Ini Manaqib Al-Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya Geritan

 
Ini Manaqib Al-Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya Geritan

LADUNI.ID, Pekalongan - Tempat ini bukan kota baru, Pekalongan adalah kota tua. Dapat dikatakan Pekalongan termasuk kota tertua di Jawa. Di Jawa ada tiga kota tua; Jeporo. Pekalongan dahulu lebih dikenal Plelen atau Alasroban. Plelen itu mulai dari pantai utara Pekalongan sampai Weleri disebut Alasroban. Alasroban itu bukan berarti hanya Waleri Banyu Putih dari Subah sampai pantai utara itu disebut Alasroban.

Bahkan ketika sebelum wali 9 ada, Pekalongan sudah ada. Bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa Pekalongan itu kota tua bisa  dilihat dari bukti-bukti peninggalan sejarah terutama makam-makam tua yang ada di Pekalongan, Batang dan sekitarnya. Karena dulu Batang termasuk kabupaten Pekalongan.

Pertama adalah Syekh Jamaludin Husen, beliau dengan rombongannya berlabuh melalui Pasai. Beliau kelahiran dari Indo-Cina, daerah Kamboja, Vietnam dan sekitarnya. Ibu beliau dari Champa ayah beliau Ahmad Syah Jalal adalah kelahiran India dan ayah Syah Jalal adalah menantu raja India Naser Abad. Ahmad Syah Jalal menikah dengan putri raja Champa. Putri Champa itu melahirkan Syekh Jamaludin Husen.dari Jamaludin Husen beliau mempunyai anak 11.

Itulah kakek dari wali 9. Perjalanan Syekh Jamaludin dengan para ulama yang dari Timur Tengah. Ada juga yang dari Maroko. Maka rombongan tersebut ada yang menyebut al Maghrobi-al maghrobi. Rombongan tersebut yang pertemuannya Dipasai langsung menuju Jawa, tepatnya Semarang.

Setelah dari Semarang meneruskan perjalannya ke Trowulan-Mojokerto. Karena akhlaknya dan budi pekertinya yang baik beliau sangat di hormati di Maja Pahit. Meskipun beda agama pada waktu itu, beliau mendapat beberapa sebidang tanah dari Gajah Mada. Terutama membuat sebuah padepokan pendidikan yang mana santri beliau itu tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri.

Selain itu juga karena sangat popular maka disebut syekh Jumadil Kubro. Rombongan beliau berpencar dalm menjalankan tugasnya masing-masing. Yang terbanyak di Jawa Timur, Jawa Tengah, sebagian kecil ke Jawa Barat. Dan makam-makam beliau dinamakan almaghrobi-al maghrobi. Kalau makam almaghrobi itu banyak sekali, pantas, karena orangnya bukan satu tapi banyak.

Sementara itu, rombongan kedua dipimpin oleh dua tokoh.yang pertama Malik Ibrohimdan Sayid Ibrohim Asmoro qondi atau Pandito Ratu. Ketika itu, rombongan Malik Abdul Ghofur yang juga merupakan kakak Malik Ibrohim yang disebut juga Almaghrobi-almaghrobi. Rombongan ini lebih banyak dari sebelumnya. Malik Ibrohim itu cucu dari Syekh Jumadil Kubro. Rombongan ini juga berpencar, dan diantara robongan-rombongan tersebut ada yang ke Pekalongan sekitar 25 al Maghrobi. Makam beliau juga terpencar-terpencaer dengan nama Maulana Maghrobi.

Salah satunya adalah ketika Prabu Siliwangi memanggil beliau itu kakek (pernahnya).Jadi Maulan Maghrobi itu lebih tua dari Prabu Siliwangi. Diantara anggota rombongan ada yang wafat satu orang. Yang wafat ini dimakamkan di pesisir Semarang. Juga dikenal dengan Syekh Jumadil Kubro. Lokasinya dekat Kali Gawe. Dan ada juga yang wafat di Pekalongan, namanya yang pertama Syarifudin Abdullah, Hasan alwi al Quthbi. Beliau bersama rombongannya tinggal di dareh Blado Wonobodro.

