Kezaliman Itulah yang Menghancurkan

 
Kezaliman Itulah yang Menghancurkan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ada ayat Al-Qur'an yang menarik untuk direnungkan bersama. Berikut ini bunyinya: 

وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

"Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan." (QS. Hud: 117)

Terjemah ini menunjukkan bahwa kata "bi dhulmin", diartikan dengan "zalim". Imam Fakhruddin Ar-Razi menafsirkan ayat tersebut, bahwa arti kata "Ad-Dhulm" dalam ayat ini adalah "As-Syirk", menyekutukan Tuhan. Lalu ia mengatakan berikut ini:

وَالْمَعْنَى أَنَّهُ تَعَالَى لَا يَهْلِكُ أَهْلَ الْقُرَى بِمُجَرَّدِ كَوْنِهِمْ مُشْرِكِيْنَ إِذَا كَانُوْا مُصْلِحِيْنَ فِي الْمُعَامَلَاتِ فِيْمَا بَيْنَهُمْ، وَالْحَاصِلُ أََنَّ عَذَابَ الْاِسْتِئْصَالِ لَا يُنْزَلُ لِأَجْلِ كَوْنِ الْقَوْمِ مُعْتَقِدِيْنَ لِلشِّرْكِ وَالْكُفْرِ، بَلْ إِنَّمَا يُنْزَلُ ذَلِكَ الْعَذَابُ إِذَا أَسَاءُوْا فِي الْمُعَامَلَاتِ وَسَعَوْا فِي الْإِيْذَاءِ وَالظُّلْمِ. وَلِهَذَا قَالَ الْفُقَهَاءُ إِنَّ حُقُوْقَ اللهِ تَعَالَى مَبْنَاهَا عَلَى الْمُسَامَحَةِ وَالْمُسَاهَلَةِ، وَحُقُوْقَ الْعِبَادِ مَبْنَاهَا عَلَى الضِّيْقِ وَالشُّحِّ . وَيُقََالُ فِي الْأَثَرِ: اَلْمُلْكُ يَبْقَى مَعَ الْكُفْرِ وَلَا يَبْقَى مَعَ الظُّلْمِ. فَمَعْنَى الْآيَةِ : (وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ) أَيْ لَا يُهْلِكُهُمْ بِمُجَرَّدِ شِرْكِهِمْ إِذَا كَانُوْا مُصْلِحِيْنَ، يُعَامِلُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا عَلَى الصَّلَاحِ وَالسَّدَادِ. وَهَذَا تَأْوِيْلُ أَهْلِ السُّنَّةِ لِهَذِهِ الْآيَةِ، قَالُوْا: وَالدَّلِيْلُ عَلَيْهِ أَنَّ قَوْمَ نُوْحٍ وَهُوْدٍ وَصَالِحٍ وَلُوْطٍ وَشُعَيْبٍ إِنَّمَا نُزِلَ عَلَيْهِمْ عَذَابُ الْاِسْتِئْصَالِ لِمَا حَكَى اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ مِنْ إِيْذَاءِ النَّاسِ وَظُلْمِ الْخَلْقِ .

Dari penjelasan Imam Fakhruddin Ar-Razi tersebut, maka bisa dipahami bahwa makna ayat itu ialah bahwa Allah tidak akan menghancurkan suatu kaum semata-mata akibat karena mereka musyrik, sepanjang mereka saling berbuat kebaikan dalam relasi sosialnya. Tegasnya, murka Tuhan tidak turun atau ditimpakan kepada suatu komunitas manusia hanya karena mereka menyekutukan Tuhan dan mengingkari Tuhan. Tetapi murka atau siksa Tuhan (malapetaka) turun jika mereka saling menyakiti dan berbuat zalim (menaniaya atau tidak berbuat adil). Atas dasar ini para ahli hukum Islam (fuqaha) mengatakan dalam kaedahnya: hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban kepada Allah itu dimudahkan dan diringankan, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan kewajiban antar manusia itu ketat.

