Sifat-Sifat Keteladanan Abuya Habib Hasan Baharun

 
Sifat-Sifat Keteladanan Abuya Habib Hasan Baharun

LADUNI.ID, Jakarta - Beberapa sifat yang menonjol Ust. Hasan  yang  sudah sangat makruf di kalangan santri, dan guru-guru, kalangan habaib dan masyarakat yang sering berkomunikasi dengan beliau  sebagai seorang  figur  ulama sebagai pewaris nabi betul-betul beliau mewarisi sifat-sifat sikap dan perjuangan  Datuknya Al-Musthofa Nabi Muhammad SAW.

Agar kita lebih jelas akan dipaparkan sifat-sifat tersebut serta contoh-contoh sebagian peristiwa serta kehidupan beliau sehingga kita dapat meniru sifat dan sikap keteladanan beliau yang juga senantiasa ditanamkan bagi santri-santrinya adalah sebagai berikut;

Sabar

Adapun salah satu sifat yang menonjol pada diri beliau adalah sifat sabar. Kesabaran  Ust Hasan  sangat dikenal oleh semua kalangan  baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenal beliau,  Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun:  “Hasan itu sangat sabar, kalau  saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut.“ Begitu menurut penuturan Hb. Ahmad Baharun pada waktu Ust. Hasan  menghadap ilahi.  Kesabaran beliau sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok.

Ust. Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan  mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan beliau tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.

Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa  orang sebanyak 2-3 truk  untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun beliau malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW.

Adapun cerita-cerita tentang kesabaran Ust Hasan banyak sekali sehingga tidak mungkin untuk diungkapkan disini.

Istiqomah

Sifat Istiqomah Ust Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas beliau sehari-hari karena  beliau bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ust. Hasan  tepat pada pukul  02. 00  ( tidak boleh lebih  atau kurang ).

Suatu ketika beliau datang dari Makkah / Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan  dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi  (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa beliau dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar beliau tidak terlambat bangun beliau berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja beliau masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ust. Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan beliau dalam menjaga keistiqomahan tersebut.   

Tawakkal

Abuya Ust. Hasan mempunyai jiwa tawakkal yang luar biasa sebagai suatu gambaran dari sifat ketawakkalan beliau adalah bahwa ketika beliau mempunyai rencana untuk membangun gedung asrama santri berlantai tiga pada waktu awal-awal terjadinya krisis moneter dengan dana awal sekitar lima juta rupiah dan ketika sahabat beliau datang ke maktab mengungkapkan rencana tersebut barangkali bisa membantu, namun orang tersebut justru bertanya dengan nada terheran-heran: “Ya Ustadz, bagaimana dengan dana yang sedikit itu antum akan membangun bangunan sebesar itu? Apalagi sekarang  Indonesia dalam krisis moneter!” Kemudian apa kata beliau, “Ya Ustadz, yang krisis itu kan Indonesia, negara lain khan tidak! Apalagi Allah, apakah Allah kenal krisis moneter?” Sebuah umpan balik dan argumen yang luar biasa, kemudian beliau melanjutkan kata-katanya, “Kalau kita punya rencana maka kita jangan sekali-kali mengukur dengan kemampuan kita, apabila kitamengukur dengan kemampuan kita maka hasilnyapun Allah akan memberikan sesuai dengan kemampuan kita, tetapi apabila kita mengukur dengan kemampuan Allah maka kemampunnya tiada terbatas dan yakinlah bahwa selama kita berniat memperjuangkan Agama Allah bahwa Allah itu akan menolong kita,” Inilah  diplomasi yang menggambarkan betapa tingginya tingkat ketawakkalan beliau.

Bahkan apabila mau membangun beliau justru menghabiskan segala uang yang tersisa dan membagikan kepada fakir miskin sebagi pancingan datangnya rahmat dan pemberian Allah dan beliau mengibaratkan orang mancing maka apabila pancing dan umpannya besar maka akan memperoleh ikan yang besar pula.

Hal ini sering diungkapkan pula ketika ada panitia pembangunan masjid dan Lembaga Pendidikan Islam bahwa apabila berniat ingin membangun maka disarankan tidak perlu khawatir pembangunan tersebut tidak selesai dan menyuruhnya membongkar/ memulai pembangunan tersebut tanpa menunggu terkumpulnya dana  untuk pembangunan karena menurut beliau bahwa pembangunan masjid dan LPI tersebut merupakan proyek Allah SWT. dan Insya-Allah pasti selesai tinggal menata niat panitia serta berusaha semaksimal mungkin sebagai sunnatullah dan harus disertai dengan banyak berdo’a.”

Begitulah saran-saran beliau kepada  para takmir dan panitia yang datang minta saran dan sumbangan kepada beliau.

Dermawan dan Sangat Perhatian terhadap Fakir Miskin dan Anak Yatim

Kedermawanan yang ada pada beliau tumbuh dan berkembang sejak beliau karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh aba dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga beliau tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial  terutama memiliki kepedulian kepada para ffakir-miskin dan anak yatim. Bentuk kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan belia membagikan hadiah  pakaian  hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili beliau yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu.

Ikhlas

Sebagaimana sering diungkapkan oleh beliau dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian beliau yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai sebuah bukti dari keikhlasan beliau ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan beliau tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum beliau wafat.

Demikian pula beliau dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan beliau tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena beliau berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.

Tawadlu

Walaupun beliau sebagai ulama besar yang dihormati dan disegani, baik di dalam maupun di luar negeri, dan kebesaran beliau diakui oleh Sayyid Muhammad sehingga pada saat beliau datang ke Mekkah di majlis ta’lim Sayyid Muhammad diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan / taujihat pada jamaah haji dan para ulama sedunia yang berkumpul di majlis tersebut, dan juga dalam acara haul Nabiyullah Nuh AS di Yaman beliau senantiasa mengelak ketika diminta untuk memberikan sambutan, tetapi pada kunjungan yang terakhir beliau mau memberikan sambutan namun tetap dengan sikap tawadlu’ beliau mengatakan bahwa tidak bermaksud memberikan nasehat kepada yang hadir yang kebanyakan terdiri dari para ulama dan auliya’, tetapi nasehat tersebut ditujukan untuk santri-santri beliau yang belajar di sana.

Beliau senantiasa menunjukkan sikap tawadlu’ dalam kehidupan sehari-hari dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa beliau adalah orang besar. Siapapun tamu yang datang dilayani dengan ramah bahkan apabila menyajikan makanan beliau sering mengangkat sendiri sajian makanan dari dapur dan menyuguhkannya kepada para tamu.

Di antara doa yang menunjukkan sikap dan sifat tawadlu’nya tersebut dengan senantiasa memanjatkan do’a agar beliau dan putra-putra serta murid-muridnya dijadikan orang-orang yang memiliki kebesaran tetapi tersembunyi (minal masturiin).

Kesederhanaan 

Pribadi  Ust. Hasan
Apabila orang bertemu dengan Ust. Hasan  Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal beliau maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ust Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena beliau memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-bisa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rihda kecuali apabila beliau akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlispertemuan yang harus menampilkan sebagai sosok   untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka beliau akan berpakain lengkap dengan jubah kebesarannnya.

Selain kesederhanaan dalam berpakaian  beliau juga memiliki kesederhanaan dalam pola  kehidupan sehari-hari,  banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepada beliau ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah beliau yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudsah menjadi pilihan  beliau yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.

 


Sumber: Ma'had Darullughah wa ad-Dakwah