Mengenal Sosok Mursyid Sebagai Khalifah Rasul

 
Mengenal Sosok Mursyid Sebagai Khalifah Rasul

LADUNI ID, KEAGAMAAN -Dunia sufi atau akrab disebut juga dunia tarekat kini terus berkembang dan diminati kalangan masyarakat baik level bawah hingga atas.  Mengupas tarekat sangat erat hubungannya dengan qalbu dan realisasi amaliahnya dalam kehidupan sehari-hari. 

Berkembangnya tarekat tidak terlepas peran dari guru tarekat itu sendiri yang dikenal dengan sebutan mursyid.

Dengan menyimak misi, tugas-tugas, dan ciri khas dakwah Rasulullâh SAW dan para khalifah (pengganti) beliau dapat dipahami bahwa tidak setiap ulama’ dapat serta-merta menjadi Mursyid terutama dalam kapasitasnya sebagai pemimpin dan guru spiritual.

Realita dalam diantara ulama ada pula bahkan banyak sekali yang sekedar berbaju ulama tetapi prilakunya justru bertentangan dengan esensi ulama’ itu sendiri, yaitu takut kepada Allâh SWT sebagaimana diisyaratkan Alquran:

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ ﴿٢٨﴾

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allâh Maha perkasa lagi Maha Pengampun, (Fathir, 35:28).

Di antara mereka banyak pula yang terbuai oleh harta dan kenikmatan duniawi; mereka tidak berdakwa kecuali upah yang akan diperolehnya sudah jelas. Ulama’ semacam ini oleh Imam al-Ghazali disebut dengan ulama dunia atau ulama’ su’ (jahat) : 
Di antara perkara-perkara yang paling penting adalah mengetahui tanda-tanda yang membedakan antara ulama’ dunia dan ulama’ akhirat. Yang dimaksud dengan ulama’ dunia di sini adalah ulama’ su’ yang bertujuan mengejar kenikmatan dunia serta memburu kehormatan dan kedudukan di antara ahli ilmu, (Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, juz 1, halaman: 58).

Oleh karena itu ketika berbicara tentang kualifikasi seorang Mursyid, Imam al-Ghazali menjadikan kebebasan dari kecintaan terhadap harta dan kedudukan sebagai kriteria awal:

Mursyid adalah orang yang:

*Dari batinnya sudah keluar kecintaan terhadap harta dan kedudukan.

*Format pendidikannya berlangsung di tangan seorang Mursyid juga, dan begitulah seterusnya hingga silsilah itu berakhir pada Nabi SAW

*Mengalami riyadhah (latihan jiwa) seperti sedikit makan, bicara, dan tidur, serta banyak melakukan salat, sedekah dan puasa.

*Memperoleh cahaya dari cahaya-cahaya Nabi SAW

*Terkenal kebaikan biografinya dan kemulian akhlaknya seperti sabar, syukur, tawakal, yakin, damai, dermawan, qanaah, amanah, lemah lembut, rendah hati, berilmu, jujur, berwibawa, malu, tenang, tidak tergesa-gesa, dan lain sebagainya.

*Suci dari akhlaq yang tercela seperti sombong, kikir, dengki, tamak, beRAngan-angan panjang, gegabah dan lain sebagainya.

*Bebas dari ekstremitas orang-orang yang ekstrem.

*Kaya dengan ilmu yang diperoleh langsung dari Rasulullah SAW sehingga tidak membutuhkan ilmu orang-orang yang mengada-ada (Ilm al-Mukallafin), (Khulashah al-Tashanif al-Tasawuf dalam Majmu Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman: 173).

Helmi Abu Bakar Ellangkawi, Sumber:Sabilussalikin-alif dan lainnya