Biografi KH. Ahmad Bhusaeri, Pendiri Pesantren Nihayatul Amal Rawamerta Karawang

 
Biografi KH. Ahmad Bhusaeri, Pendiri Pesantren Nihayatul Amal Rawamerta Karawang

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru Beliau
2.3  Mendirikan Pondok Pesantren

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak Beliau

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Karier Beliau

5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
KH. Ahmad Bhusaeri beliau adalah anak kedua dari enam bersaudara hasil dari pernikahan H. Musa bin Salwa dengan Hj. Syafi’ah binti Ramunah beliau dilahirkan pada tahun 1923 M. Sukamerta adalah sebuah perkampungan yang termasuk salah satu desa dari kecamatan Rawamerta kabupaten Karawang. Penduduknya dari dahulu sangat bersahaja dan religius. Hal itu merupakan karakter sebuah masyarakat pedesaan yang dikelilingi oleh persawahan atau lebih terkenal dengan lumbung padinya. Surya, demikian nama kecil KH. Ahmad Bhusaeri yang lahir dan di besarkan dalam lingkungan keluarga agamis.

1.2 Wafat
KH. Ahmad Bhusaeri wafat pada tahun 2006, makam beliau berada di komplek pemakaman keluarga pondok pesantren Nihayatul Amal, Rawamerta, Karawang.

1.3 Riwayat Keluarga
KH. Ahmad Bhusaeri menikah dengan seorang wanita sholehah bernama Hj. Qona'ah dikaruniai beberapa anak.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
KH. Ahmad Bhusaeri muda terus belajar menggali ilmu agama, hal itu ditunjukan setelah beliau pulang dari Banten mengaji Al-Qur'an dan dilanjutkan untuk menuntut ilmu. 

Di pondok pesantren Sukamiskin Bandung yang saat itu diasuh oleh ulama besar yaitu KH. Raden Dimyati dalam kurun waktu menjelang tahun-tahun kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Pesantren Sukamiskin Bandung dalam sejarah merupakan salah satu pesantren yang jadi penggerak para ulama, santri dan masyarakat sekitarnya untuk melawan kolonial Belanda.

Setelah reda pergolakan Republik Indonesia dan bangsa Indonesia mencapai puncak kemerdekaannya, KH. Ahmad Bhusaeri muda melanjutkan menutut ilmu ke pondok pesantren Sempur yang diasuh oleh ulama besar waliyullah bernama KH. Tubagus Ahmad Bakri bin KH. Tubagus Syaeda’ yang kala itu pesantren Sempur merupakan salah satu pesantren besar di Jawa Barat sehingga ada peribahasa di kalangan santri:

"Kurang sempurna jadi santri di Jawa Barat kalau tidak mondok di Sempur". 

Dengan kearifan seorang guru yaitu Mbah Sempur yang juga mursyid telah mengetahui ketekunan dan kerajinan belajar muridnya yang bernama KH. Ahmad Bhusaeri begitu tinggi dan beliau KH. Tubagus Ahmad Bakri menaruh harapan kepadanya untuk bisa meneruskan perjuangan para alim ulama sebagai Warosatul Ambiya kelak di kemudian hari. 

Perhatian KH. Tubagus Ahmad Bakri Sempur kepada Surya (KH. Ahmad Bhusaeri) yang begitu tinggi tidak membuat sikap dan hati pemuda Surya lantas menjadi sombong justru sebaliknya ia menjadi rendah hati dan terus meminta petunjuk guru. Hal itu beliau buktikan ketika mau pindah ke pesantren lain selalu minta ridho dan petunjuk Tubagus Sempur.

Setelah mendapatkan restu dari KH. Tubagus Ahmad Bakri Sempur pemuda Surya melanjutkan menuntut ilmunya di pondok pesantren Waru Doyong Sukabumi walaupun hanya beberapa bulan saja. Setelah itu kembali lagi ke KH. Tubagus Ahmad Bakri Sempur atas permintaan keluarga di rumah (Rawamerta) terutama kakeknya Mbah Mail pemuda Surya melangsungkan nikah sirih dengan Hj. Qona'ah.

Tetapi tidak lama kemudian beliau melanjutkan pengembaraanya untuk menuntut ilmu ke pondok pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur yang saat itu diasuh oleh dua tokoh pejuang kemerdekaan yaitu KH. Marjuki Dahlan dan KH. Mahrus Ali. Pemuda Surya terus menimba ilmu agama kepada kedua tokoh tersebut di samping menggali ilmu-ilmu keorganisasian kepada KH. Mahrus Ali, karena KH. Mahrus Ali termasuk pejuang kemerdekaan dan perintis Kodam V Brawijaya dan pengurus besar Nahdlatul Ulama (NU).

Nama kecil Surya diganti menjadi KH. Ahmad Bushaeri setelah beliau menunaikan ibadah haji pada tahun 1957 masehi.

2.2 Guru-Guru Beliau

  1. H. Musa
  2. KH. Raden Dimyati Sukamiskin
  3. KH. Tubagus Ahmad Bakri Sempur
  4. KH. Marjuki Dahlan Lirboyo
  5. KH. Mahrus Ali Lirboyo

2.3 Menjadi Pengasuh Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Tarbiyatul Wildan berdiri pada tahun 1992. Dengan latar belakang banyaknya anak Karawang dan Sekitarnya belajar (mondok) Al-Qur’an ke Sidayu Gresik Jawa Timur. Atas saran dan amanat Pengasuh umum Pondok Pesantren Mamba’ul Hisan, KH. Muhammad bin Shofwan mengusulkan, “Lebih baik buka cabang saja di Karawang supaya tidak perlu jauh-jauh ke Jawa Timur lagi” kurang lebih itulah yang diucapkan beliau kepada KH.Mamduh Mastari yang ketika itu selaku Ketua rombongan ke Gresik dari Karawang.

Dengan bimbingan dan asuhan KH. Ahmad Busyaeri Selaku Pengasuh Umum Pesantren Nihayatul Amal yang ada di desa Sukamerta Rawamerta Karawang, juga sebagai guru dari KH. Mamduh Mastari. Maka dibangunlah Pondok Pesantren TK Tarbiyatul Wildan yang diresmikan oleh KH. Abdul Muqsith.

Pertama kali hanya Asrama Al-Gozwah yang dibangun dengan tenaga pengajar lulusan langsung dari Sidayu Gresik sebanyak 11 orang dengan 40 santri Pertama. Sampai sekarang, Tarbiyatul Wildan sudah berkembang pesat mulai dari TK, MI, SMP sampai tingkat SMK. Dengan tempat tinggal sebanyak 10 lebih asrama TK, 7 Asrama MI dan 2 Asrama SMP dan 1 Asrama SMK.

3. Penerus Beliau

3.1 Anak Beliau

  1. KH. Abdul Basith Bushaeri
  2. KH. Bubun Bunyamin Bushaeri.

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

4.1 Karier Beliau
Pengasuh pesantren Nihayatul Amal Rawamerta

5. Referensi

https://jatman.or.id


Editor: Kholaf Al Muntadar

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya