Biografi Prof. Dr. KH. Achmad Mudlor, S.H.

 
Biografi Prof. Dr. KH. Achmad Mudlor, S.H.
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Daftar Isi Biografi Prof. Dr. KH. Achmad Mudlor, S.H.

  1. Kelahiran
  2. Pendidikan
  3. Mendirikan Pesantren
  4. Jasa Abah Mudlor
  5. Teladan
  6. Karya-Karya
  7. Referensi

Kelahiran

Prof. Dr. KH. Achmad Mudlor, S.H. atau yang kerap disapa dengan Abah Mudlor lahir pada 09 Agustus 1937 di Desa Kauman, Babat, Lamongan. Beliau merupakan anak keenam dari sepuluh bersaudara, dari pasangan H. Muchdlor dan Hj. Nasiyah.

Abah Mudlor dilahirkan dari keluarga pejuang dalam bidang pendidikan. Banyak jasa dari keluarga besarnya, salah satunya adalah mendirikan Madrasah At-Tahdzibiyah dan Madrasah Bintang Sembilan, selain juga telah berhasil mendirikan koperasi.

Pendidikan

Pada saat berumur sembilan tahun, Abah Mudlor memulai pendidikannya dengan mondok di Pesantren Sawahan, Babat. Di tempat ini, beliau menghabiskan waktu selama tiga tahun, yaitu sejak tahun 1948 sampai dengan 1951. Di sini pula beliau mengabdikan diri kepada KH. Mudloffar.

Tepat pada tanggal 1 Januari 1950, Abah Mudlor menyelesaikan pendidikan formalnya di SR Islam di Babat yaitu MI At-Tahdzibiyah. Sejak masa itulah bakat berorganisasinya tumbuh. Bersama teman-temannya, beliau mendirikan sebuah orkes Bunga Tanjung yang terdiri dari lima personel. Pada setiap pementasan, Abah Mudlor yang kala itu masih kecil selalu ditunjuk sebagai MC sekaligus personil yang memainkan arkodion.

Tamat dari MI, Abah Mudlor melanjutkan pendidikan formalnya ke SGAI 4 (selesai tahun 1954) kemudian melanjutkan ke PGA Atas Muhammadiyah, Bojonegoro selama tiga tahun. Dan setahun setelahnya, Abah Mudlor mengabdikan diri di sebuah lembaga pendidikan milik Muhammadiyah sembari menuntut ilmu di Pesantren Kendal yang terletak di daerah Dander Bojonegoro asuhan KH. Abu Dzar. Lalu, setelah dari Kiyai Abu Dzar inilah Abah Mudlor menentukan pilihannya untuk "ngangsu kaweruh" ke Pesantren Langitan Tuban.

Pada tahun 1954, Abah Mudlor hijrah ke Semarang untuk melanjutkan sekolah di SMA C Semarang Jurusan Ekonomi Sosial. Selama dua tahun Abah Mudlor belajar di sekolah ini dan tinggal di masjid dekat kediaman Kiyai Kholiq yang saat itu menjadi tokoh NU Semarang. Kiyai Kholiq sendiri masih kerabat dari Abah Mudlor. Tapi pada tahun 1955, Abah Mudlor memutuskan untuk kembali belajar di Langitan.

H. Muchdlor, ayah Abah Mudlor, mendatangi Pesantren Langitan untuk sowan pada pengasuh pesantren tersebut dalam rangka matur, bahwa putranya akan mondok di Langitan lagi. Menurut keterangan, H. Muchdlor juga meminta secara pribadi agar putranya dapat mengabdi dan diberi kesempatan untuk mengajar. Akhirnya, Abah Mudlor kemudian diberi wewenang untuk mengajar kelas 4, 5, dan 6 MI Falahiyah, Langitan.

Hal positif yang dilakukan Abah Mudlor di Langitan adalah memberikan ide untuk mendirikan sebuah forum halaqoh. Adapun ide tersebut diisi dengan adanya beberapa disiplin ilmu yang cakupannya antara lain tasawuf hingga filsafat, pembahasan hukum hingga ekonomi, dan juga kimia dan berbagai ragam disiplin ilmu yang lain. Dengan demikian, ilmu-ilmu yang diraih oleh santri bertambah dan terbentuk sikap ilmiah dengan adanya forum halaqoh tersebut.

