Berpegang Teguh pada Pandangan Islam Moderat

 
Berpegang Teguh pada Pandangan Islam Moderat
Sumber Gambar: agsiw.org, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Istilah "perpecahan" tidak pernah saya tuduhkan kepada agama. Agama hanya salah satu objek keserakahan nafsu manusia. Buktinya pada permasalahan yang lain juga banyak ditemukan.

Semisal di awal pendirian partai membuat komitmen bersama, setelah kecewa salah satu keluar lalu mendirikan partai politik yang baru. Saat membangun lembaga pendidikan, semula berjalan lancar, lama-lama mulai berbeda pengelolaan, bersengketa, masuk pengadilan dan salah satu ada yang kalah dan menang. Yang kalah membuat lembaga baru. Dan seterusnya.

Syaikh Abu Zahrah, salah satu ulama Al-Azhar, mengidentifikasi beberapa penyebab terjadinya perpecahan dalam aliran Islam. Faktor tertinggi, selain karena perebutan kekuasaan adalah karena Bangsa Arab memiliki latar belakang mudah berkonflik. Beliau menjadikan hal ini pada urutan pertama karena memang ada riwayat Hadis berikut ini:

ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ، ﻗَﺎﻝَ: ﺳَﻤِﻌْﺖُ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﺇِﻥَّ اﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻗَﺪْ ﺃَﻳِﺲَ ﺃَﻥْ ﻳَﻌْﺒُﺪَﻩُ اﻟْﻤُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻓِﻲ ﺟَﺰِﻳْﺮَﺓِ اﻟْﻌَﺮَﺏِ، ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻓِﻲ اﻟﺘَّﺤْﺮِﻳْﺶِ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ

Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Setan sudah putus asa untuk disembah lagi di jazirah Arab. Tapi setan menyebarkan permusuhan dan peperangan di antara bangsa Arab." (HR. Muslim)

Saya tidak menafikan bangsa lain juga ada kecenderung untuk berperang demi satu kepentingan. Di Jawa pun dahulu bukan berarti sepi dari perang. Masa-masa perebutan kerajaan juga banyak perang. Akan tetapi kecenderungan di Jazirah Arab ada penyulut lain untuk memerangi kelompok yang tidak sepaham dengan mengatasnamakan agama.

Saya sepakat dengan penulis Buku Menjadi Muslim Moderat, Teologi Asy'ari di Era Kontemporer, Dr. Yunus Masrukhin yang merupakan lulusan S3 Al-Azhar di bidang Teologi Islam dengan predikat Cum Laude, 2016, bahwa mazhab yang moderat cenderung tidak pernah mengkafirkan sesama Muslim.

Mengenai hal ini, kita bisa melihat pernyatan menarik dari Imam Ad-Dzahabi berikut ini:

ﺭَﺃَﻳْﺖُ اﻷَﺷْﻌَﺮِﻱ ﻛَﻠِﻤَﺔً ﺃَﻋْﺠَﺒَﺘْﻨِﻲ ﻭَﻫِﻲَ ﺛَﺎﺑِﺘَﺔٌ ﺭَﻭَاﻫَﺎ اﻟْﺒَﻴْﻬَﻘِﻲ، ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺃَﺑَﺎ ﺣَﺎﺯِﻡٍ اَﻟْﻌَﺒْﺪَﻭِﻱ، ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺯَاﻫِﺮَ ﺑْﻦِ ﺃَﺣْﻤَﺪَ اَﻟﺴَّﺮَﺧْﺴِﻲ ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻟَﻤَّﺎ ﻗَﺮَﺏَ ﺣُﻀُﻮْﺭُ ﺃَﺟَﻞِ ﺃَﺑِﻲ اﻟْﺤَﺴَﻦِ اﻷَﺷْﻌَﺮِﻱ ﻓِﻲ ﺩَاﺭِﻱ ﺑِﺒَﻐْﺪَاﺩَ، ﺩَﻋَﺎﻧِﻲ ﻓَﺄَﺗَﻴْﺘُﻪُ، ﻓَﻘَﺎﻝَ: اِﺷْﻬَﺪْ ﻋَﻠَﻲَّ ﺃَﻧِّﻲ ﻻ ﺃُﻛَﻔِّﺮُ ﺃَﺣَﺪًا ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ اﻟْﻘِﺒْﻠَﺔِ، ﻷَﻥَّ اﻟْﻜُﻞَّ ﻳُﺸِﻴْﺮُﻭْﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻌْﺒُﻮْﺩٍ ﻭَاﺣِﺪٍ، ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻫَﺬَا ﻛُﻠُّﻪُ اِﺧْﺘِﻼﻑُ اﻟْﻌِﺒَﺎﺭَاﺕِ

Ada perkataan dari Asy'ari yang membuat saya kagum, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Hazim Al-Abdawi, dari Zahir bin Ahmad As-Sarakhsi. Ia berkata, "Ketika ajal Abu Hasan Al-Asy'ari telah dekat, beliau di rumahku di Baghdad, ia memanggilku dan berkata: "Saksikanlah aku. Aku tidak akan mengkafirkan seorang Muslim (Ahli Kiblat). Sebab semuanya menuju kepada satu Tuhan yang disembah. Perbedaan hanya terdapat pada perkataan."

Kemudian Imam Ad-Dzahabi melanjutkan pernyataannya sebagaimana berikut:

ﻗُﻠْﺖُ: ﻭَﺑِﻨَﺤْﻮِ ﻫَﺬَا ﺃَﺩِﻳْﻦُ، ﻭَﻛَﺬَا ﻛَﺎﻥَ ﺷَﻴْﺨُﻨَﺎ اِﺑْﻦُ ﺗَﻴْﻤِﻴَّﺔَ ﻓِﻲ ﺃَﻭَاﺧِﺮِ ﺃَﻳَّﺎﻣِﻪِ ﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﺃَﻧَﺎ ﻻ ﺃُﻛَﻔِّﺮُ ﺃَﺣَﺪًا ﻣِﻦَ اﻷُﻣَّﺔِ، ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ: ﻗَﺎﻝَ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ: ﻻ ﻳُﺤَﺎﻓِﻆُ ﻋَنِ اﻟْﻮُﺿُﻮْءِ ﺇِﻻ ﻣُﺆْﻣِﻦٌ، ﻓَﻤَﻦْ ﻻﺯَﻡَ اﻟﺼَّﻠَﻮَاﺕِ ﺑِﻮُﺿُﻮْءٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻣُﺴْﻠِﻢٌ

Aku (Ad-Dzahabi) berkata: "Seperti inilah aku memilih beragama". Demikian pula guruku, Ibnu Taimiyah di akhir hidupnya berkata: "Aku tidak mengkafirkan seorangpun dari umat ini". Ia menyampaikan sabda Rasulullah SAW: "Tidaklah menjaga terhadap wudhu kecuali orang yang beriman." (HR. Ahmad) "Maka barangsiapa yang selalu melaksanakan shalat dengan berwudhu maka dia adalah Muslim." (Imam Ad-Dzahabi, Siyar A'lam an-Nubala', juz 1, hlm. 393).

Sebagaimana pandangan di atas, saya juga mengikuti pandangan yang demikian. Kita tidak bisa menafikan umat Islam lain yang berpeda pandangan, apalagi mengaggapnya kafir. Pandangan moderat itu menjadi prinsip yang harus dijaga dengan baik, agar hubungan di antara sesama tidak saling menyalahkan dan menegasikan satu sama lainnya. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 31 Agustus 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma’ruf Khozin

Editor: Hakim