al-Qur'an, Khilafah, Khalifah, dan Kiai Wahab Chasbullah

 
al-Qur'an, Khilafah, Khalifah, dan Kiai Wahab Chasbullah

LADUNI.ID - Setelah Prof. Din Syamsuddin "meliuk-liuk" menjelaskan dengan memakai nomenklatur yang disebut "alaqah ma'nawiyah" antara khalifah dengan khilafah, selanjutnya Dr. Hamim Ilyas (Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah) menambahi dengan penjelasan, "Mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an ada Khalifah tapi tidak ada khilafah itu seperti mengatakan di Indonesia ada presiden tapi tidak ada kepresidenan, dan ada ulama tapi tidak ada keulamaan. Jika pandangan yg dianut demikian, maka wajar jika di Indonesia ada ulama tanpa keulamaan."

Padahal sebetulnya simpel saja yang hendak kita, atau paling tidak, yang saya maksud, bahwa di Al Quran tidak ada redaksi khilafah, apalagi dengan konstruksi ala HT. Ya simpel itu saja, bukan kita mau menderivasikan dengan mentasrif kata dari khalifah. Kalau ditasrif, malah akan lebih banyak wazan lagi dengan beberapa sighat (fi'il madhi, mudhari, masdar, isim fail, maf'ul, amar, nahi, zaman, makan dan alat). Nampaknya masalah di atas menjadi ruwet karena berjalin kelindan dengan politik, dan tentu penyeru khilafah diuntungkan.

Saya ingat joke "berganti posisi" zaman dahulu antara Mbah Kiai Wahab Chasbullah dengan tokoh Muhammadiyah KH. Hajid (lahuma al fatihah) di bawah ini.

Setelah perjanjian Renville, partai Masyumi mengadakan rapat yang intinya muncul dua pendapat antara menolak dengan menerima tawaran Bung Hatta untuk gabung dalam kabinet.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN