Peristiwa Karbala 10 Muharram dan Nasib Pembunuh Cucu Nabi

 
Peristiwa Karbala 10 Muharram dan Nasib Pembunuh Cucu Nabi
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: Laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam sebuah videonya, Prof Dr KH Nadirsyah Hosen berkisah tentang seorang lelaki yang terbunuh tragis pada 10 Muharram. Lelaki itu berusia 85 tahun, pada hari ke sepuluh bulan Muharram di tahun 61 Hijriyah selepas menunaikan shalat subuh. Lelaki itu bergegas ke luar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Beliau menatap pasukan yang tengah mengepungnya, mulailah lelaki itu berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati.

Begini pidatonya,

Lihatlah nasabku, pandangilah siapa aku ini, lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan, apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan mencederai kehormatanku? Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini anak dari ghasy dan keponakan nabimu yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu? Bukankah Hamzah pemuka para syuhada adalah pamanku? Bukankah Ja’far yang akan terbang dengan dua sayap di surga itu pamanku? Tidakkah kalian mendengar kalimat yang masyhur di antara kalian sendiri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata tentang saudaraku dan aku, kata baginda Rasul, keduanya adalah pemuka dari pemuda ahli surga.

“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku maka tanyakanlah kepada sahabat Nabi, Jabir bin Abdullah al-Anshori, Abu Said Al-Khudri, Sahal bin Sa’ad, Zayd bin Aqam, dan Anas bin Malik, yang kesemuanya akan memberi tahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku. Tidakkah ini semua cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?

Kata-kata yang begitu eloknya ini direkam oleh sejumlah kitab dari para ulama Ahlussunnah wal Jamaah, seperti misalnya Tarikh At-Thabari di jilid ke-5 halaman 425 dan Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wa an-Nihayah jilid ke-8 halaman 193.

Namun, sayangnya, mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar dengan pidato tersebut. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidillah bin Ziyad itu memaksa lelaki yang bernama sayidina Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib untuk mengakui kekuasaan khalifah Yazid bin Mu’awiyah.

Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa pertarungan di masa khilafah itu dulu sampai mengorbankan nyawa seorang cucu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa masih mau dibilang khilafah itu satu-satunya solusi umat?

Simak pula bagaimana Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa an-Nihayah bercerita tentang Sayyidina Husein yang terbunuh di Karbala pada 10 Muharram atau yang dikenal dengan hari Asyura. Begini penuturan Ibnu Katsir, “Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut luka di kepalanya dengan kain jubahnya dan dengan cepat balutan kain itu penuh dengan darah Husein. Shomir bin Jausan memerintah pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala penjuru.”

Baca juga: Ini Hikmah dan Pahala Puasa di Bulan10 Muharram

Ibnu Katsir melanjutkan tulisannya, “yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Khamr dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Hawali bin Yazid.” (Kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah JILID 8 hlm 204).

Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa kepada Ubaidillah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Husein. Anas berkata, “Demi Allah sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini.” Ibnu Katsir mencatat, 72 orang pengikut Sayyidina Husein yang terbunuh hari itu.

Imam as-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafah mencatat 4000 pasukan yang mengepung Sayyidina Husein dan keluarganya di bawah kendali Umar bin Sa’ad bin Abiwaqas. Pada hari terbunuhnya Sayyidina Husein, Imam Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafah mengatakan, dunia seakan berhenti selama tujuh hari, mentari merapat laksana kain yang menguning terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit pun terlihat memerah selama enam bulan.

Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam At-Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma, yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang saat itu masih hidup. Ummu Salamah wafat pada tahun 64 Hijriyah, sementara Sayyidina Husein terbunuh tahun 61 Hijriyah. Salamah bertanya, mengapa engkau menangis? Ummu Salamah menjawab, semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya, mengapa engkau wahai Rasul? Rasulullah menjawab, saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.

Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu, mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khilafah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas, apakah mereka yang telah membunuh Sayyidina Husein kelak masih berharap mendapat syafaat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di padang mahsyar? Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua.

Nasib Tragis Pembunuh Sayyidina Husein

Mereka yang terlibat dalam pembunuhan Sayyidina Husein membawa beban berat atas tindakan mereka. Salah satu di antara mereka adalah Umar bin Saad bin Abi Waqas, seorang yang memiliki kedudukan istimewa sebagai keturunan dari seorang Sahabat Nabi yang terhormat. Ayahnya, Saad bin Abi Waqas, dikenal sebagai salah satu dari sepuluh Sahabat Nabi yang telah dijamin surga oleh Nabi Muhammad SAW.

