Membudayakan Literasi Mencegah Hoaks

 
Membudayakan Literasi Mencegah Hoaks

LADUNI.ID, Kolom-Merebaknya beragam berita yang tak terbukti kebenarannya alias hoaks beberapa tahun terakhir tentu menjadi persoalan yang sangat serius bagi bangsa ini.

 Terlebih bila kabar tersebut menyangkut tentang isu politik dan langsung dipercayai begitu saja oleh masyarakat, maka dampaknya akan sangat buruk dan fatal, yakni terjadinya kekacauan dan perpecahan di tengah masyarakat.

Lantas timbul sebuah pertanyaan, mengapa sebagian masyarakat kita begitu mudahnya terpancing dan lang­sung percaya dengan hoaks?

Me­nurut pengamatan saya, salah satu faktornya adalah karena minim­nya budaya literasi di tengah ma­syarakat kita.

Rendahnya minat literasi (membaca dan menulis) tentu sangat berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat kita. Misalnya, ketika muncul berita yang kontro­versial dan penuh provokasi, masya­rakat langsung memercayainya.

Mestinya bila masyarakat memiliki kebiasaan membaca, mereka tidak akan langsung percaya begitu saja. Mereka akan berusaha melakukan kroscek atau mencari tahu terlebih dahulu tentang kebenaran berita tersebut melalui beragam bacaan atau sumber-sumber yang tepercaya.

Sejarah Membaca

Agama Islam mengajarkan ke­pada para penganutnya agar jangan pernah berhenti belajar sepanjang hayat masih dikandung badan.

Ini artinya, kita diperintah untuk mem­baca berbagai jenis buku yang berisi ilmu pengetahuan, terlebih yang berkaitan dengan amal ibadah yang kita kerjakan sehari-hari. Karena setiap amal itu pasti ada ilmunya.

Sementara kita tahu, orang tak akan pernah bisa memperoleh ilmu penge­tahuan tanpa membiasakan diri membaca buku (sekaligus membaca lingkungan dan alam sekitar kita).

Membaca adalah sebuah aktivitas yang mestinya tak boleh diting­galkan oleh masyarakat kita. Moch Eksan, dalam laman NU Online (30/05/2017) pernah menegaskan ten­tang pentingnya membaca. Signi­fi­ka­si membaca bisa dilihat dari pe­rintah Allah yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, yakni membaca.

Bila dirunut, ter­nyata perintah membaca diturun­kan jauh sebelum perintah salat, puasa, haji, dan sebagainya. Perintah membaca berkaitan erat dengan tradisi literasi yang menjadi pondasi dari peradaban dunia, yakni perada­ban ilmu pengetahuan dan teknologi. Moch Eksan menegaskan, bahwa membaca itu pintu ilmu, sementara buku adalah jendela dunia.

*** Sam Edy Yuswanto