Kemudian yang dua orang lagi Ahmad al Maghrobi dan Ibrohim Almaghrobi tingal di daerah Bismo. Tiga tokoh tersebut dimakamkan di Bismo dan Wonobodro. Yang di Bismo membangun masjid di Bismo yang di Wonobodro membangun masjid di Wonobodro. Terus yang disetono Abdul Rahman dan Abd Aziz Almaghrobi.

Di antaranya lagi Syekh Abdullah Almaghrobi Rogoselo, Sayidi Muhammad Abdussalam Kigede Penatas angina. Jadi Almaghrobi tersebut empat generasi; generasi Jamaludin al Husen, generasi Ibrohim Asmoroqondi dan generasi Malik Ibrohim dan generasi Sunan Ampel. Termasuk yang dimakam kan di Paninggaran, daerah Sawangan; Wali Tanduran. Beliau itu termasuk generasi kedua walaupun bukan golongan al Maghrobi. Beliau sangat gigih dalam syi’ar Islam di Paninggaran. Kalau dalam bahasa Sunda Paninggaran itu berarti cemburu.

Di Pekalongan ini masih terpengaruh, sebagian Jawa Barat dan sebagian Jawa Timur. Karena perbatasan Mangkang itu wilayah Majapahit terus kebarat ikut Pajajaran kuno. Pekalongan sendiri terpengaruh bahasa-bahasa sunda seperti ada nama tempat, Cikoneng Cibeo di daerah sragi.

Misalnya kita bisa melihat pertumbuhan islam pada waktu itu yang dibawa oleh beliau-beliau belum al Magrobi-Almaghrobi. Yang 25 tersebut sebagian dimakamkan di Wonobodro, sebelum wali 9 yang masyhur itu, seperti Sunan Ampel, Sunan Giri Sunan, Kali Jogo dll, itu sudah ada wali sembilan seperti lembaga wali Sembilan jamannya Sunan Ampel itu.

Lembaga wali Sembilan itu seperti Wali Abdal, Wali Abdal itu ada 7. Wafat satu akan ada yang menggantikannya, wafat satu ganti, wafat satu ganti dan seterusnya. Jumlahnya tidak lepas dari 7. Nah wali 9 pun demikian. Termasuk Kigede Penatas Angin itu wali 9, yang Wonobodro juga bagian dari wali Sembilan, tentunya generasi sebelum wali Sembilan yang masyhur itu.

Ki Gede Penatas Angin adalah yang mempertahankan Pekalongan dari serangan Portugis. Pada waktu wali 9 dijaman Sunan Gunung Jati diantaranya sudah ada yang masuk ke Pekalongan. Juga yang namanya Kiyai Gede Gambiran di pesisir pantai. Tapi karena terkena erosi sekarang Gambiran sendiri sudah tidak ada. Ada lagi Sayid Husen didaerah Medono dikenal makam Dowo Syarif Husen, beliau itu juga hidup dijaman wali 9. Diantara tahun 1590 an, sebelim masuk pejajahan Belanda.

Pekalongan walaupun tidak banyak disebut dalam sejarah Demak tapi dekat hubungannya dengan kerajaan Demak. Pekalongan tahun1900 lebih seadikit pelabuhannya didaerah Loji daerah hilir. Makanya didaerah sekitar nama-nama desanya seperti Bugis; Bugisan, Sampang; Sampangan, itu diantaranya. Pekalongan pada waktu itu sudah mulai maju. Dalam pendidikan agama, ekonomi dan lain s sebagainya. Di Dieng dan daerah sekitarnya ada beberapa Candi. Itu menunjukkna kultur di Pekalongan sudah maju. Di daerah Reban sampai Blado itu pernah ditemukan situs air langga. Itu semua menunjukan kalau Pekalongan sudah tua, hanya kita belum menemukan bukti secara kongritnya. Pekalongan pada waktu itu sudah maju, diantara buktinya pada jaman Sultan Agung Pekalongan pada waktu itu sudah mendapat kepercayaan menjadi tempat lumbung-lumbung padi atau beras.

