Duduk Bersama Ulama dan Memandang Wajahnya Berpahala

 
Duduk Bersama Ulama dan Memandang Wajahnya Berpahala

LADUNI.ID,KOLOM- ISLAM sebagai agama yang universal syariatnya mencakup segala aspek kehidupan. Bukan hanya dalam koridor hubungan verikal (hamblum minallah) bahkan hubungan horizontal juga diatur dan dibahas sedemikian detailnya. Termasuk bagaimana kita berinteraksi dengan ulama, bahkan memandang wajah ulama juga bernilai pahala termasuk duduk dengan ahli ilmu (ulama).

Dalam hidup ini kita dianjurkan mendekatkan diri dengan ulama atau ahli ilmu. Setidaknya, jika tidak bisa menghimpun seluruh ulmu dari ahli ilmu tersebut, kita bisa membaurkan diri dalam majelis-majelis ilmu yang menghadirkan mereka.

Penjelasan ini disebutkan dalam kitab Irsyad-ul ‘Ibad karya Syaikh Utsman bin Shihabuddin al-Funtiani. Beliau mengatakan biasakanlah atas diri kamu dengan bersama duduk [dengan] ulama’ yang berbuat ‘amal dengan ilmunya dan menuntut mendengar perkataan aulia Allah yang mempunyai ilmu hakikat. Maka bahwasanya Allah Taala menghidupkan ia akan hati yang mati dengan nur hikmah, (berkata qaum –sufi) seorang berhimpun bersama-sama ahlullah mendapat ia kelakuan yang mulia dan lagi sebenar memberi manfaat dengan berhimpun bersama-sama mereka itu terlebih memberi manfaat daripada lafaz lidah) maka bahwasanya Allah menghidupkan ia akan hati yang buta dengan nur ilmu yang memberi manfaat seperti menghidupkan ia akan bumi yang mati dengan air hujan. (Syaikh Utsman bin Shihabuddin al-Funtiani, Kitab Irsyadul ‘Ibad: 4)

Lantas bagaimana ahli ilmu (ulama) yang kita maksudkan di sini, dalam hal ini Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani atau lebih populer dengan sebutan Imam Nawawi Al-Bantani memberi penjelasan bahwa yang dimaksudkan dengan ulama ialah orang-orang alim yang mengamalkan ilmunya hukama’ yakni orang-orang yang mengetahui atau mengenal zat Allah Taala, yang betul dan tepat dalam perkataan dan perbuatan mereka. (Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani, Nasha-ihul Ibad: 4).

Syaikh Nawawi al-Bantani juga mengklasifikasikan ulama kepada tiga kategori. Pertama, Ulama yang alim tentang hukum-hukum, mereka adalah ashhab al-fatwa, yakni mempunyai hak untuk memberi fatwa. 

Kedua, Ulama yang alim dan arif akan dzat Allah (ulama tauhid) saja . Mereka ini adalah golongan hukama. Bergaul, berdamping dengan mereka menjadikan akhlak kita terdidik, karena dari hati mereka bersinar cahaya ma’rifatullah dan terbit dari sirr mereka cahaya keagungan Allah.

Ketiga, ulama yang memiliki kedua sifat di atas, mereka itu kubara’. Maka bergaul dengan ahlullah mendatangkan ahwal yang mulia.

Syekh Muhammad bin Umar An Nawawi al-Bantani, dalam kitab berjudul “Tanqihul Qaul al hadits”, menerangkan beberapa kelebihan duduk dengan ahli ilmu (ulama), beliau dalam kitab tersebutkan menyebutkan beberapa hadis, di antaranya,Nabi saw. bersabda kepada ibnu Mas’ud r.a : ” Hai ibnu Mas’ud, dudukmu sesaat di majlis ilmu tanpa menyentuh pena dan tanpa menulis suatu huruf lebih baik bagimu daripada membebaskan seribu hamba sahaya. Pandangan kepada wajah orang alim lebih baik bagimu daripada menyedekahkan seribu ekor kuda fi sabilillah (dijalan Allah). Ucapan salammu kepada orang alim lebih baik bagimu daripada ibadah seribu tahun”.

Bukan hanya itu, memandang ulama seperti yang kita jelaskan juga berpahala, ini sebagaimana diungkapkan dalam hadist nabi berbunyi : “Barangsiapa memandang kepada wajah orang alim dengan pandangan yang menggembirakannya, maka Allah Ta’ala menciptakan dari pandangan itu seorang malaikat yang memohonkan ampun baginya hingga hari Kiamat.”

Beranjak dari itu marilah kita tanam dan pupuk kecintaan kita kepada ulama baik untuk diri kita juga anak dan keluarga kita, cinta ulama juga cinta kepada calon ulama yang didalamnya para ahli ilmu baik santri dan lainnya. Cintailah ulama dan ahli ilmu niscaya kita dan anak kita akan mendapat syafaat dan dilimpahkan kasih sayang Allah SWT untuk kita.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi dan Penikmat Kopi BMW Cek Pen Lamkawe