Mencari Nama Tuhan yang Otentik

 
Mencari Nama Tuhan yang Otentik

LADUNI.ID, Jakarta - Tuhan adalah terpenting dalam setiap agama dan filsafat. Agama tanpa kepercayaan kepada Tuhan tidak bisa disebut agama. begitupula dengan filsafat, dalam kajian pertama kali pada disiplin ilmu filsafat ini adalah tentang metafisika ketuhanan. Sedangkan manusia pada dasarnya sangat memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan ghaib. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Tuhan dalam sebuah agama adalah sebuah keniscayaan, yang mana kesinambungan antara manusia, agama, dan Tuhan adalah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Manusia memerlukan agama sebagai sebuah kepercayaan, dan keyakinan sedangkan suatu agama pasti memiliki Tuhan. Itulah mengapa Tuhan bersifat urgen dalam sebuah agama.

Kata Tuhan merujuk kepada suatu dzat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, di mana keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup; atau apapun yang tak bisa dimengerti atau dijelaskan.

Banyak tafsir daripada nama "Tuhan" ini yang bertentangan satu sama lain. Meskipun kepercayaan akan Tuhan ada dalam semua kebudayaan dan peradaban, tetapi definisinya lain-lain. Istilah Tuan juga banyak kedekatan makna dengan kata Tuhan, dimana Tuhan juga merupakan majikan atau juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba sedangkan Tuan punya sahaya atau budak.

Kata Tuhan disebutkan lebih dari 1.000 kali dalam Al-Qur'an, sementara di dalam Alkitab kata Tuhan disebutkan sebanyak 7677. Tuhan, adalah dzat yang ada (bukan diadakan/diciptakan, tidak dilahirkan dan tidak melahirkan), Dia hidup (tidak dihidupkan dan tidak mati), Dia kuasa tidak butuh kepada makhluknya. Dia mengatur dan menentukan (bukan diatur dan ditentukan). Maka yang bisa dikatakan Tuhan harus lah memenuhi unsur unsur diatas.

Menurut al-Farobbi Tuhan adalah Zat yang qodim, abadi dan otonom. Menurutnya, konsep(tentang)Tuhan tidak terbatas dengan ma hiya dan ma huwa dari segala apa yang terandaikan oleh manusia. Atau dengan kata lain, al-Ghazali memberi ketegasan dalam kitabnya al-Iqtisahd fi al-Itiqad bahwa Tuhan dalam kemungkianannya mampu dan niscaya melepaskan diri dari kamman wa kaifan sebagaimana yang terberssit dalam akal manusia.

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai (didominir) olehnya (sesuatu itu). Perkataan "dipentingkan" hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: 

Tuhan adalah Ia yang dipuja dengan penuh kecintaan hati; tunduk kepadanya, merendahkan diri di hadapannya, takut dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.

Berdasarkan definisi ini dapatlah difahami, bahwa tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheist, tidak mungkin tidak bertuhan. Berdasarkan logika al-Qur'an bagi setiap manusia mesti ada sesuatu yang dipcrtuhankannya. Dengan demikian, maka orang-orang komunis itu pun pada hakikatnya bertuhan juga. Adapun tuhan mereka ialah ideology atau angan-angan (Utopia) mereka, yaitu terciptanya "masyarakat komunis, di mana setiap orang boleh bekerja menurut kemampuan masing-masing dan mendapatkan penghasilan sesuai dengan kebutuhan masing-masing", sebagai yang dirumuskan dengan jelas oleh pemimpin mereka, Lenin, di dalam manifesto communisme-nya: "From everyone according to his ability, and for everyone according to his need." Ungkapan inilah yang diterjemahkan oleh para pemimpin mendiang PKI (Partai Komunis Indonesia) dahulu dengan slogan: "sama rata sama rasa". Orang komunis sebenarnya memimpikan terciptanya suatu masyarakat bertata ekonomi yang "adil sempurnah". (BERSAMBUNG)


Artikel ini ditulis oleh Ahmad Fairozi, Alumni PP. Annuqayah Lubangsa yang sedang menyelesaikan Pasca Sarjana Islam Nusantara di UNUSIA Jakarta