Ketika Abah Mudlor membaca riwayat filsuf Imam Al-Hakim At-Tirmidzi, Abah Mudlor tertarik untuk terus memperbanyak guru. Abah Mudlor memiliki cara yang cepat untuk mendapatkan ilmu. Awalnya mendekati kiyai-kiyai di kampung lalu akhirnya sampai ke seorang pengasuh pesantren bernama KH. Ali Maksum.

Setelah akrab dengan beberapa kiyai tersebut, Abah Mudlor meminta untuk dibacakan kitab untuknya dengan imbalan bisyaroh sekadarnya. Hampir empat kitab selesai yang beliau pelajari dalam waktu kurang lebih satu minggu. Disamping itu, Abah Mudlor juga mempelajari berbagai hizib di pesantren yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Al-Idris, Cirebon.

Kemudian, di saat hasrat intelektualnya memuncak dan saat itu masih berada di Langitan, Abah Mudlor bertemu dengan Sayyid Muhammad Al-Jufri. Sayyid Muhammad Al-Jufri memberikan pilihan tiga tempat untuk berjuang, yaitu Semarang, Yogyakarta, atau Malang. Abah Mudlor pun akhirnya memilih untuk pergi ke Kota Malang dan memulai perjuangannya di sana.

Ketika Abah Mudlor hendak pergi ke Kota Malang, beliau dititipi selembar surat oleh ayahnya untuk disampaikan kepada seorang tokoh kharismatik bernama KH. Abdur Rahim. Saat itu, Kiyai Abdur Rahim adalah Ro’is Syuriyah NU Kodya Malang. Kemudian oleh Kiyai Abdur Rahim, Abah Mudlor dikenalkan dengan Rektor UNNU yaitu Prof. Dr. Moch. Choesnoe dan diangkat sebagai wakil staff Tata Usaha (TU).

Tidak hanya sebagai staff Tata Usaha, Abah Mudlor juga diangkat menjadi asisten pribadi Prof. Moch. Choesnoe. Dengan keseriusannya dalam bekerja, beliau berhasil lolos tahap propedous saat mendapat kesempatan menempuh ujian pendidikan doktoral dengan tahap Propedous (lulus 1961), Kandidat (lulus 1962), Bakaliorat (lulus 1963), Doktoral I dan Doktoral II (lulus 1966) tanpa harus mengikuti perkuliahan. Beliau mengikuti ujian tingkat lanjut yang diadakan APAI (Akademi Pendididikan Agama Islam), yaitu ujian kandidat dengan spesifikasi ujian yang sama yaitu filsafat umum.

Begitu banyak pengalaman yang dilalui Abah Mudlor di masa muda. Bersamaan dengan kelulusan, Abah Mudlor diamanahi dengan dua tanggungjawab sekaligus, yaitu sebagai Bi’tsatul Hajj oleh Departemen Agama pusat dan ditunjuk sebagai pelaksana misi dakwah Islam di Gunung Agung Pulau Dewata Bali.

Di waktu beliau menjalankan amanah pertamanya, Abah Mudlor mendapatkan amanah tambahan dari Fakultas Tarbiyah wa Ta’lim UNNU Malang untuk melakukan observasi dan studi banding ke Perpusatakaan Al-Jami’ah Al-Islamiyah di Madinah. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi lapangan dan tata kelola perpusatkaan tersebut.

Abah Mudlor dinyatakan lulus ujian Bakaliorat dari Fakultas wa Ta’lim UNNU Malang pada tahun 1963. Kemudian dipercaya untuk menjadi Panitia Perbaikan Haji (P3H) ke tanah Haram karena dinilai sebagai orang yang cukup bertanggungjawab. Selain itu, pasca kelulusan ini, Abah Mudlor diminta menjadi asisten rektor UNNU Malang dan jika rektor berhalangan hadir dalam suatu acara atau kegiatan tertentu maka Abah Mudlorlah yang mewakili.

