Habib Ali Al-Jufri: Hati-Hati Jadi Korban Provokasi Khilafah

 
Habib Ali Al-Jufri: Hati-Hati Jadi Korban Provokasi Khilafah

LADUNI.ID, Tengeran - Suatu kali, dalam acara Jalsatud Du’at di Pondok Pesantren Alfachriyah Tangerang, Habib Ali Al-Jufri mengatakan bahwa hasil dari klaim Khilafah adalah umat Islam berbaris mengantri mohon suaka ke negara lain, muncul pemurtadan kepada korban konflik.

“Inikah yang Anda sebut dengan Khilafah Islamiyah? Mana klaim Khilafah, demokrasi dan HAM yang dijadikan alat provokasi? Hati-hatilah. Jaga negeri kalian. Saya tidak bicara tentang pemerintahan. Tapi jaga negeri kalian. Jangan terprovokasi dengan orang pakai baju putih yang mengatasnamakan Islam, demokrasi, liberalisme dll. untuk merusak dan menipu,” terang Habib Ali Al-Jufri.

Dalam ceramah tersebut, beliau juga menceritakan bahwa Imam Mawardi pernah mengatakan dalam kitabnya yang berjudul al-Ahkam as-Sulthaniyah, agama, akal, jiwa, kehormatan dan harga diri harus dijaga. Jika negara hancur, maka semuanya akan hancur.

Di Pondok Pesantren yang dipimpin oleh Habib Jindan bin Novel bin Jindan ini, Habib Ali Al-Jufri juga menyampaikan bahwa sekarang kita sedang ada di zaman fitnah, kekacauan dan gangguan. Segala keamanan hanya untuk orang-orang yang fokus mendekat kepada Allah Swt. Bahaya segala bahaya bagi yang mengurusi dunia.

Beliau Habib Ali Al-Jufri juga menyampaikan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda dalam Shahih Bukhari, “Aku tidak khawatir kamu menjadi musyrik, yang aku khawatirkan ketika Allah bukakan pintu duniawi kepadamu.”

“Apakah masalah akan terjadi ketika pintu duniawi dibuka kepada kita? Bukan itu. Tapi maksudnya adalah kita menjadi mandiri. Apa makna kekhawatiran Rasulullah Saw.? Dibukakan dunia kepadamu seperti umat sebelum kalian. Maksudnya perangai kalian, moral kalian seperti umat sebelum kamu. Mereka berlomba-lomba untuk mencapai dunia. Sehingga hancur,” terang Habib Ali Al-Jufri.

Rasulullah Saw. memperingatkan kita di Arab atau Timur Tengah tidak peka. Misinya setan adalah untuk menimbulkan keributan di antara kita. Tahris adalah upaya provokasi/adu domba antar kelompok. Provokasi akan berhasil karena dua hal; nafsu-nafsu yang siap menerima provokasi dan sebuah kejadian/isu untuk digoreng.

Nafsu itu berubah-ubah. Dari ammarah bissu’, lawwamah, muthmainnah, dan mardhiyah. Bahkan nafsu yang paling buruk juga berubah. Provokasi mencari target ketika nafsu sedang sedih, marah, dll. Rasulullah Saw. mengajarkan agar tidak marah/membina nafsu, jangan bersedih, dan banyak lagi bimbingan lain sebagaimana doa rabbana atina fiddunya hasanah, dst.

Pendakwah ke jalan Allah saat ini bertugas untuk menenangkan nafsu-nafsu ini agar sejalan dengan ajaran Rasulullah Saw. Peran pendakwah bukan memprovokasi kecuali pada jihad yang betul, dan syarat-syarat yang dibenarkan syariat. Bukan kalimat jihad yang dicuri dan disalahgunakan untuk kepentingan yang keliru, menipu atas nama jihad Islam.

Contoh, warna sorban ini adalah sorban merah terserah saya. Kamu mau apa? Seperti seseorang yang mengklaim ingin mendirikan Khilafah Islamiyah tapi mendzalimi dan membantai sesama muslim. Ini adalah pencurian dan penipuan atas nama jihad.

Dai harus menenangkan nafsu dan bukan malah menjadi budak nafsu. Provokasi adalah misi setan. Setiap orang yang fondasinya provokasi berarti mengikuti misi setan yaitu agar saling bermusuhan.

Perubahan yang terjadi di masa kita saat ini adalah yang dikatakan oleh Bapak Gatot Edi dari Kepolisian adalah seperti yang kami lihat sendiri di Timur Tengah. Di Timur Tengah ada dua sampai empat negara luluh lantak. Karena apa? Di jalan apa? Untuk apa? Katanya demi Khilafah Islamiyah. Yang lain katanya demi demokrasi dan kebebasan rakyat. Mereka hanyut di ombak fitnah. Sehingga negeri-negeri muslimin di Timur Tengah luluh lantak dipermainkan oleh negara-negara yang lain.

Kalau kamu bertanya kepada mereka yang bom bunuh diri di pasar, adalah tujuannya agar tokoh tertentu dibunuh, tetapi muslimin yang terbunuh. Dari mana mereka dapat senjata? Kami beli. Dari mana kamu beli? Dari beberapa negara. Kenapa untuk membunuh bangsamu sendiri? Mana klaim Khilafah? Semuanya adalah kebohongan.

Peran media sosial seperti apa yang dikatakan Menteri Agama KH. Lukman Hakim Saifuddin yang menyitir sebuah hadits:

كفى بالمرء كذبا أن يحدث بما سمع

Kita harus bijak menggunakan media sosial. Dimana kita menyikapi dengan bimbingan Allah Swt. yaitu ajaran tabayyun (cari kejelasan) dan tatsabbut (teguh pada ajaran agama). Sesungguhnya media sosial itu tetap tidak bisa diteliti dan dengan bijak jangan terpancing, harus tetap kroscek dan jangan andil dalam kebohongan.

Ada lagi sesuatu yang selalu berubah dalam hukum fiqih karena perbedaan zaman. Perlu kajian dan pembaharuan. Kita perlu mendalami lagi hukum fiqih. Semua masalah kita, dari nafsu dll. akan menjadi ringan dan kecil ketika kita duduk bersama Allah, curhat kepada Allah dengan menghidupkan hati kita dengan cahaya Allah.

Sebagaimana dikutip dari Jatman Online, ini penting bagi pendakwah. Perkuat hubungan kita dengan Nabi Muhammad Saw. karena kalian mewakili Nabi Muhammad Saw.

(Sumber: Ust. Darul Qutni/Syaroni As-Samfuriy)