Ini Enam Isu Penting dalam Konferensi PCI NU Belanda

 
Ini Enam Isu Penting dalam Konferensi PCI NU Belanda

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam Konferensi ke-3 Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Belanda, terdapat berbagai kegiatan yang diselenggarakan. Kegiatan tersebut dimulai dengan pameran bertajuk “The Face of Islam in Indonesia” yang diselenggarakan di Aula Universitas Radboud, Nijmegen, yang berlangsung pada tanggal 12 hingga 21 Juni 2019.

Ketua Panitia Konferensi, Khoirus Sa’diyah Broersma menyampaikan bahwa acara tersebut diselenggarakan berdasarkan hasil kerja sama dengan Musium Bronbeek Arnhem dan Alif.id. Dalam acara ini juga merupakan wadah dari pertemuan pengurus PCI NU sedunia di Nijmegen, Belanda yang telah diselenggarakan pada Selasa (18/6) lalu.

Sementara itu, Nur Inda Jazilah yang merupakan Sekretaris PCI NU Belanda menyampaikan bahwa acara tersebut dihadiri oleh pengurus NU dari beberapa Negara di Eropa dan Mediterania yang kemudian dipandu langsung oleh Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf.

Gus Yahya, sapaan akrab KH Yahya Cholil Staquf, menekankan pentingnya PBNU mengawal segala agenda yang diselenggarakan oleh PCI NU yang merupakan duta mereka di luar negeri. Sebagaimana dituturkan oleh Nur, Gus Yahya juga menekankan agar PCI NU Belanda harus memiliki agenda yang jelas supaya bisa memberikan solusi konkret atas persoalan-persolan yang dihadapi di Negara mereka.

Dalam konferensi tersebut, lanjut Nur, terdapat 43 paper yang dipresentasikan dalam tingkat internasional. Di antaranya adalah membahas mengenai diskursus Islam wasathiyyah yang kemudian difokuskan kepada enam isu. Hal ini sesuai dengan tema yang diangkat dalam konferensi internasional tersebut, yakni, “Seeking the middle path (al-Wasatiyya): Articulations of Moderate Islam”.

Fokus Enam Isu

Adapun enam isu yang diangkat dalam konferensi tersebut adalah, pertama, diskursus mengenai integrasi Islam pada masyarakat Eropa dalam bingkai human rights dan citizenship. Kedua, kata dia, relevansi Islam nusantara dalam manifestasi wasathiyyah.

Ketiga, Islam wasathiyyah dan Islam radikal. Keempat, Islam wasathiyyah dan ekonomi Islam. Kelima, sains dan teknologi dan ekspoitasi lingkungan. Enam, bagaimana Islam wasathiyyah memandang peran dan status perempuan.

Presiden Radboud Universieit Dr. Daniel Wigboldus memberikan sambutan dengan menyampaikan kebanggaannya karena dapat turut serta berpartisipasi dalam konferensi Islam Nusantara yang kedua ini. Sebelumnya diselenggarakan di Vrije Universiteit Amsterdam.

Berdasarkan penuturan Nur, konferensi yang diselenggarakan di Radboud Universiteit Nijmegen Belanda ini dibuka dengan penampilan Ki Agung Ganjur, dilanjutkan dengan menyanyikan Indonesia Raya dan Mars NU Yalal Wathon.

Agenda Moderasi Islam

Dalam konferensi ini, bertindak sebagai pembicara pertama adalah Menteri Agama Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin. Menag RI menekankan tentang pentingnya moderasi Islam sebagai strategi untuk merawat keberagamaan.

Sementara itu, pembicara selanjutnya disampaikan oleh Profesor Timoty Winter Dekan, Cambridge Muslim College, Inggirs. Dalam penyampaiannya, Profesor Timoty memberikan catatan tentang Islam Indonesia yang tetap berdialog dengan budaya local sehingga Islam sangat berperan dalam memperkuat masyarakat.

Pembicara selanjutnya adalah dosen King’s College London Dr. Carool Kersten juga menjelaskan bahwa Islam yang dikembangkan di Indonesia bisa menjadi diskursus dalam mengembangkan dan memperkuat Islam wasathiyyah dalam rangka menghadapi praktik jihad yang sangat identik dengan kekerasan.

Sementara Gus Yahya, yang menjadi pembicara terakhir dalam konferensi tersebut, menjelakan bagaimana pemetaan masalah yang kemudian menyebabkan ketegangan antaragama di banyak Negara, sehingga dengan itu dapat ditemukan jalan keluarnya. Salah satunya adalah dengan moderasi Islam.