Kontekstualisasi Kitab Kuning

 
Kontekstualisasi Kitab Kuning
Sumber Gambar: flickr.com/Andrian Makki, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan di hadapan ratusan mahasantri Ma'had Aly se-Indonesia yang sedang menyelenggarakan Bahtsul Masail Nasional I di Pesantren Al-Rifa'i, Malang, saya diminta bicara tentang "Kontekstualisasi Kitab Kuning". Saya antara lain mengatakan bahwa perubahan adalah niscaya. Tak ada seorang pun bisa menghentikannya. Diam akan ditinggalkan lalu mati. Jika kita masih ingin menjadikan turats atau kitab-kitab kuning sebagai acuan, maka kita perlu membaca dengan kritis apakah diktum-diktum hukum yang tertulis di dalamnya masih relevan (maslahah) dan berkeadilan atau sudah tidak lagi. Jika tidak, maka kontekstualisasi atasnya harus dilakukan. Sebab kemaslahatan dan keadilan itu tujuan hukum.

Khalid Abu Al-Fadl, pemikir Muslim progresif pernah mengatakan, bahwa menilai apakah suatu hukum telah benar-benar memenuhi tujuan-tujuan normatifnya adalah termasuk masalah yang bersifat rasional dan empiris, bukan masalah yang terkait dengan kebenaran skriptural. Pandangan ini agaknya ingin mengatakan bahwa realitas sosial adalah sesuatu yang nyata dan bersifat pasti, sementara teks adalah hipotesis dan memungkinkan untuk dianalisis oleh akal pikiran.

Mempertahankan pembacaan tekstual untuk seluruh ruang sosial dan seluruh zaman akan bisa menjadikan teks tersebut gagal memenuhi tujuan-tujuan moralnya. Konservatisme dengan begitu tidak selalu memecahkan masalah. Lebih jauh adalah sangat mungkin bahwa konservatisme tekstual tersebut bisa mengakibatkan teks-teks tersebut teralienasi dari proses perubahan zaman. Memahami teks-teks hanya dengan memperhatikan makna literalnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan agama hanya akan menghasilkan pemahaman agama yang kering, dangkal dan sangat mungkin tidak relevan dengan kehidupan yang berjalan dan dengan begitu tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Hal ini hanya dapat dihindari melalui pembacaan teks secara kontekstual, dan tidak semata-mata pendekatan intertekstualitas.

UNTUK DAPAT MEMBACA ARTIKEL INI SILAKAN LOGIN TERLEBIH DULU. KLIK LOGIN