Mi'raj, Perjumpaan Kekasih

 
Mi'raj, Perjumpaan Kekasih

LADUNI.ID - "Ummati, ummati, ummati", desah Nabi

Usai shalat di masjid terjauh itu (Masjid al-Aqsha, Jibril mengajak Nabi melanjutkan perjalanan, mengarungi angkasa raya, melewati langit demi langit dan terus sampai di ujung semesta, di Sidrah al Muntaha. Di tempat itu Nabi bertemu Tuhan. Dia begitu dekat. Al-Quran menyatakan :

وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَىٰ ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّىٰ فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَىٰ

Dia (Muhammad) berada di ufuk yang tertinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. Maka jadilah Dia dekat (dari Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).

Ini menggambarkan hubungan Dualitas Tuhan dan Nabi yang saling menatap dengan cinta dalam jarak yang sangat dekat. Nabi melihat-Nya tanpa tabir, bagai dipisahkan oleh kaca tembus pandang. Hati Nabi mengharu biru, jiwanya seakan hilang lenyap di hadapan Sang Maha Agung dan Maha Indah (Dzu a- Jalal wa a- Jamal). Dalam bahasa Annemarie yang dikutipnya dari puisi Farid al-Din Attar disebutkan :

Seruan datang dari Zat segala
Tinggalkan jiwa dan raga yang fana
Duhai tujuan dan maksud-Ku, masuklah!
Dan lihatlah Zat-ku langsung, sahabat-Ku
Karena terpana, dia tak mampu berucap
Dan kehilangan diri
Muhammad tak tahu bahwa 
Muhammad di sini
Tak melihat dirinya 
Dia melihat Jiwa dan jiwa-jiwa
Wajah-Nya yang menciptakan 
alam semesta.

Lihat, betapa pertemuan Nabi dengan Tuhannya di Singgasana-Nya (Arsy) itu bagai perjumpaan seorang pecinta dengan yang dicintainya di sebuah tempat nan megah tak terkira. Sebuah pertemuan yang sangat indah dan tak terkatakan. Sang Kekasih menyerap dalam dirinya dalam keindahan ekstase yang tak terucapkan dengan kata-kata apapun dan bahasa apapun. Sebuah pertemuan dalam ruang dan waktu yang tak berbatas dan tanpa sekat.

Pertemuan yang sangat singkat itu meninggalkan kesan di hati Nabi yang amat sangat kuat dan mendalam diselimuti keindahan yang tak tergambarkan dan bisa dituliskan dengan kata-kata apapun. Perjumpaan ini sesungguhnya membuat Nabi merasa berat untuk kembali ke bumi. "Andai aku disuruh kembali ke bumi, aku tak akan kembali", kata para sufi. Tetapi Nabi selalu ingat umatnya di bumi yang menanti kehadirannya di tengah-tengah mereka. Nabi menyayangi ummatnya lebih dari yang lain, dan beliau selalu merindui mereka dalam segala situasi apapun. "Ummati, ummati, ummati", desahnya.

Agama memang diturunkan kepada manusia demi cita kemanusiaan. Nabi kemudian memohon kepada Tuhan diturunkan lagi ke bumi agar bisa bersama mereka lagi.

Oleh: KH Husein Muhammad