Tarekat Syattariah #2: Syekh Abdurrauf As-Singkili Pelopor Syattariah di Nusantara

 
Tarekat Syattariah #2: Syekh Abdurrauf As-Singkili Pelopor Syattariah di Nusantara

 

LADUNI.ID, SEJARAH-DALAM khazanah Islam mempunyai banyak tarekat dengan ciri khas tersendiri dalam pelaksanaannya. Salah satu tarekat yang cukup besar adalah tarekat Syatariyah. Tarekat ini dinisbatkan kepada ‘Abd Allah al-Shattari yang wafat pada tahun 890/1485. Tarekat ini meski dinisbatkan kepada syaikh ‘Abd Allah al-Shattari namun diyakini bersambung silsilahnya hingga ke Nabi saw, sehingga tarekat ini termasuk tarekat yang muktabarah.

Salah satu doktrin yang menjadi sorotan dalam tarekat Syatariyah adalah mengenai paham Wahdat al-wujud. Paham ini banyak menuai pro dan kontra dikalangan ulama, biak fiqih, hadits maupun ulama-ulama lain. Penyebabnya, doktrin ini dianggap sebagai doktrin yang bertentangan dengan paham ahlussunnah wal jama’ah ( Aswaja)

Setiap tarekat pasti ada pelopornya sebagaimana halnya dengan tarekat Naqsyabandiah yang pelopornya Syekh Bahauddin Syah An-Naqsyabandiah. Begitu juga dengan Syattariah. Tarekat Syattariah ini dinisbatkan kepada Syaikh ‘Abd Allah al-Syhaththari yang wafat pada tahun 890/1485 M, seorang ulama yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Syihab al-Din Abu Hafsh ‘Umar Suhrawardi (539-632 H), ulama safu yang mempopulerkan tarekat Suhrawardiyah, sebuah tarekat yang awalnya didirikan oleh pamannya sendiri, Diya al-Din Abu Najib al-Suhrawardi (490-563 H).(Sri Mulyati, et.al , Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), cet. II, h. 160)

Menurut Sri Mulyati bahwa sosok Syaikh ‘Abd Allah tinggal di Mandu, sebuah desa di India bagian tengah, beliau mendirikan khanaah pertama bagi para penganut tarekat Syatariyah. Beliau diketahui menulis sebuah kitab berjudul “Lata’if al-Ghaibiyah”, kitab tersebut tentang prinsip-prinsip dasar ajaran Tarekat Syatariyah, yang disebutnya sebagai cara cepat untuk mencapai tingkat makrifat. Karyanya ini kemudian disempurnakan oleh dua murid utamanya, syaikh Muhammad ‘Ala dan Syaikh Hafiz Jawnpur.

Sementara itu di Haramain di jazirah Arab perkembangan tarekat Syatariyah disebarkan oleh Ahmad Syinawi dan Ahmad Qusyasyi (keduanya murid sayyid Sibgat Allah). Setelah Ahmad wafat maka penyebaran tarekat ini dipegang sepenuhnya oleh al-Qusyasyi. Di bawah kebesaran al-Qusyasyi, tarekat Syattariyah semakin memantapkan pengaruhnya di Haramayn. (Sri Mulyati, et.al , Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, h. 160)

Para pakar sejarah mempunyai pandangan tersendiri dengan perkembangan tarekat ini. Dalam persepsi Fathurrahman dalam karyanya berjudul ” Syattariah di Minangkabau” menyebutkan bahwa jalur Tarekat Syatariyah ke Indonesia melalui Ibrahim al-Kurani (1023-1102 H) dan Syaikh Abdurrauf al-Sinkili (1024-1105 H). Di antara murid-murid Abdurrauf yang paling terkemuka diantaranya ialah Syaikh Burhanudin dari ulakan, pariaman, Sumatra Barat dan Syaikh Abd al-Muhyi dari Pamijahan, Tasikmalaya, jawa Barat.

Berkat usaha kedua murid Syekh Abdurrauf ini berhasil melanjutkan dan mengembangkan silsilah tarekat Syatariyah, dan menjadi tokoh sentral di daerahnya masing-masing. Syaikh Burhanuddin menjadi khalifah utama bagi semua khalifah tarekat Syattariyah di wilayah Sumatra Barat periode berikutnya. Sementara Syaikh Abd al-Muhyi menjadi salah satu mata rantai utama bagi terhubungkannya silsilah tarekat Syattariyah di wilayah jawa barat khususnya dan jawa pada umumnya. (Fathurrahman, Tarekat Syatariyah di Minangkabau, (Jakarta: Pranada Media, 2008), cet. I, h. 35).[]

*Helmi Abu Bakar El-Langkawi,Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Samalanga