaikumsalam mari-mari silakan masuk,” jawab Abuya Dimyati. “Ya terima kasih Abah,” jawab tiga perampok itu.

Masuklah ketiga orang ini, setelah mereka duduk Abuya Dimyati bertanya kepada mereka. “Maaf malam-malam begini ada apa? Ada kepentingan apa?” tanya Abuya Dimyati,

“Maaf Abah Haji kami bertiga datang mau meminta tolong,” ujar salah seorang perampok. “Begini Abah Haji sebelumnya kami benar-benar mohon maaf kami mohon Abah Haji menyerahkan uang naik haji titipan orang yang ada di Abah Haji,” sambung perampok itu.

Adat orang zaman dulu di Banten biasanya menabung atau menitipkan uang naik haji kepada para ustadz atau kyai.

“Oh maaf sekali Abah nggak bisa memenuhi permintaan kalian. Soalnya ini bukan uang Abah tapi kalau punya Abah bisa berikan, tunggu ya,” jawab Abuya Dimyati.

“Sekali lagi maaf Abah Haji, kami justru enggak mau uang Abah Haji, kami maunya uang titipan orang-orang kaya itu. Dengan menyesal sekali kalau Abah Haji tidak mau kasih, terpaksa kami pakai jalan kekerasan,” kata perampok sambil ketiganya itu meletakkan golok di atas meja.

“Oh kalau begitu ya sudah, tunggu sebentar ya,” ujar Abuya Dimyati. Tidak lama kemudian keluarlah Abuya Dimyati sambil membawa koper kulit besar zaman dulu

“Karena kalian memaksa nih ambil semoga bermanfaat, mohon tolong dihitung dulu karena Abah belum menghitungnya,” kata Abuya Dimyati.

“Baik Abah Haji,” ujar perampok itu. Lalu ketiga perampok ini mulai menghitung uang tersebut, sedangkan Abuya Dimyati lalu masuk ke dalam kamar. Mulailah ketiga orang ini menghitung dengan asyiknya, sambil tertawa-tertawa.

Beberapa saat kemudian Abuya Dimyati muncul lagi memberitahu mau ke masjid sholat subuh dan mengajar ngaji. “Kalian tenang-tenang aja ya yang benar hitungannya, jangan sampai salah. Abah mau shalat subuh sama ngajar ngaji dulu,” ucap Abuya Dimyati.

Saking asyiknya mereka hanya mengangguk sambil terus menghitung uang tersebut. Sesaat setelah itu ada yang mengantarkan kopi dan pisang.

“Alhamdulillah, mantep ini,” kata perampok sembari menghitung uang dan makan dengan asyik-asyiknya. Setelah beberapa lama Abuya datang lagi sambil menenteng kitab. “Sudah selesaikah hitungannya?” tanya Abuya Dimyati.

“Belum Abah masih banyak sekali ni,” sambil ketawa-ketawa. “Yaa hitung yang benar ya,” kata Abuya Dimyati sambil masuk ke dalam.

“Stop dulu ini jam berapa ya,” ujar perampok lainnya. “Oh mati kita sudah sore lagi ini,” perampok lain menjawab. “Astagfirullah sudah rame banget ini,” jawab perampok lainnya.

Mereka baru menyadari bahwa rumah Abuya Dimyati pintu dan jendelanya sudah terbuka semua. “Waduh bisa mati dikeroyok kita,” ujar salah seorang perampok. “Tapi kok Abah haji tidak memberitahu mereka,” sanggah yang lain.

“Masya Allah kok kita bisa sampai-sampai tidak sadar, terus aja menghitung uang, malah tadi dikasih makan pagi, makan siang. Waduh bahaya ini. Bener banget kata orang Abah Haji bukan sembarangan Kyai. Wah bisa kualat kita,” ujar perampok lainnya. Setelah menyadari keadaan, ketiga perampok ini mulai ketakutan. Tidak lama kemudian Abuya Dimyati keluar lagi untuk sholat ashar sambil membawa kitab.

Belum sempat Abuya Dimyati berkata, ketiga perampok tersebut langsung bersimpuh di kaki Abuya Dimyati untuk memohon maaf.

“Sudah sudah berdiri jangan begitu, nggak boleh begitu ke orang. Nggak boleh menyembah orang ayo duduk di kursi sana,” kata Abuya Dimyati.

Ketiganya itu sambil menangis memohon ampun kepada Abuya Dimyati dan mengembalikan uang Ongkos Naik Haji titipan tersebut.

“Meminta ampun ke Allah, jangan ke saya. Saya mah nggak marah ke kalian. Karena saya mengerti kalian terpaksa. Makanya semalam saya bilang saya kasih uang saya, jangan merampok tapi kalian gak mau. Ini uang milik orang lain Abah hanya dititipkan bukan hak Abah untuk memberikannya kepada kalian,” ujar Abuya Dimyati.

“Sudahlah dengerin kata Abah Haji tobatlah kalian ke Allah karena hanya dialah sebaik-baiknya penolong. Cari kerja yang bener. Nah sekarang ayo kita salat ashar dulu,” kata perampok tiga.

Setelah shalat Ashar perampok 1 dan 2 pamit kepada Abuya Dimyati, sedangkan perampok ketiga memohon diterima sebagai santri Abuya Dimyati.

Kejadian ini tidak pernah Abuya Dimyati ceritakan kepada orang lain apalagi santrinya, karena beliau ingin menutupi perampok ketiga sampai beliau meninggal.

Justru diceritakan langsung oleh si perampok ketiga sendiri menjelang Abuya Dimyati meninggal.

4.  Referensi

  1. https://portalmajalengka.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-835075196/keramat-para-wali-kebaikan-abuya-dimyati-cilongok-mampu-luluhkan-hati-tiga-perampok
  2. https://hasanuddinbunyamin.wordpress.com/2019/06/12/sejarah-abuya-dimyati-cilongok-banten/
  3. Diambil dari berbagai sumber
 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya