Perjuangan Kyai dan Santri yang Tak Pernah Tercatat dalam Buku Sejarah Sekolah

 
Perjuangan Kyai dan Santri yang Tak Pernah Tercatat dalam Buku Sejarah Sekolah
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Saat mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, para kyai pesantren memahami dan menerapkan dengan sungguh-sungguh kalimat “Hubbul wathan minal iman”, cinta tanah air adalah sebagian dari iman. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Meski harus mengkorbankan nyawa sekalipun.

Fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh PBNU menjadi titik tolak perjuangan para kyai dan juga santri-santrinya. Pada tanggal 21-22 Oktober 1945, NU mengumpulkan semua kyai dan konsul NU se-Jawa-Madura untuk melakukan musyawarah tentang sikap yang akan diambil terkait masuknya kembali pasukan Belanda dan sekutu ke Indonesia. Dari pertemuan tersebut, KH. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa “fardlu ‘ain” bagi umat Islam untuk memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan Indonesia.

Sontak saja, Resolusi Jihad tersebut segera disambut angkat senjata oleh segenap warga nahdliyin, baik kyai, santri maupun simpatisannya. Tak terkecuali di Banyuwangi. Menyambut seruan tersebut, para kyai kembali mengorganisir para laskar, baik yang tergabung dalam pasukan Hisbullah, Sabilillah, maupun laskar-laskar lokal lainnya.

Di Kota Banyuwangi, muncul beberapa nama kyai yang terlibat dalam mengorganisir massa untuk menghadapi gempuran NICA, baik di pertempuran 10 November di Surabaya maupun pertempuran-pertempuran lain di Banyuwangi.

Nama Kyai Saleh Lateng terdengar nyaring dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Selain melakukan tirakat (

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN