Hidup di Dunia Ibarat Mondok, Siapkan Bekal ke Akhirat

 
Hidup di Dunia Ibarat Mondok, Siapkan Bekal ke Akhirat

LADUNI.ID, Jakarta - Ada ungkapan dari kalangan orang tua kita bahwa di dunia ini hanya mondok, sementara kehidupan yang sesungguhnya adalah di akhirat. Ibarat santri yang mondok, kita harus benar-benar mempelajari segala ilmu, kita juga harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan karena kalau melanggar maka akan mendapat takzir atau hukuman.

Oleh karenanya, sudah seharusnya kita selalu berbuat baik, menjadi manusia yang memiliki hubungan baik dengan Allah subhanahu wa ta’ala, berhubungan baik dengan sesama manusia, dan berhubungan baik dengan seluruh makhluk ciptaan Allah. Mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan di muka bumi ini adalah salah satu sunnatuallah yang perlu dijalani, sebab jika tidak maka akan berpotensi tersesat.

Begitulah hidup, jika kita sudah menjalani hidup sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan maka doa-doa yang kita panjatkan akan terkabul, termasuk doa agar kita bisa menjadi orang yang selaman di akhirat kelak.

Dalam sebuah ulasan yang ditulis oleh Ustadz Ma’ruf Khozin di laman status facebooknya, beliau menyampaikan ceramah dari Prof Mohammad Nuh ketika memberikan sambutan sekaligus mengingatkan kita semua bagaimana kelak ketika kita di akhirat menjadi gelandangan? Bagaimana jika nanti ketika di akhirat kita tidak memiliki tempat atau dalam bahasa Suroboyo-an disebut “mbambung”?

Setidaknya terdapat tiga hal yang direkam oleh Ustadz Ma’ruf Khozin mengenai sambutan dari Prof Muhammad Nuh sebagai berikut.

Pertama, akhir dari kehidupan kita kelak adalah akhirat, Surga. Jangan sampai kita tidak menyiapkan rumah masa depan yang abadi untuk kita tempati.

Kedua, menyiapkan bekal dan tempat di akhirat diantaranya dengan pasif income (penghasilan tetap). Apa saja itu? Yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya (HR Muslim).

Ketiga, ibarat kekayaan di dunia seperti tanah luas mencapai puluhan hektar, dapat bernilai dan menjadi aset bila memiliki sertifikat. Demikian pula amal ibadah kita dapat tercatat sebagai amal kita bila dilakukan dengan ikhlas.

Prof Nuh membaca ayat terakhir Surat Al-Kahfi:

فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Artinya: “... Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Q.S. Al-Kahf ayat 110) ".

Melalui petuah yang disampaikan oleh Prof Muhammad Nuh, membuat Ustadz Ma’ruf Khozin teringat pada ayat berikut:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

Artinya: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Q.S. Al-Qaşaş ayat 77).

Dari ayat inilah kita dapat ambil sebuah pelajaran bahwa apa yang disampaikan kalangan orangtua kita bahwa di dunia ini hanyalah mondok bisa saja benar. Sebab, yang penting kita lakukan di dunia ini adalah berbuat baik dan jangan berbuat kerusakan serta tetap mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan oleh Allah dan alam. Semoga bermanfaat.