Kisah Tiga Karomah KH. Adlan Aly

 
Kisah Tiga Karomah KH. Adlan Aly

LADUNI.ID, Jakarta - KH. Adlan Aly adalah salah satu sosok Kiai yang menjadi mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Beliau mendapatkan Ijazah irsyad (diperbolehkan untuk menjadi mursyid atau guru dalam satu tarekat) dari guru tarekatnya, KH. Muslih Abdurrahman Mranggen, Demak.

Guru beliau, KH. Muslih Abdurrahman, memang sudah dikenal sebagai mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dan banyak memberi ijazah kepada para ulama Jawa. Selain kepada KH. Muslih Abdurrahman, KH. Adlan Aly juga memperoleh ijazah tarekat tersebut dari KH. Romly Tamim Rejoso, Jombang.

Sebagai ahli terekat dan seorang mursyid, KH. Adlan Aly memiliki banyak karomah yang khariqul ‘adah (tidak biasa). Salah satunya, beberapa kali ditunjukkan ketika beliau sedang melakukan perjalanan.

Baca juga: Biografi KH. Adlan Aly

Dalam buku “Karomah Sang Wali, Biografi KH. Adlan Aly”, Anang Firdaus, penulis buku tersebut, menjelaskan setidaknya tiga peristiwa yang menunjukkan karomah Mbah Delan (panggilan akrab beliau) yang berhubungan dengan kendaraan, dalam hal ini mobil. Menariknya dari ketiga mobil tersebut bukan milik Kiai Adlan, melainkan milik orang lain.

Mobil milik Pesantren Tebuireng

Mobil pertama, yang menjadi saksi karomah Sang Wali Cukir, yaitu mobil milik Pesantren Tebuireng pada zaman itu. Saat itu Nyai Halimah, istri kedua Kiai Adlan, masih sugeng (hidup). Seorang bernama Aji pernah diminta mengantar Kiai Adlan menghadiri undangan ke Bojonegoro menggunakan mobil milik Pesantren Tebuireng.

Saat musim hujan, di tengah perjalanan mobil yang dikendarai Kiai Adlan dan Aji terperosok ke lubang jalan dan mogok alias tidak bisa nyala. Kiai Adlan bertanya, “Ada apa?”. “Mobilnya tidak bisa jalan, Yai,” jawab Aji. Kiai Adlan malah menjawab, “Ya sudah kamu di atas saja, saya turun”.

Sang Sopir mengira Kiai Adlan akan mendorong mobilnya. Ternyata bukan. Kiai Adlan Aly tidak mendorong mobil itu, tetapi justru mengangkat mobil tersebut, sehingga bagian yang masuk ke lubang bisa keluar. Perjalanan bisa dilanjutkan dan menyisakan keheranan di hati Aji.

Mobil sedan milik KH. Yusuf Hasyim

Kedua, mobil sedan, milik KH. M. Yusuf Hasyim atau Pak Ud yang saat itu menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng. Kiai Adlan meminjam mobil itu untuk menghadiri acara di Jawa Tengah. Saat perjalanan pulang di daerah Mantingan, oli mesinnya habis. Sang sopir yang bernama Pak Bari melaporkan kepada Kiai Adlan terkait hal itu.

Lalu, Kiai Adlan menjawab, “Teruskan saja tidak apa-apa”. Sontak membuat Pak Bari bingung, oli habis malah diminta meneruskan perjalanan. Ternyata, walau tanpa oli, mobil tetap bisa berjalan sampai rumah.

Mobil Corolla milik H. Faqih, juragan sate

Ketiga, mobil milik H. Faqih, salah satu tetangga dekat beliau di Cukir yang hingga sekarang memiliki warung sate yang cukup terkenal di Jombang. Mobil Cerola merah itu pernah dipakai Kiai Adlan untuk bepergian ke Jawa Tengah dalam rangka menghadiri suatu acara. Yang bertindak sebagai sopir saat itu seorang bernama Ma’mun, putra Pak Tohir.

Selesai acara, Kiai Adlan langsung pulang, padahal saat itu menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Tiba-tiba di tengah jalan, mobil itu kehabisan bensin. Praktis, sang sopir khawatir, karena pada jam selarut itu, tidak ada yang berjualan bensin eceran, sedangkan kondisinya jauh dari SPBU. Sang sopir lapor kepada Kiai Adlan, “Mbah Yai, bensinnya habis. Lalu beli di mana? Kalau sudah jam sekian, tidak ada penjual bensin yang buka, Yai”.

Mendengar itu, Kiai Adlan pun keluar dari mobil dan berjalan kaki. Di jalan beliau menemukan pedagangdegan (kelapa muda). Lalu beliau membeli dua plastik, yang satu diberikan sopir untuk diminum, sedangkan satunya ditaruh di dekat mesin mobil. Setelah itu, Kiai Adlan berkata, “Ya sudah, ayo naik”. Tak disangka, ternyata bensin mobil itu menjadi full. Perjalanan dapat dilanjutkan dan sampai di rumah dengan selamat.