Mengintip Tradisi Ibadah Suluk di Dayah Aceh

 
Mengintip Tradisi Ibadah Suluk di Dayah Aceh

LADUNI. ID, AGAMA-DAYAH Abu Lueng Ie memiliki nama lengkap Darul Ulum Abu Lueng Ie. Lueng Ie merupakan sebuah gampong dalam wilayah Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Dayah yang didirikan tahun 1956 ini hanya berjarak 500 meter dari Simpang Tujuh Ulee Kareng, Kota Banda Aceh.

Selain dikenal dengan Darul Ulum, juga masyhur dengan nama dayah tasawuf. Disebut dayah tasawuf sebab sering menjalankan kegiatan suluk. Sulukmerupakan ritual agama untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan diri dari sifat tercela, menghidupkan sifat-sifat terpuji, dan merasa selalu diawasi oleh Allah (ihsan).

Kegiatan suluk di Dayah Abu Lueng Ie telah menjadi rutinitas tahunan. Dalam setahun, suluk dilakukan tiga gelombang. Pertama, pada bulan Ramadhan. Kedua, pada bulan haji atau Zulhijah. Ketiga, pada musim maulid, tepatnya saat Rabiul Awal.

Pada bulan Zulhijah dan Rabiul Awal, masing-masing diselenggarakan sepuluh hari. Sedangkan pada Ramadhan lamanya 40 hari.

Tahun ini, sejak tanggal 25 April 2019, tepatnya sepuluh hari sebelum Ramadhan, jamaah suluk dari berbagai kabupaten/kota di Aceh telah tiba di Dayah Lueng Ie. Jamaah suluk didominasi oleh perempuan usia 40 tahun ke atas.

Begitu juga laki-laki, lebih banyak kaum tua. Namun, terdapat juga beberapa kaum muda dari kalangan pria dan perempuan. Terutama para guru dan santri dari Dayah MUDI Mesra Samalanga.

Mereka meninggalkan anak, istri, suami, dan keluarga semata-mata untuk mencari rida Allah (suluk). Sebelum berangkat ke tempat suluk, mereka telah mempersiapkan bekal bagi keluarga juga bekal bagi dirinya selama bersuluk.

Ibadah suluk akan dibimbing oleh seorang mursyid (guru) dan beberapa orang khalifah yang siap membantu mursyid kapan pun. 

Misalnya Abon Tajuddin, putra Abu Lueng Ie telah lama diangkat sebagai mursyid oleh Abuya Prof Muhibbuddin Waly. Sabagai mursyid, Abon setiap tahun memberikan arahan dan bimbingan kepada jamaah suluk yang datang ke dayah yang ia pimpin.

Sebelum melakukan ritual suluk, jamaah wajib mandi tobat. Kemudian wajib masuk tarekat (jalan menuju kebenaran), khususnya Tarekat Naqsyabandiyah. Dalam bahasa lain disebut ijazah tarekat dari mursyid.

Jadi, setiap jamaah suluk harus memastikan diri bahwa ia telah mendapatkan ijazah tarekat. Pengambilan ijazah tarekat cukup dilakukan sekali saja. Tidak perlu masuk tarekat setiap kali melakukan suluk.

***Tgk. AMIRUDDIN (Abu Teuming), Direktur Lembaga Keluarga Sakinah Mawaddah dan  Penyuluh Agama Islam pada KUA Kecamatan Krueng Barona Jaya.