Hadis Kontradiksi Soal Puasa Setelah Pertengahan Bulan Syaban
LADUNI.ID - Sya’ban bulan mulia dan kebiasaan Nabi SAW. pada bulan Sya’ban adalah berpuasa sunnat. Hanya saja terdapat beberapa hadis mengenai puasa sunnat ini dianggap bertentangan antara satu hadis dengan hadis lainnya. Rasulullah SAW. bersabda:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فلَا تَصُومُوا
”Apabila sampai pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah berpuasa. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah).
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW. juga bersabda:
لَا صَوْمَ بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ حَتَّى يَجِيءَ شَهْرُ رَمَضَانَ
”Tidak ada puasa sesudah pertengahan bulan Sya’ban hingga masuk bulan Ramadhan. (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
Kedua Hadis tersebut tampak bertentangan atau kontradiksi dengan hadis berikut ini, di mana Nabi SAW. berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, bahkan hingga sebulan penuh, sebagaimana diriwayatkan dari Ummu Salamah istri Nabi SAW. yang menyatakan:
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم يَصُومُ مِنْ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلَّا شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَان
Rasulullah SAW. tidak pernah berpuasa sunnah sebulan penuh kecuali bulan Sya’ban, hingga bersambung dengan Ramadhan. (HR. Abu Daud).
Kedua hadis tersebut di atas yang dianggap saling bertentangan dalam ilmu hadis disebut Mukhtalaf al-Hadits atau Musykil al-Hadits. Dalam kajian ushul fikih dikenal sebagai at-ta’ârudh atau al-mu’âradhah, saling bertentangan antara satu hadis dengan hadis lainnya.
Lalu bagaimana cara memahaminya? Apakah kita berkesimpulan bahwa Nabi SAW. tidak konsisten, antara ucapannya dengan perbuatannya. Dalam ucapannya, Beliau melarang, tapi justru Beliau mempraktekkan sebaliknya.
Nabi SAW. pasti sangat konsisten, maka di sinilah perlunya ilmu Mukhtalaf al-Hadits agar tidak salah paham terhadap hadis-hadis Nabi SAW. Hadis mukhtalaf, saling bertentangan seperti ini, ada ilmunya, cara memahaminya berdasarkan kaedah dan metodologi yang sudah dirumuskan oleh para ulama hadis.
Hadis-hadis kontradiksi yang tampak saling bertentangan dapat dipahami dengan beberapa metode, yakni Manhaj al-Jam’i wa at-taufiq (metode kompromi), Manhaj at-Tanawwu’ (mengakui dan menerima eksistensi keragaman), Manhaj at-Tarjih (metode pengunggulan salah satunya), Manhaj an-Naskh (metode penghapusan salah satunya), atau Manhaj at-Tawaqquf (menangguhkan).
...
UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN
Support kami dengan berbelanja di sini:
Rp84.000
Rp98.100
Rp328.000
Memuat Komentar ...