Jahizisme: Esai-esai Sarkastik

 
Jahizisme: Esai-esai Sarkastik

LADUNI.ID - Jahiz, seorang esais, sastrawan dan teolog aliran Muktazilah ternama, menulis kisah unik berikut dalam Kitab Al-Bukhala’. Dalam buku itu Jahiz menyoroti fenomena “pelit masal” di masa itu (abad 2 H/9 M). Orang Merv (مرو, Marwa) adalah orang paling pelit di dunia saat itu, ujar Jahiz. Ia berkisah:

“Orang Merv punya kebiasaan unik berkumpul di masjid. Di sana mereka membuat majelis-majelis dan mereka saling bertukar ‘kisah hikmah orang pelit’. Mereka mempelajari kepelitannya, meresapi nilai-nilainya, lalu mempraktekkan kepelitan itu dalam kehidupan mereka sehari-hari.”

“Suatu ketika di masjid itu, ada orang tua bercerita: aku tak pernah melihat orang yang paling ahli meletakkan sesuatu pada tempatnya (baca: pelit—KK) selain Ma’adzah dari Anbar.” Hadirin berkata: “Bagaimana kisahnya? Cepat ceritakan!”

Si tua bercerita: “Suatu hari Ma’adzah mendapat kambing kurban dari sepupunya. Namun siang itu aku melihatnya menangis. Aku bertanya, ‘apa yang terjadi padamu, Ma’adzah?’”

“Ia menjawab: ‘Pak tua! Aku tahu bahwa semua hal yang diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia; semua pasti ada manfaatnya. Begitu juga dengan hewan kurbanku ini. Ada beberapa organ yang mana aku kebingungan memanfaatkannya. Aku takut organ itu mubazir. Organ itu bukanlah tanduk, karena tanduk sudah aku jadikan cantolan untuk menggantung barang yang sering dimakan tikus. Organ itu juga bukan cairan usus dan lambung, karena cairan usus dan lambung sudah aku jadikan pelumas benang tenunan. Organ itu juga bukan tulang, karena tulang bisa dipanaskan. Setelah dipanaskan tulang itu akan mengeluarkan lemak yang mana lemak itu bisa dipakai bahan penerangan lampu. Kau tahu sendiri tulang yang dibakar akan menghasilkan sedikit asap sehingga lampunya menjadi lebih awet. Organ itu juga bukan kotoran, karena kotoran kambing bisa dikeringkan. Ketika sudah kering dan mengeras, kotoran itu bisa menjadi kayu bakar.’”

Ma’adzah melanjutkan: “Organ itu adalah darah, upil, ingus, daki, keringat, dan ludah kambing (qadid al-syat). Aku bingung mau kuapakan ini semua.” Ujar Ma’adzah sambil murung.

Selang enam bulan, Pak Tua bertemu Ma’adzah yang saat itu sudah tampak gembira. Pak Tua bertanya: “Bagaimana kabar darah, upil, ingus, daki, keringat, dan ludah kambingmu?” Ma’adzah menjawab: “Alhamdulillah. Semua sudah kumanfaatkan dengan baik. Terutama darah. Darah kambing aku gunakan untuk memoles panci Syam. Aku diberitahu bahwa panci Syam akan awet jika dipoles dengan darah kambing.”

Ketika Pak Tua selesai bercerita, para hadirin memukul lantai masjid dengan keras dan berkata: “Kurang ajar! Betapa borosnya kita selama ini.”

***

Kisah di atas adalah kisah nyata yang ditulis secara sarkastis oleh Jahiz. Dalam ilmu Balaghoh sarkasme dikenal dengan nama sukhriyyah. Tulisan-tulisan Jahiz dengan genre sukhriyyah sangat banyak dan luar biasa. Namun demikian, bahasa yang digunakan Jahiz sangat susah dipaham bagi yang tidak terbiasa (kosa-kata, tarkib, dll). Selain Bukhala’, di antara bukunya yang saya sukai adalah: Al-Bayan wa al-Tabyin (empat jilid) dan Al-Hayawan (delapan jilid), Fadhl Sudan (risalah tipis).

Oleh: Kholili Kholil