Ada kata bijak yang menyebutkan: 

اَلْمُلْكُ يَبْقَى مَعَ الْكُفْرِ وَلَا يَبْقَى مَعَ الظُّلْمِ

"Pemerintahan atau kekuasaan itu langgeng atau tetapi eksis, meskipun kafir (beragama nonislam) dan tidak akan langgeng, jika zalim."

Jadi sekali lagi ayat tersebut berarti, "Tuhan tidak akan menimpakan siksa-Nya kepada komunitas manusia semata-mata akibat karena mereka musyrik, selama mereka saling berbuat baik dan bertindak jujur dan benar. Dan Ini adalah pandangan Ahlussunnah. Buktinya, Tuhan menurunkan siksa kepada kaum Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Sholeh, Nabi Luth dan Nabi Syu'aib, karena sebagaimana disampaikan oleh Allah, mereka itu kaum yang saling nenyakiti dan berbuat zalim.

Sementara itu, Imam Al-Ghazali, sang argumentator Islam, penulis Kitab Ihya' Ulumuddin yang sangat terkenal itu, mengatakan dalam bukunya yang lain berjudul At-Tibr Al-Masbuk fi Nashihah Al-Muluk, sebagaimana berikut:

وَفِى التَّوَارِيْخِ أَنَّ الْمَجُوس مَلَكَوا اَمْرَ الْعَالَمِ اَرْبَعَةَ آلافِ سَنَةٍ. وَكَانَتِ الْمَمْلَكَةُ فِيْهِمْ

“Sejarah dunia telah mencatat bahwa bangsa Majusi (yang dalam praktik ritualnya menghadap api) pernah menguasai dunia, empat ribu tahun lamanya. Nah, mengapa bisa begitu lama bertahan?”

Al-Ghazali menjawab sendiri:

وَإِنَّمَا دَامَتِ الَمَمْلَكَةُ بِعَدْلِهِمْ فِى الرَّعِيَّةِ وَحِفْظِهِمَ الْاُمُوْرَ بِالسَّوِيَّةِ. وَاِنَّهُمْ مَا كَانُوا يَرَوْنَ الظُّلْمَ وَالْجَوْرَ فِى دِيْنِهِمْ وَمِلَّتِهِمْ جَائِزاً. وَعَمَّرُوا بِعَدْلِهِمْ الْبِلَادَ وَاَنْصَفُوا الْعِبَادَ. وَقَدْ جَاءَ فِى الْخَبَرِ أَنَّ اللهَ جَلَّ ذِكْرُهُ اَوْحَى اِلَى دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام اَنْ أَنْهِ قَوْمَكَ عَنْ سَبِّ مُلُوكِ الْعَجَمِ فَإِنَّهُمْ عَمَّرُوا الدُّنْيَا وَأَوْطَنُوهَا عِبَادِى

“Karena bangsa itu diperintah dan dipimpin oleh tangan-tangan yang adil dan orang-orang yang bekerja untuk kesejahteraan rakyatnya. Agama menurut mereka tidak membenarkan kezaliman dan penyimpangan. Ada sebuah Hadis yang menyebutkan bahwa Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Dawud, yang menyatakan: 'Hai Dawud, hentikan kaummu mencaci-maki raja-raja/para penguasa asing. Karena sesungguhnya mereka telah berjasa memakmurkan kota dan melindungi hamba-hamba-Ku.'"

Ada fakta menarik yang memperlihatkan kepada kita tentang negara paling sejahtera dan negara paling aman di dunia. Legatum Institute, sebuah lembaga riset yang berbasis di London, pada Kamis (3/11/2016), merilis indeks kemakmuran global tahunan ke-10. Hasilnya ada 10 negara paling makmur dan sejahtera di dunia, yakni Selandia Baru, Norwegia, Finlandia, Swis, Kanada, Australia, Belanda, Swedia, Denmark dan Inggris. Sementara itu, menurut Global Peace Index 2015, Institute for Economic and Peace, negara paling aman di dunia adalah Islandia, Denmark, Austria, New Zaeland, Swis, Finlandia, Kanada, Jepang, Australia dan Republik Ceko. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 02 Mei 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: KH. Husein Muhammad

Editor: Hakim