Kisah Karomah Syaikhona Kholil: Begal pun Gemetar

 
Kisah Karomah Syaikhona Kholil: Begal pun Gemetar

LADUNI.ID, Jakarta - Akhir abad 19. Seorang pemuda bernama Saleh dan kedua temannya berangkat dari Pemalang, Jawa Tengah. Tujuannya menuju Bangkalan, Madura. Perbekalan komplit dibawa. Maklum, saat itu jarang moda transportasi. Perjalanan ke arah timur dilalui dengan jalan kaki.

Belum begitu jauh, tibalah mereka bertiga di Alas Roban, kawasan kondang begal dan bromocorah. Ketiga anak muda itu rupanya telah dikuntit kelompok begal. Tujuannya jelas: merampas perbekalan yang dibawa!

Sore jelang petang, ketiganya ditangkap dan disandera begal. Tapi masih untung mereka tidak dilukai, hanya ditahan. Pimpinan bromocorah memandangi mereka satu persatu. “Serahkan harta kalian!” Bentaknya.

Tanpa pikir panjang, Saleh dan kedua temannya langsung menyerahkan semua yang dimiliki. Semuanya, tanpa sisa sama sekali. Hal ini justru membuat begal curiga.

“Baru kali ini aku menemui korban yang pasrah,” batin begal. “Hai anak muda, kalian sebenarnya mau kemana?”

“Kami bertiga mau ke Bangkalan,” jawab Saleh.

“Kemana?”

“Bangkalan, Madura,” Saleh mempertegas jawabannya.

“Urusan apa kalian bertiga jauh-jauh kesana? Bawa bekal banyak lagi?” Pimpinan bromocorah malah menginterogasi.

“Kami mau berguru kepada seorang kiai..” sahut salah satu kawan Saleh. “Ya, kami mau berguru ke Syaikhona Kholil Bangkalan!” timpal kawan satunya.

“Siapa??!? Syaikhona Kholil?” Begal memastikan kupingnya tak salah dengar.

“Iya, Syaikhona Kholil Bangkalan Madura!” Jawab mereka bertiga kompak. Rupanya mulai muncul keberanian dari ketiganya.

Begal tercenung. Petang berganti malam dan sang begal justru terduduk diam sepanjang malam itu. Tapi tidak dengan jantungnya yang terus berdegup kencang.

Keesokan hari, sebelum fajar terbit, tak diduga sang begal menyerahkan seluruh bekal rampasan dikembalikan kepada Saleh dan kawan-kawannya.

Ia berkata, “Dulu aku punya guru ampuh, ia pernah tanding kesaktian dengan Syaikhona Kholil dan kalah, sejak itu guruku bersumpah tidak akan mengganggu Syaikhona Kholil dan seluruh santrinya…” ujar Begal sambil terbata. “Sekarang ini bawalah semua, dan biarlah aku kawal kalian bertiga hingga menyeberang ke Madura….”

Begal berubah 180 derajat. Justru sekarang menjadi pengawal ketiga calon santri Mbah Kholil itu.

Singkat cerita, Saleh dan dua temannya selamat sampai Bangkalan. Di sana belajar agama kepada Mbah Kholil. Awal abad 20 Saleh pulang ke Pemalang, lalu pergi ke Tanah Suci. Sepulang dari Tanah Suci, Saleh berganti nama menjadi Haji Alwi.

Itulah sedikit karomah dari Mbah Kholil. Baru dengar namanya saja, sudah membuat hati pimpinan begal bergetar begitu hebatnya. Wallahu a’lam.

Keterangan: perubahan nama Saleh menjadi Haji Alwi, penulis dapatkan dari nenek penulis Simbah Putri Kartimah yang disaat jelang wafatnya berpesan, “Sesuk nek aku mati ning nisan ditulisi Kartimah binti Haji Alwi, iku buyutmu sing jenenge pas enom Saleh….”

(Bramma Aji Putra)