Kalimat Mutiara Imam Ibnu Athoillah tentang Perjalanan Waktu

 
Kalimat Mutiara Imam Ibnu Athoillah tentang Perjalanan Waktu
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Ada sebuah masjid di kawasan perumahan yang meminta kajian Kitab Al-Hikam, bukan lantaran sebagai kata hikmah dari ilmu Tasawuf -sebab bagi sebagian mereka konotasi dari Tasawuf agak dianggap "pinggiran"-, tetapi sebagai bagian dari ilmu Tazkiyah An-Nafsi (menjernihkan hati, managemen qalbu). Padahal hakikat ilmu Tasawuf adalah menjernihkan hati dari penyakit-penyakit batin.

Dalam satu kesempattan, sampailah pada pembahasan tentang raja', yang arti harfiahnya adalah "harapan". Saya menelaahnya dari beberapa Syarah Hikam, uraiannya hampir sama semua. Nyaris tidak ada informasi atau ilmu baru. Hanya saling melengkapi dengan bahasa yang berbeda.

Karena Imam Ibnu Athaillah (658-709 H/ 1260-1309 M) sebagai pengarang Kitab Al-Hikam dan Imam Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111 M) pengarang Kitab Ihya' Ulumuddin adalah sama-sama ulama sufi dan menjadikan raja' sebagai tahapan seseorang untuk mencapai tingkat makrifat, maka saya juga membuka Kitab Ihya' Ulumuddin. Dan Subhanallah, seperti ada kembang api di malam hari, penjelasan yang beraneka ragam warna serta kaya akan sudut pandang dari seorang Hujjatul Islam. Tepat sekali uraian beliau untuk kalangan perkotaan yang memang memerlukan penjelasan logis tentang ilmu Tasawuf.

Ringkasnya begini, dijelaskan bahwa perjalanan waktu itu ada tiga, dulu, kini dan kelak. Jika pada masa dahulu terasa menyenangkan, maka disebut kenangan indah, jika terasa menyebalkan maka disebut kenangan kelam. Pada masa kini, ada yang menyenangkan (like) dan menyebalkan (dislike). Untuk kelak, jika mencemaskan disebut khauf dan jika menyenangkan disebut raja'. Di bagian inilah kalimat mutiara dirangkai oleh Imam Ibnu Athoillah.

الرَّجاءُ ماَ قاَرَنهُ عملٌ وَاِلاَّ فهُوَ اُمْنِيَّةٌ

"Sebuah Harapan yang benar harus disertai amal perbuatan (aksi, realisasi). Jika tidak, maka akan menjadi angan-angan saja."

Sebagian ulama yang menyarahi Kitab Al-Hikam menyampaikan riwayat dari Hasan Al-Bashri, bahwa ada segolongan kaum yang berharap ampunan dari Allah tapi tidak pernah meminta ampunan kepada-Nya. Prasangka bahwa Allah Maha memberi ampunan adalah benar, tetapi kesalahan orang tersebut adalah karena tidak merealisasikannya dengan istighfar, memohon ampunan kepada Allah.

Mengenai hal itu silakan coba memperhatikan gambar berikut ini:

Dalam pandangan lain, sebagian ulama memberi gambaran tentang raja' tersebut seperti kita membeli tiket pesawat dengan tujuan tertentu. Kita tidak bisa melihat siapa pilotnya, tapi kita yakin dan optimis bahwa pilot pesawat akan mengantarkan kita ke tujuan. Sehingga di atas udara pun kita tetap tenang. Demikian pula seharusnya, ketika kita memiliki cita-cita, harapan, program, keinginan dan sebagainya, kita menjadi yakin terwujud dengan usaha dan doa karena pasti akan diwujudkan oleh Allah SWT. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 03 Oktober 2020. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Ustadz Ma'ruf Khozin

Editor: Hakim