Menelaah Korupsi dan Fenomenanya di Era Industri 4.0

 
Menelaah Korupsi dan Fenomenanya di Era Industri 4.0

LADUNI. ID, KOLOM - KORUPSI merupakan sebuah masalah multi dimensi yang berakar pada struktur sosial-politik masyarakat Indonesia. Korupsi bukanlah sebuah masalah moral semata, seperti yang diyakini oleh sebagian besar masyarakat. Sekalipun masalah moral memiliki peran penting dalam menyuburkan praktek korupsi di Negara kita, akan tetapi peran tersebut tidak tidak terlepas dari struktur politik kekuasaan yang memberikan ruang untuk munculnya masalah korupsi ini. Namun tetap saja berbagai kelompok baik pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-toko agama menyerukan dan menghimbau masyarakat untuk terus memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap biang keladi terjadinya korupsi di Indonesia.

Media yang digunakanpun beragam. Mulai dari iklan televisi, koran, majalah, tabloid hingga pamflet dan selebaran. Poin yang ingin disampaikan adalah, “jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi di Indonesia”. Upaya tersebut bukan salah, namun keliru memandang persoalan secara objektif.

Bahkan kekhawatiran terbesar kita adalah, jangan sampai upaya kampanye yang terus menerus menyudutkan masalah moral sebagai biang keladi menjamurnya korupsi, hanya dijadikan sebagai upaya “cuci tangan” dan “pengalihan isu” dari para pejabat korup, sehingga menafikan faktor utama yang mendorong lahirnya praktek korupsi tersebut, yakni bangunan kekuasan yang otoriter, menindas dan terpusat kepada segelintir orang saja.

Indikator Lahirnya Korupsi

Praktik menyimpang yang merupakan penyakit “kronis” masyarakat disebabkan banyak indikatornya. Menurut Sujanarko, ada beberapa penyebab timbulnya korupsi di Indonesia.

Antara lain adalah faktor struktural dan faktor sejarah di mana struktur oligarki yang dikuasai oleh elit lama. Desentralisasi juga menciptakan aktor dan modus baru korupsi di Indonesia, seperti misalnya Pilkada. Berikutnya adalah kualitas regulasi untuk usaha, misalnya dalam pemberian izin usaha. Kualitas peradilan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya korupsi. Penyebab korupsi lainnya adalah melimpahnya sumber daya alam suatu negara. (Sujanarko, hukumonline.com, 2016).

Dalam hal ini Sujanarko juga menegaskan, praktik korupsi bisa merusak harga pasar, merusak demokrasi, merusak kualitas hidup, dan mengancam kesinambungan pembangunan.

Atas dasar itu, pejabat wajib memiliki integritas tinggi sehingga jauh dari perbuatan korupsi. Partai politik (Parpol) merupakan unsur atau elemen yang paling potensial korup. Karena, lewat parpol itu pejabat dipilih.

Parpol juga yang membuat regulasi atau UU, yang semuanya itu diarahkan untuk kepentingan kelompok mereka. Oleh karena itu, jadi pejabat itu harus memiliki integritas yang tinggi.

Bukan hanya faktor diatas, dalam perspektif yang lain koruspsi di pengarungi oleh beberapa aspek, Wahyudi menyebutkan ada beberapa indikatornya, pertama, aspek perilaku individu.

Aspek ini meliputi sifat tamak atau rakus manusia. Indikator ini mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri dan unsur penyebab korupsi para pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri.

Kedua, Moral yang kurang kuat. Ini dialami oleh orang-orang yang moralnya mudah lemah sehingga mudah tergoda untuk melakukan korupsi yang biasanya terpengaruh dari atasan,teman setingkat,bawahannya,atau pihak lain.

Ketiga, gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar yang menimbulkan gaya hidup seorang konsumtif sehingga prilaku konsmtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal seperti itu akan membuka peluang seseorang untuk melakukan tindakan korupsi.

Keempat, Aspek sosial. Faktor ini lahir dari perilaku korupsi yang dapat terjadi karena dorongan dari kerabat dekat atau keluarga.

Kelima, Aspek politis. Menurut rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang di lakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat.

Keenam, faktor organisasi. Ini lahir berawal dari tidak berjalannya dengan baik suatu organisasi seperti organisasi masyarakat yang di bentuk,sehingga akan timbul kurang adanya sikap keteladan pimpinan,tidak adanya kultur organisasi, kurang memadainya sistem akuntabilitas, kelemahan sistim pengendalian manajemen,dan lemahnya suatu pengawasan.

***Helmi Abu Bakar el-Langkawi, Dikutip dari berbagai sumber