Tangisan Ketika Ramadhan Pergi

 
Tangisan Ketika Ramadhan Pergi

LADUNI. ID, kolom- HATI hancur berkeping, hampa terasa kehidupan, semua terasa sirna. Itulah secuil gambaran suasana batin ketika berpisah dengan sang kekasih, kegundahan hati yang tidak sanggup dilukiskan dengan kata-kata. 

Begitu pula rasanya ketika Ramadhan berakhir, bulan yang penuh berkah akan pamit meninggalkan kita semua, belum ada jaminan bahwa kita akan kembali bertemu pada tahun yang akan datang. 

Sungguh malang nasib diri, Ramadhan usai tetapi pundi amal yang bertebaran dalam Ramadhan tidak maksimal diperoleh. Begitu besarnya hikmah Ramadhan, sehingga Rasulullah saw menggabarkan bahwa andai ummat manusia benar benar memahami kelebihan Ramadhan, sungguh mereka menginginkan Ramadhan sepanjang tahun.

Dalam catatan sejarah, orang orang saleh begitu memfokuskan diri memamfaatkan kelebihan yang terkandung dalam bulan Ramadhan, sebahagian dari kisah mereka itu diceritakan dalam kitab Lathaif al-Ma’arif fima li Mawasim al-Ami min al-Wadhaif karangan Ibnu Rajab Al Hanbali dan juga kitab Siyar ‘Alam an Nubala karangan Imam Az Dhahabi. 

Sebut saja Imam As-Syafii yang mengkhatamkan Alquran sebanyak 60 kali, Imam Bukhari yang khatam sehari sekali, Al Walid bin Abdul Malik mampu khatam 17 kali.

Lain pula dengan Abu Muhammad al-Labban yang selama Ramadhan tidak pernah tidur sedetik pun. “Al-Labban pernah mendapati bulan Ramadhan pada 427 H di Baghdad, beliau shalat tarawih bersama orang-orang dalam setiap malamnya selama sebulan penuh. Dan beliau jika sudah selesai shalat, maka senantiasa beliau shalat hingga waktu Shubuh. Jika sudah shalat Shubuh, maka beliau melanjutkannya dengan membuka majlis bersama sahabat-sahabatnya. 

Beliau pernah berkata, “Aku tidak pernah meletakkan pinggangku untuk tidur selama sebulan ini baik siang atau pun malam.” Demikian kisah yang disebutkan Imam Az-Dhahabi. Tidak sedikit pun kesempatan yang disiasiakan mereka dalam Ramadhan, bagaimana dengan kita?

Melihat perkembangan masyarakat dalam Ramadhan, kita patut berbangga, berbagai macam ragam amalan kebajikan bertebaran, baik bersifat kesalihan pribadi maupun kesalihan sosial.

 Kepedulian dan berbagi adalah sebuah keniscayaan dalam ramadhan, banyak digelar buka bersama dengan menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Baik itu dilakukan oleh pejabatan negara, orang kaya hingga artis.

Peduli dan berbagi
Peduli dan berbagi adalah perintah Allah, bahkan dalam sebuah hadist Rasulullah menyatakan bahwa pertolongan Allah akan selalu datang, selama hamba-hamba masih saling membantu dan menolong Saudara-sauadaranya. 

Menumbuhkan kepedulian sosial adalah salah satu spirit yang diharapkan muncul dari pribadi yang menjalankan ibadah puasa, merasakan tidak enaknya menahan lapar, sehingga melahirkan kepedulian untuk membantu mereka yang setiap harinya harus menahan lapar. 

Semoga amalan kebajikan ini mendapat nilai dari Allah SWT, namun perlu diingat dan dicatat bahwa fakir miskin dan anak yatim tidak hanya hidup dalam bulan Ramadhan, mereka juga membutuhkan uluran tangan pada sebelas bulan lainnya.

**Zarkasyi Yusuf, Alumni Dayah Tgk Chiek di Rheung-Rheung, Pidie, Aceh