Habib yang Tak Pernah Diam

 
Habib yang Tak Pernah Diam

LADUNI.ID, Jakarta - Saat jadi Dubes, beliau sempatkan waktunya untuk menulis, maka lahirlah Tafsir al-Mishbah. Jabatan tidak membuatnya lupa untuk menulis.

Saat para ulama berbeda pendapat tentang Hijab, beliau menulis buku tentang hijab, tujuannya agar umat paham bahwa hijab itu ikhtilaf dikalangan ulama.

Saat para politisi, agamawan, umat kehilangan jati dirinya sebagai manusia, beliau menulis buku tentang yang penting dari kita adalah akhlak.

Saat kekerasan, teroris marak di Indonesia atas nama agama, beliau menulis buku tentang Islam yang disalah pahami.

Saat orang sibuk mengejar jabatan, hingga mempolitisasi agama untuk menjatuhkan lawan politiknya, beliau menulis buku tafsir tentang surah al-Maidah.

Saat banyak tuduhan fitnah yang dialamatkan kepadanya, dianggap sebagai Syi'ah, tidak mewajibkan jilbab dan lain-lain, beliau menulis buku Islam yang saya pahami.

Agar umat Islam paham bahwa perpecahan adalah senjata yang paling ampuh bagi musuh Islam, dan persatuan adalah kekuatan terbesar bagi kaum muslimin, maka beliau menulis buku mungkinkah Syiah-Sunni bergandengan tangan?

Untuk memberi bimbingan kepada anaknya dan orang lain tentang hakikat pernikahan, maka beliau menulis buku kado pernikahan.

Agar tidak terlalu risau dengan pelaksanaan ibadah yang berbeda-beda, beliau menulis buku 1001 tanya jawab soal ibadah.

Agar al-Qur'an tidak hanya menjadi bacaan semata karena ingin mengejar pahala, maka beliau menulis buku membumikan al-Quran supaya pesan-pesannya membumi.

Kemajuan teknologi menyebabkan sebagian orang meragukan atau mempertanyakan al-Qur'an, maka beliau menulis buku kemukjizatan al-Qur'an

Saat berangkat Umroh, beliau sempatkan waktu untuk menulis Sejarah Nabi Muhammad saw dari awal hingga akhir. Beliau menghabiskan waktunya 6-7 jam untuk menulis, ketika berada di Madinah beliau pun menyelesaikan tulisan tentang Sejarah Nabi Muhammad saw, lalu di depan Maqam Nabi saw beliau sampaikan tulisannya tentang diri Nabi Saw, meminta kepada Allah agar kiranya, buku itu dapat berkah dari Nabi saw. Lewat tulisan beliau memperkenalkan keagungan Nabinya, karena itu beliau pun dimuliakan.

Beliau melahirkan karya tulis dan generasi penerus. Prof. Dr. Nasruddin Umar, MA salah satunya, yang saat ini menjadi Imam Besar Istiqlal Jakarta.

Di bawah bimbingannya beliau mendirikan Pusat Studi al-Qur'an dan sudah melahirkan banyak alumni.

Beliau tak pernah diam, beliau selalu bicara lewat tulisan. Kata-katanya penuh makna.

Beliau seorang habib namun tidak ingin dipanggil habib karena merasa belum layak dengan gelar itu.

Beliau seorang profesor, kiai, ulama tafsir alumni Al-Azhar namun beliau hanya dipanggil "Pak Quraish”.

Rasanya sulit menemukan habib seperti beliau di Indonesia. beliau lebih memilih diam sambil membantah, membimbing, menulis. Beliau seorang habib yang tidak suka berisik.

Masih banyak lagi buku-bukunya yang lain, yang tidak saya sebutkan di sini. Nampaknya setiap tahun selalu beliau terbitkan tulisannya jadi buku. Menulis adalah ibadah baginya.

Lewat tulisan beliau menjawab persoalan-persoalan hidup manusia, lewat tulisan beliau menyelesaikan konflik tanpa harus demo sambil shalat di jalanan. Lewat tulisan beliau membantah satu pendapat tanpa harus mencaci maki dan disaksikan publik.

Tulisan-tulisannya adalah respon terhadap dinamika sosial yang terjadi khususnya di Indonesia

Ada segelintir yang membenci beliau, tetapi sangat banyak yang mencintainya.

Ungkapan terakhir saat bertemu dengan beliau ia berkata,

"Jangan berdebat dengan orang yang bisa anda kalahkan argumentasinya, tapi tidak mampu anda kalahkan kepala batunya”

Muhammad Tahir Alib