Lima Rukun Khutbah Jum'at dan Penjelasannya

 
Lima Rukun Khutbah Jum'at dan Penjelasannya
Sumber Gambar: Kalaliterasi
LADUNI.ID, Jakarta - Khutbah sholat jum'at adalah salah satu rukun wajib saat melakukan sholat jum'at, yang mana sholat jum'at sendiri merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslim laki-laki. Mengerjakan sholat jum'at ini hukumnya wajib atau fardu’ain.
Pelaksanaan ibadah sholat jum'at dilakukan pada hari jum'at memasuki waktu dzuhur. Ketika seseorang laki-laki sudah melaksanakan sholat jum'at maka kewajiban sholat dzuhurnya pun digugurkan.

Salah satu syarat sah pelaksanaan sholat jum'at yaitu didahului dengan dua khutbah yang dilakukan sebelum sholat jum'at.
Khutbah jum'at ini diadakan sebanyak dua kali yaitu khutbah pertama dan khutbah kedua yang dipisah dengan duduk oleh khotib.
Khutbah jumat sendiri memiliki rukun yang wajib dipenuhi. Terdapat lima rukun khutbah jum'at yang mana disyariatkan menggunakan Bahasa arab, dilakukan dengan tertib sesuai urutan dan berkesinambungan atau muawalah.
 
Berikut ini lima rukun khutbah Jum'at beserta penjelasannya.
 
1. Pertama, memuji kepada Allah di kedua khutbah
Rukun khutbah pertama ini disyaratkan menggunakan kata “hamdun” dan lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya, misalkan “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”. Demikian pula dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadh jalalah, tidak cukup memakai asma Allah yang lain. Contoh pelafalan yang benar misalkan: “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”. Contoh pelafalan yang salah misalkan “asy-syukru lillâhi” (karena tidak memakai akar kata “hamdun”), “alhamdu lir-rahmân (karena tidak menggunakan lafadh jalalah “Allah”).

 ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي

“Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 246)

2. Kedua, membaca shalawat kepada Nabi Muhammad di kedua khutbah
 
Dalam pelaksanaanya harus menggunakan kata “al-shalatu” dan lafadh yang satu akar kata dengannya. Sementara untuk asma Nabi Muhammad, tidak tertentu menggunakan nama “Muhammad”, seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir” dan lain-lain. Hanya saja, penyebutannya harus menggunakan isim dhahir, tidak boleh menggunakan isim dlamir (kata ganti) menurut pendapat yang kuat, meskipun sebelumnya disebutkan marji’nya. Sementara menurut pendapat lemah cukup menggunakan isim dlamir.
 
Contoh membaca shalawat yang benar “ash-shalâtu ‘alan-Nabi”, “ana mushallin ‘alâ Muhammad”, “ana ushalli ‘ala Rasulillah”. 
 
Contoh membaca shalawat yang salah “sallama-Llâhu ‘ala Muhammad”, “Rahima-Llâhu Muhammadan (karena tidak menggunakan akar kata ash-shalâtu), “shalla-Llâhu ‘alaihi” (karena menggunakan isim dlamir).

ويتعين صيغتها اي مادة الصلاة مع اسم ظاهر من أسماء النبي صلى الله عليه وسلم

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN

 

 

Support kami dengan mengaktifkan NSP ini:

 

Silakan menyampaikan komentar, testimoni, pengalaman terhadap beliau.

Memuat Komentar ...