Abah Mudlor juga sempat menjadi asisten Dosen Sholeh Waqi’ dalam mata kuliah ilmu balaghoh. Tiga tahun setelah lulus bakaliorat, Abah Mudlor diminta oleh Prof. Moch Choesnoe untuk mengikuti ujian selanjutnya. Akhirnya, ujian Doktoral I dan Doktoral II berlangsung selama beliau menjadi asisten Dosen di IAIN Malang.

Karena pengetahuan dan kecerdasan Abah Mudlor yang telah teruji ini menarik perhatian rektor IAIN Surabaya yang saat itu adalah Drs. KH. Abd. Jabbar Adlan (periode jabatan 1992-2000) untuk menobatkan Abah Mudlor sebagai guru besar filsafat pendidikan di IAIN. Untuk mencapai gelar tersebut, beliau harus mengikuti ujian penyetaraan setaraf doktor dengan mengajukan judul untuk disertasi. Sekitar pada tahun 2000, saat itu tidak perlu mengikuti perkuliahan untuk memiliki gelar doktor, cukup dengan menulis karya ilmiah setaraf doktor seperti yang dilakukan Abah Mudlor.

Kemudian Abah Mudlor didatangi oleh Prof. Choesnoe dan memberikan titik terang, Prof. Choesnoe memberikan dua judul untuk proyek penulisan karya ilmiah setaraf disertasi tersebut. Setelah berdiskusi lama dengan Prof. Choesnoe, akhirnya Abah Mudlor memilih judul “Analisis Tansendental tentang Eksistensi Jin menurut Al-Qur’an dan Pengaruhnya Terhadap SDM”. Dipilihnya judul tersebut karena pendekatan studi yang dilakukan adalah studi literatur sementara judul yang lain adalah studi lapangan.

Dalam waktu yang cukup singkat, proposal telah selasai dibuat dan mendapat persetujuan. Dari pihak kampus di Malang diajukan ke IAIN Surabaya. Selanjutnya, beliau pergi ke Jakarta menemui tim guru besar yang ada di Departemen Agama, AIMS Jakarta. Proposal tersebut ditujukan kepada tim penyeleksi karya ilmiah. Setelah membaca judul proposal tersebut, tim AIMS langsung menolak dengan alasan justifikatif.

Menurut mereka, transedental tidak menggunakan metode penelitian. Dibalik semua itu ada alasan yang paling mendasar, yakni konflik aliran. Anggota AIMS yang kebanyakan menganut faham Hanafiah hampir semuanya mengetahui bahwa Abah Mudlor merupakan tokoh Syafi’iyah yang berpengaruh di IAIN Malang pada masanya. Dengan menyetujui proposal terebut, sama halnya dengan membantu popularitas Abah Mudlor sebagai tokoh NU.

Abah Mudlor kembali ke Malang dengan perasaan kecewa begitu juga Prof. Choesnoe. Akhirnya Prof. Moh. Choesnoe menghubungi salah satu temannya di Universitas Leiden, Belanda bernama Harris Robert. Saat itu ada cabang universitas Harvard yang dibuka di Jakarta dan Singapura. Prof. Chosnoe meminta agar Universitas Harvard bersedia menguji disertasi yang diajukan oleh Abah Mudlor. Prof. Choesnoe menegaskan bahwa bukan jin yang diteliti melainkan relasi keberadaan jin dan pengaruhnya bagi sumber daya manusia. Alhasil, mereka pun menyetujui untuk menguji Abah Mudlor.

Abah Mudlor di depan penguji Harvard International University memaparkan disertasinya dengan gaya tutur yang tenang dan dinyatakan lulus dengan gelar doktor pada 10 Desember 2000. Sertifikat kelulusan tercatat dikirim dari San Francisco, California, United State of California.

Mendirikan Pesantren

Awal mula berdirinya Pondok Pesantren Luhur berada di Claket, Kota Malang, hingga akhirnya Abah Mudlor memilih jalan Sumbersari sebagai lokasi Pesantren Luhur sampai saat ini.

Semasa hidupnya Abah Mudlor sering menyumbangkan uang pribadinya untuk kepentingan pesantren. Pernah salah satu putra beliau mengusulkan untuk menempati rumah yang sengaja dibeli untuk memperlebar area pesantren, namun Abah Mudlor tidak begitu saja mengiyakan. Putra beliau diizinkan untuk menempati bagian bawah yang sempit, sedangkan bagian atas digunakan untuk pelebaran pondok untuk santri putri.

