Menambah Teman atau Membatasi Pertemanan

 
Menambah Teman atau Membatasi Pertemanan

LADUNI.ID -  Salah satu pesan sufi Syekh Ibnu Atho'illah As-Sakandari dalam kitab al-Hikam adalah لا تصحب من لاينهضك حاله# ولا يدلك على الله مقاله "La tashhab man la yanhadluka haluhu wala yadulluka alallahi maqaluhu" (Janganlah kau bersahabat dengan seseorang yang keadaannya tidak membangkitkanmu, dan perkataannya tidak membimbingmu kepada Allah).

Pesan tersebut mungkin tidak terlalu populer dalam jagat media sosial internet. Semangat kita dalam bermedsos adalah mempunyai teman sebanyak mungkin. Justru ukuran kesuksesan dalam bermedsos itu adalah banyaknya jumlah teman itu. Bahkan pada titik tertentu jumlah teman ini bisa dikomodifikasi sehingga bisa menghasilkan keuntungan profit.

Beberapa media sosial menerapkan platform yang berbeda-beda dalam soal pertemanan. Facebook misalnya cenderung egaliter. Permintaan pertemanan harus dikonfirmasi oleh calon temannya dan selanjutnya setelah menjadi teman masing-masing bisa berintraksi satu sama lain secara sepadan. Media sosial yang lain cenderung searah dengan sistem follow atau pengikut bukan pertemanan sehingga fungsinya mirip seperti website berita konvensional, bedanya memungkinkan ada interaksi di sana.

Intensitas kunjungan (klik) dan interaksi (like comment dan share) atas pontingan seorang menentukan intensitas penampakan setiap postingan mereka di beranda kita. Algoritma internet hampir selalu mengarahkan pengunjung sesuai dengan kecenderungan mereka.

Motif seseorang dalam berteman di media sosial bisa bermacam-macam. Bisa jadi mereka memang ingin sengaja beriteraksi lewat dunia maya untuk mewakili pertemanan fisik atau kopi darat. Di media sosial yang cenderung tidak egaliter, pertemanan sebenarnya simaksudkan untuk berlangganan konten yang diposting, sama seperti subscribe atau berlangganan media konvensional.

Kembali ke pesan Syekh Ibnu Atho'illah di atas, jika maksudnya hanya berteman maka saran pembatasan pertemenan itu masih sangat relevan. Kadang-kadang pertemanan di media sosial itu hanya dimaksud untuk mengetahui apa yang diupload oleh yang lain, atau bahasa kita buat ngepoin orang lain: bisa artis, bisa tokoh politik, bisa juga mantan. Dan aktifitas seperti ini tidak sesuai dengan visi-misi pertemanan yang ditawarkan Syekh Athoillah di atas.

Apalagi, kadang-kadang pertemanan dengan seseorang di media sosial justru diawali oleh kebencian. Kita berteman untuk melampiaskan kemarahan. Dengan berteman, maksudnya ia ingin memperoleh data-data atau bahan kebencian untuk dikomentari langsung atau bisa dikomentari di akun media sosialnya yang berbeda. Ini malah jelas tidak memenuhi visi-misi pertemanan al-Hikam.

Akhirul kalam, pesan pertemanan di atas tentunya tidak diperuntukkan bagi para ustadz yang membikin akun untuk berdakwah. Karena dalam berdakwaklh kita tidak boleh pilah-pilih. Semua orang berhak mendapatkan siraman dakwah mereka sehingga semakin banyak teman atau follower maka jangkauan dakwah semakin luas.

Namun jika tidak ingin menjadi ustadz atau katakanlah berniat menjadi trendsetter, maka membatasi pertemanan sepertinya menarik juga. Membatasi pertemanan juga berarti mengurangi informasi negatif dan pada gilirannya mengurangi beban pikiran. Jika beban pikiran terkurangi, kira-kira aura positifmu akan kelihatan.

Oleh: A Khoirul Anam