Dan di antara tokoh-tokoh yang berperan pada waktu itu, di adalah tokoh yang di makamkan di Sapuro, yaitu Ki Gede Mangku Bumi sayang makamnya sudah rusak. Jaman almarhum Pak Setiono saya masih sempat meminta untuk menulis tentang tokoh itu. Beliau meninggal pada tahun 1517 Masehi, makamnya di Sapuro belakang masjid. Ada lagi walaupun aslinya dari Bupati Pasuruan Raden Husen Among Negoro, beliau meninggal tahun 1665 dimakamkan di belakang masjid Sapuro. Beliau adalah Putra Tejo Guguh, Putra bupati Kayu-Gersik ke dua. Beliau ini yang menurunkan bupati Pekalongan yang pertama. Pada waktu itu penduduk sudah ramai disusul dengan beberapa tokoh yang lain seperti Ki Hasan Sempalo atau Kyai Ahmad Kosasi adalah menantu beliau.

Bupati Pekalongan yang namanya Adipati Tanja Ningrat meninggal tahun 1127 H. Dimakamkan di Sapuro juga sejaman dengan Jayeng Rono Wiroto putra Amung Negoro. Kiyai Gede Hasan Sempalo. Dan di Noyontaan (Jl. Dr. Wahidin) ada Kiyai Gede Noyontoko hingga desa tersebut disebut Noyontaan, sebabwaktu tokoh yang membuka adalah Ki Gede Noyontoko. makamnya di dalam Kanzus Sholawat. Dulu di belakang rumahnya Pak Teko meninggal tahun 1660 M. dan banyak lagi seperti Wali Rahman di Noyontaan, dulu di Tikungan jl toba atau di depan pabrik Tiga Dara sekarang makam nya sudah hilang.

Sesudah pekalongan mulai rame datang pula tokoh-tokoh yang popular datang dari Hadramaut Yaman beliau adalah Habib Abubakar bin Toha. Habib Abu Bakar lahir didaerah Tarim namanya daerah Gorot. Makanya kayu geritan itu berasal dari kata Gorot. Sekitar abad 17 sebelum masuk Indonesia beliau berdakwah di India, Malaysia, Malaka, Pasai lalu Kalimantan. Beliau pernah tinggal di sebuah desa namanya Angsana daerah Kalimantan Selatan dan masuk ke Surabaya menuju ke Jogja. Beliau dikenal sebagai tokoh pendamai; baliaulah yang menyatukan menyelesaikan sengketa-sengketa. Beliau sangat tinggim ilmunya dan sangat di segani. Beliau mendapatkan gelar Penembahan Tejo Hadi Kusumo. Setelah itu beliau masuk di Pekalongan tinggal di daerah Karang Anyar.

Habib Abu bakar masuk daerah ini karena urutanya dekat dengan Ki Hasan Cempalo, beliau mendirikan padepokan. Kiyai Bukhori salah seorang tokoh pernah menceritakan kalau dijaman nabi beliau seperti sahabat nabi, maksudnya kedudukan kewaliaanya sangat tinggi beliau termasuk golongan Bin Yahya. Pertamakali masuk ke daerah wonopringgo. Guru beliau banyak sekali diantaranya pengarang kitab Nashoih Addiniyah; al Habib Abdullah bin Alwi al Hadad. Dan murid Habib Alwi Al Hadad di Indonesia banyak sekali.

Habib Abu Bakar meninggal tahun 1130 H. Gurunya adalah paman dan ayahnya sendiri yang sangat popular kewaliannya dan banyak lagi guru-guru yang lain. Dan murid-murid beliau di Pekalongan dan luar Pekalongan banyak sekali. Termasuk kakeknya Kyai Nurul Anam dimakamkan di Kayu Geritan juga. Daerah dakwahnya terpencar. selain mengajarkan ilmu agama juga ilmu yang lainnya seperti ilmu kelautan dan ilmu-ilmu lainnya. Beliau dan kakaknya; bertiga, Sayid Abdurahman, Sayid Abu Bakar dan sayyid Muhammad Qadhi.