Untuk menambah kemampuan spiritual dan intelektualitas santrinya, Abah Mudlor mengajarkan dan membiasakan membaca wirid. Selain itu untuk memaksimalkan intelektualitas, beliau membuat program halaqoh. Halaqoh ini bertujuan untuk berbagi ilmu yang merupakan strategi belajar dengan cara bandongan yang diterapkan di pesantren-pesantren. Menurut cerita dari para santri, halaqoh tersebut di dampingi langsung oleh Abah Mudlor.

Metodenya, setiap santri harus memberikan ceramah ilmiah di atas mimbar dengan makalah yang sudah disiapkan sebelumnya. Apabila makalah tersebut dinilai tidak sesuai, maka santri yang menyampaikan makalah tersebut diminta untuk merevisi bahkan terkadang ada yang langsung diturunkan dari mimbar. Metode ini sangat baik untuk melatih para santri untuk selalu menyampaikan kebenaran ilmiah, tidak sekadar mengarang.

Jasa Abah Mudlor

Darah perjuangan pendidikan dalam diri Abah Mudlor terus mengalir hingga akhir hayatnya. Salah satu amanah besar yang beliau emban sejak diterbitkannya SK Mendiknas No. 146/0/0/2000 yang terbit pada tanggal 10 Agustus 2000 berisi tentang peresmian Universitas Islam Lamongan yang sudah kali ketiga berada di bawah kepemimpiannya. Semenjak menjabat sebagai rektor sampai akhir hayatnya, UNISLA mengalami perkembangan yang sangat pesat.

Abah Mudlor dilahirkan sebagai seorang pejuang, bersama Prof. Moch. Choesnoe dan KH. Oesman Mansur, terlibat dalam mendirikan IAIN Sunan Ampel Malang atau yang sekarang terkenal dengan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Oleh usul Menteri Agama, berdirinya IAIN Sunan Ampel Malang ini dipelopori oleh UNNU (sekarang UNISMA) dan Pesantren Luhur.

Sehingga pembangunan dan perkembangan IAIN Sunan Ampel Malang ini melibatkan UNNU dan Pesantren Luhur. Selain mempelopori berdirinya IAIN Sunan Ampel Malang, Pesantren Luhur dan UNSURI membuat Fakultas Hukum yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Hukum Islam (STIH) UNSURI Malang. Di kampus ini, Abah Mudlor dikenal sebagai guru yang sangat mahir bertutur lisan dalam menyampaikan ilmu pengetahuan.

Saat memimpin UNISLA, Abah Mudlor diminta untuk menjadi pimpinan tim peneliti yang menyumbangkan pikiran dan tenaganya untuk menemukan artefak-artefak sejarah peninggalan Sunan Giri yang masih terpendam. Tanpa tim ini, besar kemungkinan sejarah peninggalan tersebut hilang seiring dengan perkembangan zaman.

Teladan

Abah Mudlor adalah teladan yang amat konsisten pada tujuan utamanya dalam rangka berjuang li i’lai kalimatillah. Dalam hidupnya, selalu memprioritaskan kemanfaatan pada orang lain. Untuk mencapi cita-cita besarnya, Abah Mudlor memiliki semboyan hidup yaitu Hum Rijaalun Nahnu Rijaalun (mereka lelaki kita juga lelaki). Ada sebuah ungkapan lain yang terkenal di kalangan para santri (dan mahasiswa), yakni “Jangan takut mati karena belum makan dan minum tapi takutlah mati karena tidak berjuang!”

Keseriusannya dalam berjuang, Abah Mudlor menjadi salah satu tokoh muslim terkemuka di Jawa Timur. Dalam sehari-hari, Abah Mudlor selalu mempelajari dan mempraktikkan apa yang ada dalam Kitab Ta’limul Muta’alim. Beliau merasa cocok dengan dua bait yang ada pada kitab tersebut, yang pertama “Likulli yaumin ziyadatun minal ‘ilmi washbah fi buhuuril fawaidi”, (Tiap hari bertambah ilmu dan bergelimang dalam lautan yang berfaedah). Sedangkan bait berikutnya berbunyi, “Bijiddin laa biijiddin kullu majdin fahal jaddun bilaa jiddin bimujdi” (Segala sesuatu bisa dicapai dengan semangat, kemampuan, dan juga kearifan Tuhan). Kedua bait tersebut dijadikan semboyan dalam kehidupan Abah Mudlor dan senantiasa memantapkan diri bahwa ada dua hal yang sangat berpengaruh pada rahmat dari Allah SWT, yaitu usaha (ikhtiar) dan doa.

