Bertani Pekerjaan Paling Mulia dalam Islam, Zaman Now Kian Punah?

 
Bertani Pekerjaan Paling Mulia dalam Islam, Zaman Now Kian Punah?

Salah satu hal yang menggembirakan untuk petani saat mereka telah usai menumpuk padi yang dalam bahasa endatu dikenal dengan "seumeuphoi". Namun, itu belum final, masih ada satu jenjang lagi yang harus ditempuh untuk merontokkan padi tersebut dengan perontok alias seumeulhoe.

Biarpun mesin modern perontok padi dengan mobil hanya menunngu biji padi siap dipanen terus menghiasi diri di persawahan masyarakat, tetapi mesin perontok semi modern dengan desain bermesin sederhana dengan cara kerja manual masih eksis dan dicintai masyarakat.

Di situlah keberkahan meugoe (bercocok tanam). Kenapa berkah? Meugoe itu melibatkan banyak tenaga manusia mulai menanam hingga dipotong padi oleh masyarakat berlanjut seumeuloe. Belum lagi pasukan tulo (burung pipit) dan sejenisnya menikmati padi kita itu juga rahmat dan berpahala untuk kita. Disitulah salah satu keberkahan meugoe dirasakan dan melibatkan bukan hanya manusia, bahkan makhluk tidak berakal itu.

Tidak sedikit ulama yang menyebutkan mugoesebagai pekerjaan yang mulia dan terbaik di dunia Islam. Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi’i berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena tawakalnya lebih tinggi. 

Bukan hanya beliau, ulama Syafi’iyah lainnya yaitu Imam Nawawi berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah pekerjaan dengan tangan, dan bercocok tanam lebih baik dengan tiga alasan. Yaitu termasuk pekerjaan dengan tangan, tawakal seorang petani itu tinggi dan kemanfaatannya untuk orang banyak, termasuk pula manfaat untuk binatang dan burung.

Memperkuat argumen di atas, Rasulullah saw., juga bersabda dalam hadisnya: "Tidak seorang Muslim pun yang menanam tanaman atau menaburkan benih, kemudian dimakan oleh burung atau manusia, melainkan dia itu baginya merupakan sedekah." (HR. Bukhari dan Muslim). 

Menyokong hadis di atas, Baginda Nabi juga berkata pada kesempatan lain, berbunyi: "Tidak seorang Muslim pun yang menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan merupakan sedekah baginya, dan apa yang dicuri juga merupakan sedekah baginya dan tidak juga dikurangi oleh seseorang melainkan dia itu merupakan sedekah baginya sampai hari kiamat". (HR. Muslim).

Berdasarkan penjelasan di atas, memang para endatu kita yang mewariskan meugoe kepada anak cucunya telah lebih dahulu memahami penjelasan Baginda Nabi. Ini menunjukkan adat dan istiadat yang telah dikerjakan para endatu terutama dengan mugoe, nilai syariat telah mendarah daging dalam jiwa mereka.

Namun, anehnya, ada sebagian generasi sekarang yang minder dan malu dengan pekerjaan meugoe. Bahkan, sawah pun di jual atau didirikan bangunan rumah atau rumah toko (ruko) yang menjulang tinggi ke angkasa. Dinamakah jati diri kita saat ini dalam melestarikan warisan endatu?

Tidakkah kita malu dengan negeri Jepang, mereka menjadi "aib" apabila bercocok tanam sebagai warisan orang tua mereka tidak mampu dikelola selanjutnya terutama anak tertua.

Selamatkan sawah dan hargai warisan budaya endatu.[]

**Helmi Abu Bakar El-Langkawi