Namun, perannya dalam tragedi kematian Husein menunjukkan bagaimana ambisi dan kepentingan politik dapat mengaburkan kehormatan dan kebenaran. Nasib Umar bin Saad bin Abi Waqas setelah itu menjadi bukti betapa perbuatan yang dilakukannya membawa konsekuensi yang mendalam dan memilukan.

Baca juga: Shalat Sunat Asyura (Hari 10 Muharram)

Ironisnya ketika anaknya kelak justru terlibat dalam pembunuhan cucu Nabi. Kemudian Umar bin Sa"ad bin Abi Waqas dipenggal kepalanya oleh Abu Amar Kaisan atas perintah Muhtar Tsaqafi. Kepalanya dikirim ke Muhammad bin Hanafiyah, putra Imam ‘Ali bin Abi Thalib yang lain. Itulah yang terjadi dengan pembunuh Sayyidina Husein ini.

Yang kedua, Ubaidillah bin Ziyad, beliau saat itu menjabat sebagai Gubernur Kuffah saat terjadinya peristiwa Karbala. Dialah yang mengerahkan 4000 pasukan mengepung Sayyidina Husein, dia pula yang menerima kepala Husein dan memainkannya dengan ujung tongkatnya (sebagaimana telah diceritakan). Ternyata, nasibnya juga dipenggal kepalanya oleh pasukan Muhtar beberapa waktu setelah itu. Anehnya, dalam riwayat yang dikatakan potongan kepalanya didatangi ular yang kemudian tinggal di dalam potongan kepalanya beberapa saat, lalu keluar lagi.

Samir bin Ziajausan, dialah pemimpin tim sayap kiri pasukan yang menyerang Sayyidina Husein. Sebelumnya, dia adalah sahabat dari Imam Ali bin Abi Thalib, namun di masa Dinasti Umayyah malah berbalik membenci keluarga Ali. Pasukannya yang memenggal kepala Husein dan bagaimana nasibnya?

Ternyata 5 tahun setelah itu, nasibnya juga dipenggal kepalanya oleh pasukan Muchtar Tsaqaf. Kepalanya dikirim ke Muhammad bin Hanafiyah, sementara tubuhnya dibiarkan dimakan anjing.

Sinan bin Anas adalah orang yang membunuh Sayyidina Husein, setelah wafatnya Khalifah Yazid, Sinan ketakutan dan menyembunyikan diri karena orang-orang mengetahui bahwa dialah yang membunuh Sayyidina Husein. Ada kabar, dia juga dibunuh oleh pasukan Muchtar Tsaqafi. Ada yang bilang, dia wafat pada masa Gubernur Hajaz di Kufah.

Hurmala bin Kahil al-As’adi membunuh Ali Azghar, anak Sayyidina Husein yang baru berusia enam bulan. Berarti cicitnya Nabi Muhammad. Sayyidina Husein meminta air untuk bayinya yang kehausan. Namun Hurmala melepas anak panah bermata tiga ke leher sang bayi, cicit Nabi Muhammad. Hurmala belakangan mati dieksekusi pasukan Muchtar, tepatnya 5 tahun setelah itu.

Baca juga: Abah Guru Sekumpul: 16 Peristiwa Besar di Hari Asyuro'

Khali bin Yazid, yang membawa potongan kepala Sayyidina Husein ke Kufah untuk Ubaidillah bin Ziyad. Dia menyembunyikan kepala Sayyidina Husein di kompor rumahnya, nasibnya kemudian berakhir tragis. Dia dibunuh di depan rumahnya dan dibakar oleh pasukan Muchtar Tsaqafi.

***

Begitulah yang terjadi terhadap enam tokoh utama dalam peristiwa pembunuhan Sayyidina Husein di Karbala pada 10 Muharram. Semoga Allah memberikan pembalasan yang setimpal atas kelakuan, kebiadaban dan kekejian mereka yang telah mereka lakukan terhadap keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian kisah yang bisa saya sampaikan. Semoga ada manfaatnya. Wallahul muwafiq ila aqwamitthariq. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.


*) Tulisan ini ditranslate dari video Prof. Dr. KH Nadirsyah Hosen, Ph.D pada tanggal 29 Agustus 2020/ 10 Muharram 1442 H.

**) Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 29 Agustus 2020. Tim redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

Sumber : 

1. Dr. Thaqqusy, Muhammad Suhail. 2022. Sejarah Islam: Dari Arab Pra-Islam Hingga Runtuhnya Khilafah Utsmani. Jakarta Selatan: PT Qaf Media Kreativa.

2. Dr. Al-'Isy, Yusuf. 2012. Dinasti Umawiyah: Sebuah perjalan lengkap tentang peristiwa-peristiwa yang mengawali dan mewarnai perjalanan Dinasti Umawiyah. Jakarta Timur. PUSTAKA AL-KAUTSAR

___________

Editor: Muhammad Iqbal Rabbani