Money Politik dalam Islam, Bolehkah?

 
Money Politik dalam Islam, Bolehkah?

 

LADUNI. ID, KOLOM-Money politik merupakan salah satu praktek yang sangat marak saat pesta demokrasi. Money politik ini akan terus menggema dan puncaknya saat menjelang hari H pencoblosan. Fenomena ini biasanya  sering dikenal dengan serangan fajar.

Dalam aksinya money politik baik dalam bingkai serangan fajar maupun masa pesta demokrasi itu  terkadang di berikan uang perpaket atau perorang dengan jumlah bervariasi. Ini ada tarif tersendiri tergantung bagaimana kebijakan pengelolannya. Tujuan diberikan uang tersebut untuk diprioritaskan mencobloskan seseorang yang di maksudkan oleh tim pemberi (serangan fajar). Lantas bagaimana perspektif syariat melihat fenomena ini?

Kita telah mengetahui bersama bahwa dalam pemilihan seorang pimpinan termasuk level apapun terlebih kepala daerah dan negara begitu juga dengan pemilihan anggota legislatif.

Tentu saja ini di pemilu ini laksanakan untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan dalam batas syariat yang telah digariskan.  Mengkaji beberapa fenomena dalam masyarakat dengan kajian turast dan kitab para ulama di saat bergemanya suasana pesta demokrasi adanya money politik.

Di antara bentuk fenomena tersebut seseorang hanya memberi uang dengan sekedar untuk mencari dan menarik simpati dalam masyarakat maka tindakan seperti ini di perbolehkan terhadap pemberi. Sedangkan mereka sang penerima hukumnya makruh mengambil money (uang) itu. Sementara itu kejadian dan fenomena yang tidak kalah menariknya dimana sang pemberi uang melakukan perjanjian ikatan kontrak yang mengikat dengan penerima uang untuk memilih salah satu calon pemimpin, hukumnya haram baik penerima dan pemberi. Indicator (alasan) di haramkan perbuatan tersebut di samakan dengan risywah (penyuapan). (Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali:II:156-157)

Polemik di atas sebagaimana di gambarkan oleh baginda Rasulullah saw dalam hadistnya berbunyi: "Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak akan membersihkan mereka dan mereka akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air melebihi kebutuhan dalam perjalanandan tidak memberikannya kepada musafir (yang membutuhkannya). Kedua, laki-laki yang membai'at seorang pemimpin hanya karena dunia. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembai'atannya, tetapi apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya.

Ketiga, orang yang menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu asar, lalu dia bersumpah bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian oleh orang lain, lalu pembeli mempercayainya dan membelinya, padahal barang itu belum pernah ditawar sekian oleh orang lain." (HR. al-Bukhri dan Muslim). 

Sementara itu dalam kitab Fath al-Bari mengomentari hadist diatas menyebutkan: "Pada dasarnya orang membai'at pemimpin itu bertujuan agar dia melaksanakan kebenaran, menegakkan batasan-batasan Allah, melaksanakan  amar ma'ruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, barang siapa yang menjadikan pembai'atannya kepada pemimpin karena harta yang diterimanya tanpa melihat tujuan utama, maka dia telah mengalami kerugian yang nyata dan masuk dalam ancaman hadits di atas, serta dia akan celaka apabila Allah tidak mengampunya. Hadits tersebut menunjukkan bahwa setiap perbuatan yang tidak bertujun mencari ridha Allah, namun bertujuan mencari kesenangan dunia, maka amal itu rusak dan pelakunya berdosa. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq-Nya." (Syekh Ibnu Hajar, Kitab Fathul Bari: 8: 214, 218)

Praktik saat pemilu dengan status kejadian dimana pemberian yang berasal dari seorang politikus atau sejenisnya untuk ormas atau yayasan Islam yang diberikan tanpa disertai kontrak politik yang jelas namun terindikasi bertujuan untuk mendapatkan dukungan politis dari para penerima bantuan dalam persaingan pemilihan pemilu.  Pemberian seorang politikus yang bertujuan untuk mempengaruhi pilihan masyarakat secara tidak benar dalam memilih pemimpin hukumnya haram karena termasuk risywah (sogok).(Tim Bahsul Masail NU, 29 Januari 2017 di PP Darul Muhlisin)

Tentunya kita sebagai masyarakat harus berusaha untuk menyukseskan pemilu, apapun usaha mereka para timses dan kandidat serta caleg, apabila masyarakat dengan bekal ilmu dan di tambah pemahaman agama yang di milik dengan kemantapan keimanannya sudah pasti mereka menghindari diri juga keluarga dari praktek money politik dengan mengedepankan perspektif agama bahwa itu dosa yang di murkai Allah.

Beranjak dari itu mari kita mengevaluasi dan merubah diri  dengan sistem pemilu saat ini . Dengan melihat sistem pemilu kyang terbuka dan memberikan kebebasan, artinya siapapun bisa akan dengan leluasa melakukan transaksi politik secara bebas bahwa siapa yang akan maju harus punya suara terbanya dan jual beli suara itu pasti berpotensi ada.

Pada akhirnya, bahwa substansi dari pemilu adalah agenda besar untuk melakukan perubahan dan menatap masa depan bangsa secara politik. Olehnya itu berpolitik harus dilakukan secara jujur, adil, terbuka dan bijaksana. Mari kita wujudkan pemilu berintegritas dengan menhindari diri dari politik kotor dan tercela termasuk money politik dalam bungkusan serangan fajar.

Semoga pemilu tahun ini terealisasi secara damai, jujur dan di ridhai oleh Allah SWT untuk melahirkan pemimpin dan ang mampu membawa  negeri ini ke arah yang lebih baik bermahkotakan baldatun tayyibatun warabbul ghafur.

*Helmi, M. Pd, Relawan Demokrasi KIP Pidie Jaya, Aceh