Karya-Karya

Beberapa karya tulis Prof. Dr. Kiyai H. Achmad Mudlor, S.H yang telah dan belum terpublikasi:

  1. Sejarah Dakwah Walisongo dan Sunan Giri, Percetakan Alwi, Surabaya, 1974
  2. Kitab Kasyfud Dujjah  (Khulasah Fi Ilmi Ar Ruudl), Biro Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Malang, 1989
  3. Studi Tentang Pengembangan Dan Pembinaan Agama Islam Dan Pendidikannya Di Daerah Perbatasan Lintas ASEAN Kalimantan Barat, Biro Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, 1993
  4. Prinsip-prinsip Dasar Memahami Al-Quran, Biro Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Malang, 1994
  5. Perbedaan Pendapat dalam Madzhab, Penerbit Sarjana Indonesia, Surabaya, 1994
  6. Logika Berpikir dalam Ilmu Mantiq, Penerbit Sarjana Indonesia, Surabaya, 1995
  7. Kamus Filsafat Umum, Penerbit Rajawali Press, Malang, 1995
  8. Linguistik Bahasa Arab, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1995
  9. Filsafat Keberadaan Sang Pencipta, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1995
  10. Filsafat Tujuan Pendidikan Islam, Biro Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang, Malang, 1995
  11. Analisis Transendental Tentang Eksistensi Jin Menurut Al-Qur’an dan Pengaruhnya Terhadap SDM, Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Malang, Malang, 1996
  12. Sistem Berfikir dalam Ilmu Pengetahuan, Penerbit Sarjana Indonesia, Surabaya, 1996
  13. Nahwu Shorof Praktis (Jilid I, II, dan III), Penerbit Sarjana Indonesia, Surabaya, 1996
  14. Filsafat Pendidikan Islam, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1996
  15. Pengetahuan Metode Qur’any, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1996
  16. Kunci Pengendalian Diri dalam Ilmu Tasawuf, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1996
  17. Tathbiqu Balaghah, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1996
  18. Tauladan yang Baik bagi Muballigh dan Pendidik, Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1997
  19. Ilmu Pengetahuan Badi’ (Sastra Arab), Biro Penulisan Karya Ilmiah IAIN Malang, Malang, 1997
  20. Tema: “Memacu Meningkatkan Kualitas Sarjana untuk Membina Kualitas Sumberdaya Manusia”, Edisi Khusus Majalah IAIN Malang tahun 1993
  21. Tema: “Dialektika dalam Konsep Islam”, dalam Majalah Ilmiah Tarbiyah edisi ke-34, tahun 1994
  22. Tema: “Peranan Potensi Kreativitas Mental dalam Meningkatkan Argumentasi Berfikir Rasional”, dalam Majalah Ilmiah Tarbiyah edisi ke-36 tahun XIII Juni 1995
  23. Tema: “Pemikiran Radikal Filsafah Ghozali”, dalam Majalah Ilmiah Tarbiyah, edisi ke-39 tahun XIII September 1995
  24. Tema: “Islam dan Etos Kerja”, dalam Majalah Ilmiah Tarbiyah edisi ke-40 tahun XIII Desember 1995
  25. Tema: “Iman dan Taqwa dalam Perspektif Filsafat”, dalam Majalah Ilmiah edisi ke-41 tahun XIII Maret 1996
  26. Tema: “Integrasi Tiga Komponen Kepribadian Muslim”, dalam Buletin Al Huda edisi No. 23 tahun November 1997
  27. Shalawat Irfan

Referensi

Diolah dan dikembangkan dari sumber primer situs resmi pesantrenluhur.or.id dan sumber lain yang mendukung.


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 12 Oktober 2020, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 09 Agustus 2023.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya