Ketum PBNU Singgung Dampak Besar Revolusi Industri 4.0

 
Ketum PBNU Singgung Dampak Besar Revolusi Industri 4.0

LADUNI.id, Kota Banjar - Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj memberikan pidato sambutan pada acara pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar,  Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat. 

Dalam sambutannya, Kiai Said menyinggung dampak besar Revolusi Industri 4.0 yang bertumpu pada penggunaan massif teknologi informasi komunikasi berbasis internet (internet of things), kecerdasan buatan (artficial intelligent) dan analisis big data.  

"Revolusi Industri 4.0 berdampak luas, terutama pada sektor lapangan kerja. Menurut Mckinsey Global Institute, Revolusi Industri 4.0 akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia hingga tahun 2030 karena diambil-alih oleh robot dan mesin,"

"Khusus di Indonesia, akan ada sekitar 3,7 juta lapangan kerja baru yang terbentuk, tetapi ada sekitar 52,6 juta lapangan kerja yang berpotensi hilang akibat revolusi digital," ujarnya di depan forum yang dibuka Presiden Joko Widodo itu.

Menurutnya, bagian dari peluang positif Revolusi Industri 4.0. telah kita rasakan di Indonesia dengan kemudahan-kemudahan transaksi online untuk memenuhi sejumlah hajat hidup masyarakat. Namun, bagian dari ancaman Revolusi Industri 4.0. adalah tergusurnya sejumlah lapangan kerja di tengah masalah pengangguran dan postur tenaga kerja yang belum bersaing. 

Sekitar 60 persen angkatan kerja kita, tambah Kiai Said, adalah lulusan SMP ke bawah. Bagaimana nasib mereka? Dalam revolusi digital, mereka terancam terus menerus menjadi korban pembangunan. Sektor pertanian adalah penyumbang terbesar kedua PDB Indonesia. Namun, di sektor tempat bergantung hidup 82 persen rakyat miskin ini, 30 persen adalah petani cangkul yang masih terseok di gelombang Revolusi Industri 1.0.

"NU perlu mengingatkan bahwa manusia dan kemanusiaan harus tetap merupakan dimensi utama dalam pembangunan. Tugas pemerintah adalah mengelola peluang positif revolusi digital sekaligus mereduksi, mengantisipasi, dan merekayasa ‘mudharat-mudharat’ teknologi agar tidak mendehumanisasi pembangunan," tegas Kiai Said. (kba/ibn)