Kisah Perjuangan Mbah Muntaha, Berjalan Kaki 70 Km di Usia 70 Tahun

 
Kisah Perjuangan Mbah Muntaha, Berjalan Kaki 70 Km di Usia 70 Tahun

LADUNI.ID, Jakarta - Almaghfurlah Simbah Kiai Muntaha Al Hafidz, Pengasuh Pondok pesantren Tahfidzul Qur'an Al Asy'ariyah Kalibeber Mojotengah Wonosobo merasa prihatin dengan kondisi santri-santrinya. Beliau mendapati para santrinya agak kurang bersemangat dalam belajar Al Qur'an.

Kurang lebih waktu itu Beliau dawuh, "kalian santri jaman sekarang itu tinggal enaknya. Mau ngaji tinggal ngaji, ndak perlu perjuangan berat dalam mencari ilmu. Udah gitu kok males-malesan."

Napak Tilas Mbah Muntaha dari Kaliwungu ke Kalibeber

Singkat cerita, beliau mengajak santri-santrinya napak tilas rute perjalanan ketika Mbah Mun (begitu Beliau akrab dipanggil) mencari ilmu.

Waqila ini adalah perjalanan napak tilas terakhir yang diikuti langsung oleh Mbah Mun.

Rute yang dijalani adalah Kalibeber menuju Kaliwungu. Usia Mbah Mun waktu itu sekitar 70 tahun!  Dan sempat di beberapa titik perjalanan Beliau harus ditandu karena kecapaian.

Disepanjang perjalanan, ketika menjumpai masjid atau mushola, Beliau mengajak istirahat santri-santrinya dan nderes Al Quran ditempat itu.

Beliau pernah bercerita bahwa dahulu ketika berangkat mondok ke Kaliwungu, ke tempat Kyai Usman (pondok Kyai Usman berada disebelah utara persis masjid Agung Kaliwungu) Beliau diantar oleh Mbah Asy'ari, bapak Beliau.

Mbah Mun kecil (usia 14th) digendong bapaknya. Saking-sakingnya Mbah Asy'ari kepingin punya anak yang 'alim Al Quran, Beliau antar sendiri putranya ke Kaliwungu. Beliau naikkan putranya ke kuda, sedangkan Mbah Asy'ari sendiri berjalan kaki dan membawa bekal mondok putranya.

Mbah Asy'ari manjakan putranya ketika berangkat mondok.

Ada hikmah dicerita ini,

  • 1. Untuk kita orang tua yang mempunyai anak, dan kepingin anaknya menjadi ahli ilmu, mulyakanlah segala hal yang berhubungan dengan ilmu. Terutama para ahli ilmu.
  • 2. Penting untuk kita tunjukkan secara langsung, perjalanan kehidupan kita kepada anak-anak kita, murid-murid kita sebagai pelajaran yang harus bisa diambil hikmah nya.
  • 3. Kalau orang tua dan guru kita bertirakat untuk kita, kita juga harus bertirakat untuk anak-anak kita

Wallahu a'lam

Ila ruhi Simbah Kyai Muntaha Al Hafidz, wa wasyayikhhi wa ushulihi wafuru'ihi, lahum Al Fatihah.

 


Sumber cerita: