Lock Down “Corona” dan Resiliensi Indonesia

 
Lock Down “Corona” dan Resiliensi Indonesia

LADUNI.ID, Jakarta - Coronavirus Disease (COVID-19) membuat berbagai negara mengalami sakit bukan saja masyarakatnya namun jauh dari itu ekonomi negara yang terkena dampaknya pun mengalami sakit, tidak terlepas Indonesia sebagai satu dari sekian negara yang mengalami jalur pandemi corona. Corona merupakan masalah kompleks dan lintas sektoral, maka Indonesia diprediksi akan mengalami situasi yang cukup rumit akibat terganggunya siklus pembangunan dan sistem ekonomi nasional. Kerentanan yang terjadi akibat penyebaran corona bisa dapat dilihat dari tiga unsur, yaitu tingkat paparan (exposure), Sensitivitas (sensity) dan kapasitas adapatasi (adaptive capacity) dari gangguan baik secara sosial, ekonomi, politik dan lainnya dalam konteks nasional dengan melihat kondisi setiap wilayah yang terkena dampak corona. Karena kerentanan akibat pandemi corona dapat mempengaruhi setiap sistem yang ada.

Sejak informasi kasus corona pertama di Indonesia dan ditetepakan sebagai Kasus Luar Biasa (KLB) dan Bencana Nasional non alam, sampai saat ini tercatat berdasarkan data dan informasi dari Juru Bicara Pemerintah Penanganan corona tanggal 27 Maret 2020, ada penambahan jumlah pasien sebanyak 153 kasus dengan total jumlah keseluruhan sebanyak 1.046 orang dan yang meninggal sebanyak 87 orang yang tersebar pada 28 wilayah di Indonesia. Secara statistik dan grafik, dalam setiap hari ada peningkatan kasus corona yang terus terjadi bahkan tingkat penyebarannyapun semakin meluas. Oleh karena itu, upaya pencegahan kasus corona yang terus mengalami peningkatan kasus harus cepat dan tepat dilakukan oleh pemerintah.

kebijakan pemerintah dalam merespon kasus pendemi corona mulai diarahkan pada upaya pencegahan dan penyebaran corona virus di berbagai wilayah salah satunya dengan pembentukkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 lewat Kepres No. 7 Tahun 2020, sementara berbagai langkah strategis pemerintah dalam proses percepatan pembangunan sesuai arah kebijakan nasional terutama pada pengentasan kemsikinan, kesenjangan ekonomi dan wilayah dan percepatan pembangunan kawasan perdesaan, pertanian dan kebijakan strategi lainnya mengalami siklus perlambatan yang tentunya akan berimbas langsung bagi pembangunan wilayah. Dalam mengatasi hal tersebut, pemerintah menggelontorkan dana APBN yang tidak sedikit dan program penanggulan yang terus dilalukan. Ada sekitar 4,5 triliun untuk program tunjangan sembako murah masyarakat, subsidi, BLT dan Bansos serta beberapa kebijakan kementerian lainnya dalam mengatasi dampak corona. Semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah bukanlah tanpa resiko, namun kalkulasi yang matang dengan mempertimbangkan segala aspek dari segala kemungkinan yang terjadi oleh peemrintah sangat diapresiasi.

Disisi lain, beberapa daerah mengeluarkan beberapa kebijakan dalam mengatasi arus penyebaran corona dengan mengeluarkan kebijakan lock down dengan asumsi sebagai langkah kongkrit menyelamatkan wilayah dari dampak corona. Sementara sesuai arahan Presiden, bahwa kebijakan lock down adalah kewenangan pemerintah pusat. Tentunya ada kooordinasi pemerintan pusat dan daerah yang belum terbangun secara efektif dalam proses penangan pandemi corona. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus betul-betul mampu mengambil kebijakan nasional terkait berbagai kebijakan pemerintah daerah terkait lock down yang sudah dikeluarkan.  Mengingat pencegahan corona harus dilakukan secara bersama-sama agar langkah dan tindakan menjadi terpadu dan terkoordinasi sehinga tidak menimbulkan polemik atas kebijakan lock down tersebut, karena sampai saat ini kebijakan yan diambil oleh pemerintah pusat dalam memutuskan mata rantai penyebaran corona masih pada tahapan Pshycal Distancing.

Bercermin dari kebijakan beberapa negara yang menerapan lock down sebagai salah satu strategi pencegahan dan memutuskan mata rantai corona di negaranya, meninggalkan dampak langusng bagi kehidupan sosial masyarakat dan siklus perekonomian negarannya. Tentunya ini menjadi catatan serius bagi pemerintah pusat apakah kebijakan lock down menjadi kunci penanganan corona atau sebaliknya dapat menjadi masalah baru. Meningat, Indonesia mememiliki karaketristik wilayah yang berbeda antar satu wilayah dengan wilayah lainnya dengan berbagai persoalan wilayahnya, apalagi masalah disparitas yang masih tinggi menjadi segmentasi tersendiri dalam menghadirkan polimek atas kebijakan lock down yang akan diterapkan. Mempertimbangkan daya dukung wilayah dan masyarakat adalah hal penting yang harus dilhat sebagai salah satu instrumen dalam kebijakan yang akan diambil dalam pencegahan corona.

Perbedaan daya dukung wilayah baik dalam hal ketahanan pangannya, infrastruktur wilayah serta sumber daya yang dimiliki akan berpengaruh dalam proses kebijakan lock down. Jika opsi kebijakan lock down diterapkan pada wilayah yang memiliki daya dukung yang lemah, akan dikhawatirkan menimbulkan dampak baru bagi wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji secara komprehensif bagi setiap wilayah yang terkena pandemi corona, terutama aspek ketersediaan sumberdaya pangan wilayahnya, pemanfaatan akses ekonomi masyarakatnya serta kemampuan adapatasi wilayah tersebut pasca bencana pandemi corona. Karena kebijakan pemerintah bukan sekedar pencegahan penyebaran dan penyelesaian kasus corona, melainkan bagaimana dampak setelahnya yang perlu diperhatikan. Maka langkah pemerintah kedepan bagaimana memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya yang dimiliki sebagai usur penting resilensi Indonesia dari bencana pandemi corona.

Oleh : Muhammad Risal, SP., M.Si
Ketua Umum Pergerakan Tani Muda Indonesia (PETANI)