Tunanetra Tidak Menjadi Halangan untuk Menghafal Al Qur'an

 
Tunanetra Tidak Menjadi Halangan untuk Menghafal Al Qur'an

LADUNI.ID,  Hembusan angin sore ini menambah sejuk suasana di gazebo Ponpes Bidayatul Hidayah. Tempat nongkrong dari papan ini letaknya persis di sebelah selatan kebun tebu milik warga Dusun/Desa Mojogeneng, Jatirejo, Mojokerto. Nampak sejumlah santri berdiskusi di sebelah gazebo sembari menunggu waktu berbuka puasa tiba.

Lantunan ayat-ayat suci Al Quran terdengar dari arah gazebo. Rangkaian Firman Allah SWT itu mengalun dari bibir pemuda berbaju taqwa putih yang duduk bersila di dalam gazebo tersebut. Jika hanya mendengarkan suaranya, siapa pun tak akan menyangka pemuda ini penyandang tunanetra

 Isyroqi Nur Muhammad (18) atau yang akrab disapa Gus Roqi penghafal 30 juz kitab suci Al Quran, dengan kemampuannya itu Gus Roqi mampu menjuarai lomba hafalan Al Quran hingga tingkat Jatim.

Kondisi Gus Roqi ini sama dengan almarhum ayahnya, almarhum KH. Syaifudin Yahdi. Karena keterbatasan fisiknya itu, dia tak pernah mengenyam pendidikan formal. Lagi pula sang ibu, Mustafridah (44) sejak semula menghendaki putranya menjadi penghafal Al Quran (hafiz).

"Saya menghafal Al Quran mulai usai 8 tahun sampai usia 14 tahun. Jadi, butuh waktu selama 6 tahun untuk hafal 30 juz," kata Gus Roqi kepada wartawan di lokasi. 

Tidak seperti kebanyakan tunanetra yang menggunakan Alquran braille, Gus Roqi menghafal ayat-ayat suci mengandalkan pendengarannya. Sang ibu yang juga hafal Al Quran dengan telaten dan sabar melantunkan setiap ayat kitab suci umat Islam tersebut.

Setiap ayat yang dilantunkan ibunya itulah yang ditirukan Gus Roqi sampai benar-benar hafal dan fasih pelantunannya. Metode hafalan kitab suci ini diterapkan ibunya setiap hari selama 6 tahun lamanya. Rata-rata dia menghabiskan waktu 15-30 menit setiap harinya untuk menghafal setiap ayat Alquran.

"Selama proses menghafal Alquran itu saya belum hafal huruf-huruf hijaiyah sehingga tidak bisa membaca Alquran. Oleh sebab itu saya tidak menggunakan Alquran braille," ungkapnya.

Putra ke dua dari dua bersaudara pasangan almarhum KH. Syaifudin Yahdi dan Ibu Mustafridah (44) ini mengaku sempat mengalami kesulitan menghafal Alquran. Salah satunya saat menginjak juz 15. Kendati begitu, Gus Roqi tak pernah patah semangat.

"Paling susah juz 15, pernah menghafal satu halaman mulai habis duhur sampai jam 5 sore. Saat itu surat Al Kahfi, sulit memang menghafal surat ini," ujarnya.

Gus Roqi menuturkan, menghafal Alquran tidak sepenuhnya menjadi keinginannya. Menurut dia, ibunyalah yang bersikeras mengajarinya untuk menghafal kitab suci. Keinginan keras sang ibu semata-mata untuk menjalankan wasiat ayahnya sebelum meninggal dunia akibat penyakit liver Januari 2005 silam.

"Kalau saya pribadi menghafal Alquran untuk Allah SWT. Juga untuk membanggakan orang tua sekaligus meneruskan perjuangan almarhum abah saya," terang pemuda yang kini membantu mengajar Alquran di asrama Al Qurtubi dan As Syifaiyah PP Bidayatul Hidayah ini.

Saat ini, lebih dari 30 orang dalam keluarga besar kakeknya yang telah hafal Alquran. Mulai dari sang kakek KH Yahdi Mathlab, pendiri PP Bidayatul Hidayah, ayahnya, sampai kakak kandungnya Ilham Kamali (20). Menurut dia, hampir di setiap keluarga keturunan kakeknya terdapat hafiz maupun hafizah.

Selain menghafal, mempertahankan hafalan Alquran juga bukan perkara mudah. Gus Roqi rajin melantunkan ayat-ayat yang sudah dia hafalkan agar tak sampai lupa. "Saat ada waktu longgar, sehari saya lantunkan 5 juz. Kalau ada ayat yang lupa, saya minta tolong anak pondok untuk membukakan Al Quran," jelasnya.

Kemampuan hafalan Al Quran Gus Roqi tak perlu diragukan lagi. Suaranya yang merdu ditambah ingatannya yang kuat, membuatnya beberapa kali menjuarai lomba hafalan Al Quran. Perlombaan ini disebut Musabaqah Hifdzhil Quran (MHQ).

Gus Roqi menjadi juara pertama lomba MHQ 10 juz tingkat Kabupaten Mojokerto pada tahun 2012. Tahun 2017 dan 2018, dia menjadi juara pertama MHQ 30 juz tingkat Jatim yang digelar di Sidoarjo. Sementara Oktober tahun lalu, dia menjadi juara tiga MHQ 30 juz tingkat Jatim di Malang.

"Tahun 2018 saya ikut MHQ 30 juz tingkat nasional di Jakarta, tapi saat itu tak jadi juara. Mimpi saya bisa menjadi juara MHQ tingkat internasional," tandasnya.

Perlombaan MHQ sendiri digelar layaknya sebuah kuis. Setiap peserta diuji untuk melantunkan salah satu surat dalam Al Quran yang dipilih secara acak oleh juri. Selain itu, peserta juga diminta melanjutkan potongan ayat yang dibacakan secara acak oleh juri. Tentunya setiap peserta diuji tanpa melihat Al Quran.