NU dan Pancasila di Masa Orba

 
NU dan Pancasila di Masa Orba

LADUNI.ID - Melalui TAP MPR NO II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang disosialisasikan diberbagai sekolah, kampus, organisasi sosial, dan lembaga-lembaga negara diwajibkan untuk melaksanakan penataran P4, demi memonopoli kekuasaan serta kebenaran dan mengkultuskan setiap kebijakan serta kepentingan.

Orde baru menghendaki agar semua elemen masyarakat yakin dan meyakini bahwa Pancasila sebagai doktrin yang komprehensif. Hal ini bisa dicermati dari adagium bahwa Pancasila merupakan ideologi dan sumber nilai sekaligus norma dan sebab itulah harus ditangani langsung secara terpusat. Buruknya pandangan tersebut bahkan bermuara pada situasi yang disebut dengan perfeksionisme negara. Negara perfeksionis adalah suatu negara yang merasa paling sempurna dan paling memahami apa yang baik dan buruk bagi rakyatnya.

Selanjutnya melakukan berbagai upaya sistematis agar ‘kebenaran’ yang dipahami negara tersebut sebisa mungkin diberlakukan dalam masyarakatnya. Pemahaman, kondisi dan situasi yang dipaksakan (indoktrinasi) menciptakan formulasi “kebenaran semu”, dengan kata lain segala sesuatu dianggap benar apabila sesuai dengan kehendak penguasa, sebaliknya sesuatu dianggap salah kalau bertentangan dengan kehendak penguasa.

Pancasila NU dan Kegelisahan Para Ulama Pra Muktamar Situbondo 84

Sebagai catatan NU pada dasarnya telah bersepakat dengan Pancasila. Tetapi Orde Baru berulah dan meresahkan sebagian besar Masyarakat. Dalam situasi demikian Ormas Nahdhatul Ulama mengambil sikap. Melalui musyawarah serius antara KH. As’ad Syamsul Arifin bersama KH. Ahmad Siddiq yang kemudian didiskusikan lagi dengan beberapa kaum cerdik cendekia diinternal Ormas NU sehingga tercapailah kemufakatan. Dengan tegas kepada  Presiden Soeharto disampaikan bahwa NU mau menerima Pancasila sebagai asas organisai dengan syarat, NU sama sekali tidak akan merubah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai dasar akidah dan jangan sekali-kali ideologi pancasila menggeser Agama apalagi agama mau dipancasilakan. Orde Baru pun sepakat.

Setelah tercapainya mufakat penerimaan itu kemudian dirumuskan dalam sebuah piagam yang sangat komprehensif dan konklusif dalam sebuah Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam. Deklarasi penting itu dirumuskan dalam Munas Alim Ulama NU di Situbondo pada tahun 1983. Pernyataan NU dianggap kontroversial dan menggemparkan saat itu. Bagi yang tidak tahu argumennya akan menentang, tetapi yang mengerti argumennya yang rasional dan sistematis banyak yang berdecak-kagum dan bersimpati.

Ormas Bahkan Agama Lain Pun Ikutan
Tidak sedikit kalangan ormas Islam yang lain berterima kasih pada NU yang mampu berpikir cerdik dan strategis dalam memecahkan persoalan sangat pelik yakni hubungan agama dengan Pancasila, tetapi dengan kecemerlangannya NU mampu meletakkan hubungan yang proporsional antara agama dan Pancasila, sehingga mereka bisa menerima Pancasila secara proporsional pula. Bahkan agama-agama lain merasa sangat berterimakasih pada NU dengan karena kemampuannya merumuskan.

Saat diberlakukannya asas tunggal pada tahun 1985, maka jalan yang dirintis NU telah mulus, sehingga hampir semua ormas besar dan agama-agama resmi menerimanya. Hanya beberapa ormas Islam sempalan yang masih menentang Pancasila. Itulah jasa besar NU dalam menegakkan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara Republik Indonesia.

Deklarasi Hubungan Pancasila dengan Islam 
Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdhatul Ulama
Sukorejo, Situbondo 16 Rabi’ul Awwal 1404 H
(21 Desember 1983
Bismillahirrahmanirrahim
1.    Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesi bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
2.    Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila-sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
3.    Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syari’ah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.
4.    Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya.
5.    Sebagai konsekuensi dari sikap di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.

Oleh: Erwin Zulfikar, S.I. Kom

Ketua Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama Siantan Hulu