Sayyid Abdurahman di Cirebon dan Sayyid Muhammad Qodli di Semarang Terboyo. Beliau mendapat gelar banyak selain sunan Qodli juga gelar Ki Gede Semarang. Beliau; Syekh Abu Bakar bin Toha juga sangat gigih memimpin dalam melawan Belanda. Ketiga kakak-adik tersebut hampir sama dalam pola dakwahnya, dan juga sama-sama sangat gigih dalam melawan Belanda. Selain makam beliau di Kayu Geritan juga ada makam kasepuhan lainnya, diantaranya Qodli Shon’a, juga dua pamenang atau prajurit dari Mataram.

Lalu kakeknya dan ayahnya kyai Nurul Anam dan tokoh ke bawah Kiyai Utsman, Kiyai Asy’ari Karang Anyar. Beliau itu juga dimakam kan di Kayu Geritan. Kalau kyai utsman sebelah barat Kyai Asy’ari sebelah timur. Tokoh-tokoh dahulu yang ziarah ke Kayu Geritan ini adalah tokoh-tokoh yang top semuanya. Habib Hasyim selain sering ziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Thoha ini, juga sumbernya sejarah makam ini. Selain sumbernya dari beliau, saya juga mengambil dari beberapa kitab diantaranya kitab punya Sayyid Alwy bin Tohir al-Haddad Mufti Johor Malaysia. namanya Alatho’if, dan buku-buku atau kitab-kitab silsilah. Jadi ada bukti sejarahnya dan jelas kita tidak ngawur dalam hal ini.

Beliau adalah Sulthanul Awliya' Abu Bakar bin Thoha bin Muhammad bin Syekh bin Ahmad bin Imam Yahya bin Hasan al-Akmar bin Ali an-Naaz bin Alwy an-Nasiq bin Muhammad Maulad dawileh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in, bin al-Imam Ali bin Abi Thalib.kwj ibin Sayidatina Fathimah az-Zahra bin Rasulullah SAW.

Beliau dikenal juga dengan gelarnya Penembahan Jati Kusuma. Beliau pun masuk ke Jawa setelah Sayyid Muhammad al-Qadhi kakaknya. Sebelum masuk ke jawa, Yogya pernah singgah di Angsana, Kalimantan Selatan, maka nama beliau di kenal Kyai Ageng Angsana.

Beliau masuk ke Yogya tinggal 3 tahun di Yogya pindah ke Karang Anyar, meninggal di Geritan, Pekalongan.

Beliau mengambil ilmu syari’at, thariqat, tasawuf, tafsir, hadist, fiqhiyah, balaghah, nahwu, syaraf, qiro’at, ushuluddin, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya dari pembesar ulama Awliya. Tidak dari kalangan sadah saja di antara para guru beliau adalah:

  • Kedua orang tuanya, ayahnya ialah Quthbil Aqthab al-Imam Thaha bin Muhammad bin Syekh bin Ahmad bin Yahya
  • Syarifah Alwiyah binti Syaikh Al-Faqih bin Abdurrahman Al-Faqih bin Aqil Al Badawi bin Ahmad bin Yahya

Dan dari :

  • Quthbil Irsyad Ghauts Al-Bilad Al-Imam Abdullah bin Alwy Al-Haddad dan dari
  • Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsy dan dari
  • Al-Imam Abdurrahman bin Abdullah bil Faqih dan dari
  • Imam Besar Aqil bin Syekh al-Faqih bin Abdurrahman bin Aqil bin Ahmad bin Yahya yang tinggal di Madinah (paman dari ibu) meninggal di Tarim Waqila di Madinah, dan dari
  • Pamannya (pihak ayah) Al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Syekh bin Ahmad bin Yahya. Meninggal di Inat, Hadhramaut.
  • Dan dari beberapa pembesar ulama as-sadaat dan lainnya di Tarim.

Artikel ini merupakan Hasil wawancara Kabag Humas Kab. Pekalongan kepada Al-Habib M. Lutfi bin Yahya di Kayu Geritan.