Hukum Menikahi Ibu Tiri atau Anak Tiri

 
Hukum Menikahi Ibu Tiri atau Anak Tiri

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam hal pernikahan seluruh wanita di dunia ini boleh dinikahi oleh pria manapun selama wanita tersebut bukan lah mahram bagi pria itu. Mahram adalah orang yang tidak boleh menikah dengannya dan tidak membatalkan wudhu ketika bersentuhan kulit. Istilah yang benar adalah mahram bukan muhrim, sebab muhrim adalah istilah bagi orang yang sedang melakukan ibadah umrah atau haji.

Dalam ayat Al-Qur'an, yang secara eksplisit dikatakan sebagai mahram dalam pertalian hubungan tiri adalah anak perempuan tiri yang ibunya sudah disetubuhi oleh suaminya yang baru sebagaimana dalam ayat berikut:
 
وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ

Artinya:“(Diantara wanita yang tidak boleh kalian nikahi) adalah para wanita yang berada di asuhan kalian, putri dari istri kalian, yang kalian telah melakukan hubungan dengannya. Jika kalian belum melakukan hubungan dengan istri kalian (dan sudah kalian ceraikan) maka tidak mengapa kalian menikahi wanita asuhan itu.” (QS. An-Nisa: 23)

Kemudian, apakah saudari tiri itu termasuk orang yang haram dinikah?

Sebagai penjabaran, semua ulama seperti Imam Nawawi (w. 676 H) dalam kitabnya Raudlatuth Thâlibîn, Syekh Zainudin al-Malibari (w. 972 H) dalam Fathul Mu'în, Syekh Sulaiman bin Muhammad dalam al-Bujairimî dan lain sebagainya mengatakan, saudari tiri merupakan orang lain (ajnabiyyah) yakni bukan mahram. Artinya saudari tiri baik dari jalur ayah maupun ibu masing-masing boleh dinikahi karena pertalian pernikahan dalam hubungan tiri tersebut hanya terbatas pada anak tiri kepada ibunya tiri serta sebaliknya pula.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN